Belajar dari Adik Kecil

love-baby

Sepasang anak kecil perempuan yang bernama Anna dan Gei, duduk bersama di sebuah teras rumah sambil memainkan bonekanya masing-masing. Terlihat akrab dan asyik mereka memainkan boneka tersebut. Lalu terciptalah sebuah percakapan mereka kepada masing-masing boneka yang mereka mainkan.

Anna mengatakan sambil memegang bonekanya: “Gei, apakah aku cantik?”, lantas Gei pun menanggapinya: “Tentulah kamu cantik Anna, karena kamu adalah perempuan. Lalu apakah aku juga cantik?” Tanya Gei kepada Anna sahabat karibnya. Kemudian ia pun menjawab: “Kamu memang cantik Gei, tapi lebih cantik aku.” Mendengar jawaban dari sahabat karibnya, Gei merasa tersinggung karena ia seolah-olah di nomor dua-kan daripada nya. “Apa? Enak saja kamu, aku yang lebih cantik tahu?” Dengan nada kesal dan marah ia menjawab. Tak mau kalah dengan jawaban dari Gei, Anna pun marah juga sambil menjawab: ”Enak saja,,,,,aku yang lebih cantik….” Kemudian pertengkaran diantara mereka pun tak ter elakkan karena masing-masing merasa paling cantik. Sampai pada akhirnya, ibu mereka datang memisahkan mereka dari ‘pertengkaran sengit’ versi anak-anak.

Sudah, kalian kenapa jadi bertengkar sih? Nah, sekarang minta maaf kalian dengan berjabat tangan. Tidak baik ya…. Kalian sama-sama cantik nya di mata Ibu dan Ayah, karena kalian adalah perempuan.” Kata ibunya sembari memisahkan mereka. Dan tak lama kemudian mereka pun berjabatan tangan dan kembali memainkan boneka yang masing-masing mereka pegang, serta melanjutkan permainan boneka nya.

———————————————————————————————————————

Sebuah ‘letupan’ kecil diakibatkan dari perkataan yang tertutur dari mulut kita, hal inilah yang bisa juga mengakibatkan sebuah perselisihan maupun kebersamaan bisa tercapai.

Seperti apa yang terjadi di dalam percakapan antara Anna dan Gei, yang notabene mereka masih kanak-kanak, dapat saja terjadi karena sebuah ejekan kecil yang merupakan pemicu dari sebuah pertengkaran.

Sebagai orang dewasa yang sudah melalui beberapa fase dalam kehidupan ini, maka selayaknya kita bisa mem-filter apa yang akan diutarakan, diungkapkan, diucapkan, bahkan sampai pada level pelaksanaan yang akan dijalankan. Ketika kita merunut pada fase kehidupan, maka kita mengalami beberapa perubahan yang sangat signifikan. Mulai dari fase bayi yang tak berdaya apapun serta mengutarakan segalanya dengan menangis kepada siapa saja yang berada di sekitar kita–kemudian kita mulai memasuki sebuah fase anak-anak yang masih dalam tahap eksplorasi terhadap apapun yang kita lihat, dengar, raba, dan rasakan. Memasuki tahapan remaja, mulai fase ini adalah masa ‘pencarian’ serta mengenali diri terhadap apa yang menjadi bagian dari kehidupan, disisi inilah kita mulai merasakan banyak hal yang bisa kita pikirkan, rasakan, serta perbuat, walau terkadang fase inilah yang sebagian diasumsikan para psikolog merupakan masa rentan terhadap semua (input) yang dihadapkan. Memasuki tahapan selanjutnya adalah masa dewasa yang merupakan akumulatif dari semua fase kehidupan yang telah dijalani, mulai dari bayi, anak-anak, sampai pada remaja. Dalam fase kehidupan dewasa, kita lebih banyak memikirkan, berfikir, serta lebih matang dalam menentukan langkah yang akan dilakukan, dan di fase inilah kita mulai menata kembali langkah dan cara berfikir yang lebih bijak dalam memutuskan sebuah perkara yang terjadi dalam kehidupan nantinya. Sebuah ungkapan yang di kutip dari sebuah film animasi Kungfu Panda: “Hari kemarin adalah sejarah. Hari esok adalah misteri. Hari ini adalah berkat.”

Sebuah filosofi yang sangat mendalam bagi setiap fase kehidupan yang kita jalani sebagai seorang manusia. Betapa tidak, sebuah ungkapan bijaksana dapat tertutur dari pengalaman secara empiric dan implicit berdasar pada fase pengalaman yang dijalaninya masing-masing.

Terdapat satu hal yang bisa kita garis bawahi dengan mengambil pengalaman dari adik kecil berdasar pada cerita diatas, bahwasannya sebuah pertengkaran dapat kembali terselesaikan (problem solving) dengan diberikan sebuah argumen dari seorang ibu yang bijaksana. Pertengkaran tersebut tidak berlangsung lama dan kembali pada sebuah keharmonisan yang berdasar pada kematangan pikiran dari kedua belah pihak serta ketenangan dalam menghadapi semua permasalahan dengan bijaksana bukan dengan emosi, amarah, ataupun hal lain yang bisa menjadikan pertikaian menjadi lebih, bahkan sampai pada tidak mengenal antar saudara, antar sesama manusia pada fitrah.

Jadilah pribadi yang bisa menjadikan sebuah perubahan yang signifikan dalam menjalani fase kehidupan kita di masa yang akan datang, serta berikanlah sebuah ‘kharisma’ dalam kehidupan yang dijalani berdasarkan pada apa yang telah digariskan dan diatur oleh Sang Maha Pengatur Kehidupan.

Wallahu’alam bish shawab

With Love: Dicky Supriatna

Bandung, 08 September 2013

Perempuan (Woman)

bismillah

 

 

Perempuan

 

 

Perempuan,,,,,,ya itulah perempuan. Ada pula yang menyebut dirinya wanita.

Begitu banyak sekali pujian dan sanjungan yang ditunjukkan kepadanya. Ada yang menjuluki Wanita sebagai Hiasan Dunia, seindah hiasan adalah wanita shalihah.

Namun, terkadang sebagian perempuan ada juga yang dipandang negatif karena sikap dan pergaulannya. Sehingga citra perempuan menjadi ‘turun grade’ dinilainya.

Seorang perempuan sangatlah istimewa, mengapa demikian? Karena diantara sifat Allah Swt., dititipkan di dalam dirinya, yakni Rahim. Rahim sendiri di harfiahkan sebagai sifat Allah Swt., Yang Maha Penyayang. Namun, kadang kita sering balik bertanya ketika melihat, sebagian perlakuan seorang perempuan yang notabene sudah menjadi seorang Ibu, sungguh tega ketika ia melakukan perbuatan yang tidak baik menurut norma dan melanggar agama? Naudzubillah.

Perempuan, adalah seorang insan manusia yang senantiasa hadir dalam kehidupan kaum lelaki atau pria.

Sehebat apapun laki-laki, ia tidak akan pernah hebat apabila tidak ada perempuan di belakangnya yang menjadikan ia menjadi hebat, siapa mereka? Ibunya dan Istrinya.

Banyak yang mengasumsikan bahwa perempuan adalah lemah, dan ada yang mengibaratkan seperti tulang rusuk. Begitu lemah dan rentan nya seorang perempuan atau wanita, namun ‘dibalik’ kelemahan dan kerentanan yang dimilikinya, sungguh luar biasa hebat dan kuatnya seorang perempuan.

Dapat kita bayangkan terlebih dahulu. Mulai dari pagi hari, ia harus mempersiapkan sarapan bagi anak dan suaminya, kemudian ia harus mengantar atau menjemput putra-putri nya yang sekolah, kemudian ia harus membereskan kondisi rumah, serta ia harus mengurusi dirinya sendiri.

Coba, para kaum adam, sesekali lakukanlah apa yang biasa perempuan ini lakukan seperti beberapa contoh diatas,,,, ada yang bisa, ada yang tidak, ada yang mengeluh, ada yang kuat namun merasa kuat, dan lain sebagainya.

Seorang perempuan yang sudah menikah dan sedang hamil, tentunya akan selalu merasa dirinya serta keselamatan anak yang sedang dikandungnya menjadi bagian yang tak terelakkan. Dalam kondisi apapun, ia tegar dan kuat selalu, mulai dari mual, berat, serta sesekali capek, dan perubahan pada postur tubuh, semuanya dijalani dengan sangat ikhlas dan sangat berarti dalam hidupnya.

Kemudian, setelah terasa proses akan melahirkan tiba, ia merasa mual, kontraksi, dan disitulah pergumulan hidup dipertaruhkan antara hidup dan mati. Dengan segala macam usaha dan tenaga, cabang bayi yang akan dikandungnya segera akan melihat dunia ini, setelah 9 bulan 10 hari dalam kandungan dan selalu ia bawa kemana-mana.

Dan setelah sang bayi lahir, ada hal yang tak dapat dilakukan oleh kaum adam, yakni menyusui. Disana lah letak hubungan bathin antara anak dan seorang perempuan (ibu) melebihi dari apapun.

Telah banyak riwayat-riwayat yang ‘mengangkat’ kisah para perempuan, mulai dari kisah yang bisa menginspirasi kita menjadi lebih baik, sampai pada peristiwa-peristiwa seputar perempuan yang bisa kita jadikan cerminan agar terhindar dari perbuatan tersebut.

Sebuah kisah singkat yang terjadi kurang lebih 1,5 bulan kebelakang, adalah tentang seorang wanita yang tegar dalam menjalani kehidupan di dunia ini seorang diri selama kurun waktu sangat lama, sebutlah inisialnya ‘N.’

Ia hidup dalam kekurangan dan keadaan kesehatan yang sedang dilanda penyakit berat, namun N tetap tabah menghadapi semuanya. Begitu banyak orang yang datang kepadanya, mulai dari tukang becak, polisi, serta tetangga-tetangga yang mengetahuinya. Namun motif mereka datang mengunjungi perempuan tersebut pun beraneka ragam, ada yang memang murni membantu, ada yang merongrong, ada yang mengancam, dan ada pula yang setiap saat memberinya ia kebutuhan sehari-hari mulai dari makan dan minumnya.

Melihat kondisi yang semakin hari nampaknya semakin membuat N tersiksa fisik dan psikis nya, datanglah seorang wanita berinisial M yang berusaha untuk menolong tentang keberadaan perempuan ini kepada keluarganya, ia pun mulai mengajak dengan obrolan-obrolan ringan seputar keluarga dan sanak saudaranya. Singkat cerita, N memberikan alamat dan keberadaan saudaranya tersebut kepada M.

Kemudian M mencari alamat tersebut dengan meminta bantuan kepada aparat penegak hukum, namun apa yang terjadi, mereka tidak mau menolongnya..(Miris dengan penegak hukum yang memiliki slogan: Melindungi Masyarakat.)

Namun tanpa diam terlalu panjang, kemudian M mencari secara jelas keberadaan keluarga dan anaknya menurut alamat yang telah ia dapati dari N, dan akhirnya ia pun bertemu, kemudian menceritakan keberadaan serta kondisi  terakhir dari N tersebut.

Sontak dari cerita yang N sampaikan kepada anak dan saudaranya, mereka menangis dan terharu karena selama ini N ternyata masih ada, karena dalam anggapan mereka (keluarganya), N sudah meninggal dunia karena meninggalkan rumah selama bertahun-tahun dan tak tahu dimana keberadaannya.

Tanpa panjang lebar, akhirnya anak beserta sanak saudaranya, diajak M menemui N di tempat dimana selama ini ia tinggal. Perasaan sedih, senang, suka, duka, semua berbaur dalam rasa antara N dan keluarganya, anaknya dan terlebih lagi terhadap M.

Ucap syukur pun dipanjat kepada Sang Maha Pemilik Kehidupan, atas izin dan HidayahNya, mereka dapat dipertemukan kembali di dunia ini, setelah pencarian panjang dalam hidup mereka.

Ramadhan membawa berkah untuk mereka yang dipertemukan dengan keluarganya yang selama ini hilang, dan ramadhan juga membawa hikmah tersendiri bagi yang mempertemukan keluarga tersebut.

Dan kini, N sudah berada di dalam dekapan keluarga serta anaknya, sedangkan M sekarang kembali menjalani aktivitas serta rutinitas nya sehari-hari, dengan menyisakkan rasa rindu serta rasa yang membekas di dalam dirinya.

 

Semoga Bermanfaat.

Terima Kasih kepada M yang mau berbagi denganku.

With Love: Dicky Supriatna

Bandung, 31 Agustus 2013; 11.35.07 WIB.

Mimpi

Bacalah Atas Nama TuhanMu.

Bismillahirrahmanirrahiim.

Dream

Apa yang terlintas dalam benak kita ketika mendengar kata MIMPI?

Banyak versi pastinya, ada yang menganggap mimpi adalah bunga tidur, ada yang ber asumsi mimpi adalah bagian dari tidur, dan versi-versi yang lainnya.

Terlepas dari apapun yang dinamakan sebuah MIMPI, tentu kita memiliki arti tersendiri dalam mengartikan mimpi tersebut.

Pastinya kita memiliki mimpi terbesar dalam hidup ini, entah itu yang dapat terukur (Measurable) atau yang secara abstrak. Mimpi apapun yang kita harapkan dan inginkan, tentunya berharap menjadi sebuah kenyataan (Dream Come True.)

Benarkah mimpi adalah bagian dalam hidup kita yang tak bisa dipisahkan?

Lantas mengapa mimpi yang kita inginkan dan harapkan senantiasa tidak mudah kita raih dan wujudkan, seperti membalikkan telapak tangan kita?

Bagaimana caranya supaya mimpi kita dapat menjadi kenyataan?

Adakah kiat-kiat kita guna meraih mimpi?

Sebuah kutipan ringan dan barangkali bisa menjadi renungan bagi kita:

1. If You Want To Make Your Dreams Come True, The First Thing You Have To Do Is WAKE UP.

Mengapa demikian? Apabila dalam kehidupan ini kita hanya bermimpi saja dan tak pernah ‘bangun’ melihat keadaan serta kita belajar ‘membangun’ mimpi kita secara bertahap.

2. Mimpi harus dibangun atas dasar positif atau hal-hal yang bermanfaat, bukan banyak menyesatkan.

Maksudnya? Ketika kita memiliki satu impian yang akan banyak memberikan manfaat bagi orang lain, tentunya akan lebih baik ketimbang banyak membuat orang lain menjadi sengsara.

3. Mimpi itu harus Realistis.

Tujuannya adalah, ketika kita ber-ekspektasi terhadap sebuah impian, maka hal tersebut haruslah sesuai dengan realita yang ada, jangan hanya angan-angan semata dalam pikiran kita, sehingga kita tak mampu mewujudkannya dalam kehidupan ini.

Contoh: Kita bermimpi menjadi seorang penyanyi terkenal, namun kita tak pernah belajar bagaimana melatih vokal, belajar partitur nada, belajar musik, maka mimpi tersebut tidak dapat dikategorikan secara realita yang terjadi.

4. Mimpi itu harus tertulis.

Maksudnya adalah, tuliskan apa saja mimpi-mimpi yang hendak ingin kita wujudkan dalam kehidupan ini secara kasar terlebih dahulu. Kemudian barulah kita lebih menspesifikasikan serta menyortir mimpi-mimpi kita dengan membaginya pada skala prioritas (Priority Scale.)

Sehingga setiap mimpi dan harapan yang akan kita wujudkan dalam kehidupan ini, hendaknya bisa menjadikan kita menjadi lebih baik dan lebih baik.

Think Small, Then Scale up.

Mengutip dari lirik lagu The Power Of The Dream yang dinyanyian Celine Dion: “Deep within each heart. There lies a magic spark. That light’s the fire of our imagination.”

Semoga bermanfaat

Bandung, 29 Juli 2013

With Love: Dicky Supriatna

16.48.29 WIB.

Hati dan Pikiran

Hati dan Pikiran

 

Bacalah atas nama Tuhanmu yang telah memberimu Kehidupan dan seluruh isinya untuk mendapatkan hikmah di dalamnya.

Sebuah pertanyaan untuk diri kita sendiri.

1. Apakah hari ini kita merasakan kebahagiaan?

2. Apakah hari ini kita sudah memberikan kebahagiaan dan senyuman kepada orang yang kita temui?

3. Apakah hari ini kita sudah menunaikan kewajiban kita sebagai mahluk Allah Swt?

4. Apakah pikiran kita hari ini banyak memberikan pemikiran baru untuk orang-orang yang menyayangi kita?

5. Apakah pikiran kita hari ini banyak memberikan pemikiran baru untuk orang-orang yang menyayangi kita?

Jawabannya ada dalam diri kita masing-masing.

Sebuah ungkapan dari hal-hal yang barangkali menurut kita sangat ‘sepele’ tetapi bagi orang lain sangatlah bermakna dan berarti. Lantas apakah yang membuat kita kurang sekali memberikan hal yang sangat kecil saja dan berarti bagi orang lain, apa itu?…..SENYUMAN TULUS

Ya,,,,sebuah senyuman yang tulus yang tersungging dari raut wajah kita kepada orang lain. Satu langkah awal yang bisa memberikan berjuta makna bagi orang lain.

Kadangkala antara perasaan dan pikiran kita tidak selalu sinergi ketika menghadapi segala sesuatu yang kita hadapi dan rasakan. Dan hal tersebut dapat terlihat dari raut wajah serta mata yang kita tampakkan pada saat kita melakukan aktivitas. Contohnya ketika pikiran dan hati kita sedang senang, maka biasanya kita terlihat oleh orang lain sikapnya ceria, senang, dan tanpa menunjukkan kesedihan sedikitpun. Begitu pun sebaliknya, ketika dalam pikiran dan hati kita sedang ada masalah yang sedang dihadapi, raut wajah dan sikap kita biasanya terbawa melankolis dan cenderung muram. Nah,,,kalau hati kita sedang sedih atau pun gundah, sementara di sisi lain kita harus melaksanakan pekerjaan yang pada saat itu ‘membutuhkan’ kita untuk senantiasa memberikan senyuman dan sikap yang ramah, kadangkala kita akan menampakkan tidak sepenuh hati dan kecenderungan ‘memaksakan’ untuk bersikap ramah.

Manusia seolah selalu melawan-kan kualitas kepala (otak) dengan kualitas hati (perasaan). Hati selalu di identik-an dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan kelembutan, rasa, dan simpati–sementara otak selalu dikaitkan dengan sesuatu yang tegas dan pemikiran realistis. Hanya kepala (otak) yang dapat menguraikan makna, menyelesaikan masalah-masalah teknis, dan menyimpan memori-memori. Namun, tidak ada pengetahuan yang dapat memberi “rasa” tentang mana yang benar dan mana yang indah. Begitu pula soal keberanian, tidak dilahirkan oleh pengetahuan, melainkan oleh rasa. Oleh karena itu, terhadap segala hal yang terkait dengan nilai-nilai kemanusiaan, kepala atau otak tidak dapat memberi referensi emosional dan spiritual.

Kepala bisa saja pintar, tetapi tidak bijak.

Apabila mengutip dari apa yang disampaikan oleh Helen Keller: “The best and most beautiful things in the world cannot be seen or even touched. They must be felt with the heart.” (Apa yang terbaik dan terindah di dunia tidak bisa dilihat dan disentuh, melainkan harus menggunakan perasaan dari hati.)

Oleh karena itu, dalam menjalani hidup, tampaknya kita harus memilih antara:

1. Kepala atau hati?

2. Mencari keseimbangan di antara keduanya?

Keseimbangan (balancing) bisa diperoleh, misalnya bila seseorang memilih kepala untuk sekolah atau bekerja, di rumah ia harus bertindak dengan hati. Inilah yang memungkinkan orang tersebut beralih karakter–ibarat berganti pakaian.

Namun, bila kita menganggap bahwa antara kepala dan hati merupakan satu kesatuan dari tubuh yang utuh, dalam hal ini hati bukan hanya sebagai pemberi rasa kasih dan kemurahan hati, melainkan juga harus berperan sebagai:

1. Persepsi Pengalaman

Bergantung pada keterbukaan hati kita terhadap pengalaman. Melihat orang lain sedih atau gembira itu biasa, tetapi apabila hati kita terbuka bagi orang tersebut, maka kita akan ‘melihat dan merasakan’ atau dalam istilah psikologi ‘EMPATI.’

2. Kualitas Pengetahuan

Menunjukkan keterlibatan atau tidaknya hati dalam setiap keputusan yang kita ambil. Kepandaian kita akan menyimpan data-data dari dan tentang orang lain, tetapi tidak ikut mengalami sesuatu bersama orang tersebut. Pengetahuan yang didapat kepala bisa menarik kesimpulan berdasarkan data-data yang telah tersimpan dan ter-program.

Tanpa melibatkan hati,kepandaian dapat meneliti persoalan manusia secara ringkas dan ber-nalar. Sebaliknya, bila hati ikut terlibat, kualitas hati akan memengaruhi apa dan bagaimana sesuatu yang kita ketahui tersebut.

Apabila hati kita lemah dan ketakutan, kita tidak akan tertarik untuk mengetahui sesuatu yang ‘melawan’ ketakutan itu. Bila hati kita merasakan ‘cemburu’, kita tidak ingin bersembunyi dari pengalaman-pengalaman yang ‘menggerogoti hati kita.’

3. Mengafirmasi (kebenaran, kecantikan, atau kemuslihatan)

Keyakinan dan penolakan terhadap sesuatu, berawal dari hati kita yang kuat dan berani karena dari sanalah seseorang dapat mengalami perbedaan akan hal yang sedang dialaminya, contoh: benar dan salahnya, berani dan takutnya, sedih dan senangnya, sukses dan belum-nya, dan lain sebagainya.

 

Dengan kata lain, hati adalah pusat kesadaran, sedangkan kepala (otak) adalah pusat konseptualisasi. Keduanya saling melengkapi, tidak dapat dipisahkan.

Wallahu’alam bish shawab.

With Love: Dicky Supriatna

 

 

 

Ciuman Tulus

kiss

Bacalah atas nama Tuhanmu

Yang menciptakanmu dan memberimu nafas kehidupan

 

Apa yang terlintas ketika kita membaca judulnya? Sebuah ungkapan yang (kadangkala) berkonotasi negatif dalam prespektif beberapa kalangan. Namun, hal itulah yang akan membuat sesuatu menjadi berbeda, karena dalam hal ini, aku akan memberi sebuah sajian lain dari sebuah ciuman.

Fenomena makin maraknya anak jalanan bukan semata karena faktor ekonomi lemah para orang tua, namun ternyata tidak sedikit dari anak jalanan itu adalah anak-anak dari keluarga yang mapan ekonominya kendati ada perbedaan tempat atau ‘wilayah tongkrongan’ mereka, ada yang nongkrong dan menikmati kebebasannya di bawah jembatan, pinggir trotoar dan lampu merah namun ada juga yang menikmati kebebasan dan mencari kasih sayang yang hilang di mal-mal, discotik dan hotel.

Kedua kelompok tersebut hakekatnya adalah sama ketika tali kendali kasih sayang dari para orang tua terlepas karena sebuah alasan klasik, yakni SIBUK. Padahal sebenarnya anak-anak kita itu membutuhkan sesuatu yang kadang terlihat oleh kita sesuatu yang sepele tetapi bagi anak kita adalah sangat-sangat berharga.

Kisah berikut adalah salah satu ilustrasi yang barangkali kita (baca: orangtua) terlewatkan.

Ada seorang gadis kecil bernama Sari. Ayah Sari bekerja enam hari dalam seminggu, dan sering kali sudah lelah saat pulang dari kantor. Ibu Sari bekerja sama kerasnya mengurus keluarga mereka memasak, mencuci dan mengerjakan banyak tugas rumah tangga lainnya.
Mereka keluarga baik-baik dan hidup mereka nyaman. Hanya ada satu kekurangan, tapi Sari tidak menyadarinya.

Suatu hari, ketika berusia sembilan tahun, ia menginap dirumah temannya Dewi, untuk pertama kalinya. Ketika waktu tidur tiba, ibu Dewi mengantar dua anak itu ketempat tidur dam memberikan ciuman dan salam kepada mereka berdua.
Ibu sayang padamu, nak” kata ibu Dewi.
Aku juga sayang Ibu” gumam Dewi.
Sari sangat heran, hingga tak bisa tidur. Tak pernah ada yang memberikan ciuman apapun padanya..
Juga tak ada yang pernah mengatakan menyayanginya. Sepanjang malam ia berbaring sambil berpikir, mestinya memang seperti itu, ehm.
Ketika ia pulang, orang tuanya tampak senang melihatnya.
Kamu senang di rumah Dewi, Nak?” tanya ibunya kepada Sari, dan ayahnya pun menambahkan sebelum Sari menjawab pertanyaan dari Ibunya, “Rumah ini sepi sekali tanpa kamu, Nak” kata ayahnya.
Sari tidak menjawab. Ia lari ke kamarnya. Ia benci pada orangtuanya. Dan dalam benaknya mulai bertanya-tanya…”Kenapa mereka tak pernah menciumku? Kenapa mereka tak pernah memelukku atau mengatakan menyayangiku? Apa mereka tidak menyayangiku?.” Demikian ia bermain dengan kata-kata yang terlintas dalam benaknya sendiri. Lalu sempat berfikir ulang, ingin rasanya lari dari rumah, dan tinggal bersama ibu Dewi.
Mungkin ada kekeliruan, apakah orang tuanya ini bukanlah orang tua kandungnya. Mungkin ibunya yang asli adalah ibu Dewi.

Malam itu, sebelum tidur, ia mendatangi orangtua nya, dan mengatakan…“Selamat malam Ayah, Ibu,,, aku sayang Ayah dan Ibu.” Katanya. Sontak hal tersebut membuat orangtua nya kaget, karena sangat berbeda melihat sikap anaknya yang satu ini. Dan ayah Sari pun hanya menjawab dengan tanpa menolehnya karena sibuk membaca koran…“Selamat malam” sahut ayahnya. Dan Ibunya yang sedang menyulam, kemudian meletakkan sulamannya dan menjawab sambil tersenyum…“Selamat malam, Sari.”

Melihat tak ada yang bergerak dari aktivitas orangtuanya,  Sari merasa tidak tahan lagi, dan berani mengatakan dengan nada agak keras kepada orangtuanya…“Kenapa aku tidak pernah diberi ciuman?” tanyanya.
Ibunya tampak bingung kemudian menjawab…“Kenapa Nak? Ada apa denganmu Sari?… Tidak seperti biasanya kamu begitu kepada orangtuamu?” tanya sang ibu. Sambil terbata-bata, ibu Sari menjawab dan mengingat kenangannya pada waktu ia masih kecil…“eemmm, perasaan dulu ketika ibu masih kecil tidak ada yang pernah mencium Ibu, mungkin itu saja kali nak.”

Kemudian Sari pun berlari ke kamarnya sambil menangis sampai ia tertidur. Selama berhari-hari ia merasa marah. Akhirnya ia memutuskan untuk kabur. Ia akan pergi ke rumah Dewi dan tinggal bersama mereka. Ia tidak akan pernah kembali kepada orang tuanya yang tidak pernah menyayanginya. Ia mengemasi ranselnya dan pergi diam-diam.

Singkat cerita, ia pun tiba di rumah Dewi, ia tidak berani masuk. Ia merasa takkan ada yang mempercayainya. Ia takkan diizinkan tinggal bersama orang tua Dewi. Maka ia membatalkan rencananya dan pergi kembali. Rasanya, semua yang telah ia rencanakan terasa kosong dan tidak menyenangkan. Dan ia pun duduk di sebuah kursi taman yang di sekelilingnya pohon serta lampu taman yang menyala redup sekitar taman, dengan ditemani hembusan angin malam dan sinar bulan yang tepat berada di atas kepalanya, sambil terus pikirannya memikirkan pertanyaan yang sampai saat ini tak kunjung ia dapati jawabannya…”Rasanya aku takkan pernah mempunyai keluarga seperti keluarga Dewi.” Gumamnya.

Ia terjebak selamanya bersama orang tua yang paling buruk dan paling tak punya rasa sayang di dunia ini.

Sementara itu di rumahnya, orangtua Sari cemas memikirkan dan mencari bala bantuan kepada pihak berwajib dan mencari kabar kepada teman-temannya Dan seketika ketika ia sampai di depan rumahnya, kemudian mengetuk pintu dan Ibunya pun membuka pintu tersebut, betapa terkejutnya ia melihat anak yang dicintai dan dicari dari tadi nampak di hadapannya, dan langsung memeluknya dengan air mata yang turun ke permukaan kelopak sampai membanjiri pipinya. Sementara Ayahnya sedang menelpon, ketika mendengar istrinya menangis, Sang ayah langsung menutup telepon. Ayahnya pun langsung memeluk anaknya dan bertanya,”Dari mana saja kamu? Kami cemas sekali! Nak.”
Sari tidak menjawab, melainkan memeluk ayah dan ibunya dan memberikan ciuman di pipi mereka secara bergantian, sambil berkata,,,”Maafkan aku Ayah,,,Ibu, karena aku telah membuat khawatir. Aku sayang Ayah dan Ibu.”
Ibu dan ayahnya sangat terperanjat, hingga tak bisa bicara.
Lalu ia pergi tidur, meninggalkan kedua orangtuanya yang terperangah sambil menangis di ruang tengah.

Keesokan paginya, ketika turun untuk sarapan, ia memberikan ciuman lagi pada ayah dan ibunya. Di halte bus, ia berjingkat dan mengecup kening dan pipi ayah ibunya.“Ayah,,Ibu, Aku sayang padamu.”

Itulah yang dilakukan Sari setiap hari selama setiap minggu dan setiap bulan. Kadang-kadang orang tuanya menarik diri darinya dengan kaku dan canggung. Kadang-kadang mereka hanya tertawa. Tapi mereka tak pernah membalas ciumannya. Namun Sari tidak putus asa.
Ia telah membuat rencana, dan ia menjalaninya dengan konsisten. Lalu suatu malam ia lupa mencium ayah dan ibunya sebelum tidur. Tak lama kemudian, pintu kamarnya terbuka dan orangtuanya masuk. “Kami akan memberikan ciuman untukmu Nak? Karena kamu lupa, hari ini kamu tidak memberikan ciuman kepada kami seperti biasanya.” Tanya ibunya, pura-pura marah. Kemudian Sari pun terperanjat langsung duduk tegak dan berkata kepada Ayah Ibunya…”Oh, aku lupa,” sahutnya. Lalu ia mencium Ayah Ibunya. “Aku sayang Ayah dan Ibu.” Kemudian ia berbaring lagi.
Assalaamu’alaikum, ayah, ibu” menambahkan, lalu memejamkan mata. Akan tetapi ayah ibunya tidak segera keluar.
Akhirnya ibunya berkata. “Ayah dan Ibu juga sayang padamu, nak.” Setelah itu ayah dan ibunya bergantian membungkuk dan mengecup pipi serta kening Sari.
Lalu ia pun berkata…“Dan jangan pernah lupa menciumku lagi, ya Yah,,Bu?” katanya dengan nada dibuat tegas. Sari tertawa. Dan ayahnya menjawab sambil tersenyum…“Baiklah.

Kebiasaan mencium dan mengucapkan sayang kepada orangtuanya dan juga sebaliknya, sudah menjadi agenda setiap hari di keluarga bahagia ini.

Beberapa tahun kemudian, Sari menikah kemudian mempunyai anak, dan ia selalu memberikan ciuman pada bayi itu, sampai katanya pipi mungil bayinya menjadi merah.
Dan setiap kali ia pulang ke rumah selepas pulang kerja dengan suaminya, yang mereka lakukan adalah membersihkan tangan dan mencuci muka, kemudian menggendong buah hatinya sambil berkata…”Assalamualaikum Warahmatullah..Sayang. Ayah dan Bunda Sangat mencintaimu dan akan selalu memberimu ciuman tulus untukmu.”

Bandung, 25 Mei 2013

With Love: Dicky Supriatna

8 Kado

Bacalah atas nama TuhanMu

Yang menciptakan dan memberimu kehidupan

kado-1

 

Delapan kado ini adalah hadiah terindah dan tak ternilai bagi orang-orang yang Anda sayangi:

1. KEHADIRAN

Kehadiran orang yang dikasihi rasanya adalah kado tak ternilai harganya. Memang kita bisa juga hadir dihadapannya lewat telepon, sms, mms, chatting, dan sebagainya.

Namun dengan berada di sampingnya, Anda dan dia akan dapat berbagi perasaan, perhatian, kasih sayang secara lebih utuh dan intensif.

Jadikan kehadiran Anda sebagai pembawa kebahagiaan.

 

2. MENDENGAR

Sedikit orang yang mampu memberikan kado ini.

Sebab, kebanyakan orang lebih suka didengarkan ketimbang mendengarkan. Dengan mencurahkan perhatian pada segala ucapannya, secara tak langsung kita juga telah menumbuhkan kesabaran dan kerendahan hati.

Untuk bisa mendengarkan dengan baik, pastikan anda dalam keadaan yang betul-betul relaks dan bisa menangkap utuh apa yang disampaikan. Tatap matanya, tidak perlu menyela, mengkritik, apalagi menghakimi.

Biarkan ia menuntaskannya, ini memudahkan Anda memberikan tanggapan yang tepat setelahnya.

Sekedar ucapan terima kasih pun akan terdengar manis baginya.

 

3. DIAM

Seperti kata-kata, di dalam diam juga ada kekuatan.

Diam bisa dipakai untuk menghukum, mengusir, atau membingungkan orang. Tapi, diam juga menunjukkan kecintaan kita pada seseorang karena telah memberinya ‘ruang.’ Terlebih jika sehari-hari kita sudah terbiasa mengatur, menasihati, mengkritik, bahkan mengomel.

 

4. KEBEBASAN

Mencintai seseorang bukan berarti memberi kita hak penuh untuk memiliki atau mengatur kehidupan orang yang bersangkutan.

Bisakah kita mengaku mencintai seseorang jika kita selalu mengekangnya? Memberi kebebasan adalah salah satu perwujudan cinta. Makna kebebasan bukanlah “kamu bebas berbuat semaumu.” Lebih dalam dari itu, memberi kebebasan adalah memberinya keprcayaan penuh untuk bertanggung jawab atas segala hal yang ia putuskan atau lakukan.

 

5. KEINDAHAN

Siapa yang tak bahagia, jika orang yang disayangi tiba-tiba tampil lebih ganteng dan cantik?

Tampil indah dan rupawan juga merupakan sebuah kado yang indah.

Selain keindahan penampilan secara pribadi, Anda pun bisa menghadiahkan keindahan suasana di rumah.

 

6. TANGGAPAN POSITIF

Tanpa sadar, sering kita memberikan penilaian negative terhadap pikiran, sikap atau tindakan orang yang kita sayangi.

Kali ini, coba hadiahkan tanggapan positif. Nyatakan dengan jelas dan tulus. Cobalah ingat, berapa kali dalam seminggu terakhir ini Anda mengucapkan terima kasih atas atas segala hal yang dilakukannya demi Anda? Atau mengucapkan “Aku sayang kamu. Maafkan apabila selama ini aku membuatmu kesal, sayang.”

Ucapan terima kasih dan permohonan maaf adalah kado indah yang kadang-kadang sering terlupakan.

 

7. KESEDIAAN MENGALAH

Tidak semua masalah layak menjadi bahan pertengkaran. Apalagi sampai menjadi pertengkaran yang hebat.

Anda memikirkan hal ini, berarti Anda siap memberikan kado ‘kesediaan mengalah.’ Kesediaan untuk mengalah juga dapat melenturkan sakit hati dan mengajak kita menyadari bahwa tidak ada manusia yang selalu mengandalkan amarahnya untuk hal baik.

 

8. SENYUMAN

Terlepas dari Anda percaya atau tidak, kekuatan senyuman amat luar biasa. Senyuman, terlebih yang diberikan dengan tulus, bisa menjadi pencair hubungan yang beku, pemberi semangat dalam keputusasaan, pencerah suasana muram, bahkan obat penenang jiwa yang resah.

Senyuman juga merupakan isyarat untuk membuka diri dengan dunia sekeliling kita. Bahkan beberapa orang ada yang meneliti sampai muncul angka-angka terkait senyuman. Kapan terakhir kali Anda menghadiahkan senyuman manis dan tulus dari hati Anda kepada orang yang dikasihi?

With Love: Dicky Supriatna

RASA

rasa coklat

 

Terbersit rasa di dalam diri dan hatiku

Di setiap hela nafasku terselimuti rasa bahagia selalu

Ketika kau ceritakan tentang kisahmu yang sebelumnya tak ku ketahui

Begitu tulus tertutur dari sudut bibir dan tatapan matamu

Yang membawa hatiku terpaut ke dalam hatimu dengan rasa-mu

Seakan-akan apa yang ku harap menelisik di dalamnya

Seolah-olah semua adalah jawaban atas segala doaku

Ehm,, semua rasa dan rindu yang terpancar dalam asa-ku di dekapan cinta,,,,,,”Hatiku untukmu

Dan di kala aku duduk di kursi ruang hampa-ku

Mata-ku pun menatap bertaburan bintang-bintang yang menemani

Sambil berkata,,,,,,

Apakah aku pantas mengharap cintanya untuk-ku?

Layak-kah kiranya engkau kujadikan pelita yang senantiasa bisa aku menyalakannya dalam setiap hari-ku?

Semoga rasa ini tidak mengalahkan rasa-ku akan rasa-Nya.

 

Wallahu’alam bish shawab

Bandung, 20 Mei 2013. 22.35.10 WIB

With love: Dicky Supriatna

POV (Point of View)

view

Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamu’alaikum Warahmatullah..

Well, what do you think about it?

There are so many answer and reason also version, right? Ehm…

Hadeuh, satu pertanyaan yang pastinya akan banyak sekali jawaban yang berbeda, karena cara pandang (kita) dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya informasi apa yang diterima selama ini, secara kontinyu masuk ke dalam pikiran kita. Bisa juga dari faktor lingkungan (keluarga dan tempat dimana kita berinteraksi), pengalaman hidup, pengalaman orang lain, ilmu pengetahuan yang kita pelajari dan dapati, serta banyak yang lainnya.

Apabila selama ini informasi yang masuk kedalam pikiran kita, baik melalui obrolan, bacaan, tontonan, perenungan, maupun hal-hal lain yang sifatnya memotivasi diri, seperti, ‘siraman rohani’ yang di dapat melalui majelis ilmu, media sosial, serta literatur lain yang ada, maka orang tersebut akan mengambil hikmah terhadap permasalahan yang terjadi, sehingga lebih optimis.

Itulah sebabnya seorang pakar NLP (Neuro Linguistic Programming) pernah mengungkapkan dengan tegas: “Awasi Pikiranmu.”

Apabila kita telaah lebih dalam, bahwasannya hanya lewat cara pandang yang positif, seseorang dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik atau tidak.

Orang yang memiliki cara pandang positif, pada umumnya sangat ‘alergi’ dengan urusan pamrih atau imbalan. Baginya, menyelesaikan pekerjaan adalah the way of life (cara hidup) bukan how to life (bagaimana hidup.)

Mereka yang memiliki cara pandang demikian, apa pun tugas atau pekerjaan yang diberikan kepadanya akan diyakini sebagai amanah yang harus dijalankan dengan sungguh-sungguh serta penuh rasa tanggung jawab (sense of responsibility).

Bagi mereka, menyelesaikan pekerjaan bukan karena ingin dilihat oleh pimpinan, bukan untuk memenangkan persaingan di tempat kerja, bukan karena jabatan yang diduduki, gelar yang disandang semata pula.

Cara pandang yang positif, akan sangat memengaruhi efektifitas kerja kita, akan memampukan kita untuk selalu optimis memandang situasi dan kondisi yang sedang terjadi di tengah kita, bahkan secara tidak langsung akan memengaruhi bagaimana kualitas hidup serta nilai hidup yang dimilikinya.

Dan pada akhirnya, ia akan menjadi seseorang yang senantiasa memberikan sesuatu yang lebih dari yang dikerjakan dalam sisi positif (willingness to do more on positive way.)

Unsur penting yang kita perlukan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada di sekitar kita sendiri, baik itu keluarga, pekerjaan, lingkungan, maupun pergumulan hidup kita sendiri, adalah bagaimana kita memandang masalah tersebut sebagai masalah atau potensi?

Apabila kita mengutip apa yang dikatakan Stephen Covey, “Ketika kita memandang permasalahan dan beban itu berasal dari diri kita, justru pada saat itu, sebenarnya kitalah yang sedang bermasalah, bukan objek masalahnya.”

Optimisme yang sesungguhnya adalah menyadari masalah serta mengenali pemecahannya. Mengetahui kesulitan dan yakin bahwa dibalik kesulitan akan ada jalan kemudahan. Menghadapi yang terburuk, namun mengharapkan yang terbaik menjadi yang tetap terbaik.

Daripada mengerutu tetap memilih tersenyum dan menikmati. Sebagai contoh kecilnya, ketika kita dihadapkan pada suasana macet pada jam pulang kantor, suara klakson mobil motor saling bersahutan, ditambah motor yang selalu melihat clah sedikit maunya masuk dan saling berlomba untuk menjadi yang terdepan. Ehm,,, sungguh indah apabila dihadapi dengan senyuman dan menikmati suasana dengan tenang di dalam pikiran kita.

Dan yang paling dan harus menjadi patokan kita diatas semuanya adalah YAKIN akan PERTOLONGAN Allah Swt., serta atas izinNya kita bisa melakukan dan melewatinya.

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri,,,” (Q.S. Ar-Rad: 11)

A pessimist sees difficulty in every opportunity.  An optimist sees opportunity in every difficulty.”

(Orang pesimis akan melihat kesulitan pada setiap kesempatan. Namun orang optimis akan melihat kesempatan dalam setiap kesulitan)

Be an optimist. Above all, be your self.

Semoga Bermanfaat.

Wallahu’alam bish shawab

Bandung, 21 Mei 2013. 20.40.05 WIB

With Love: Dicky Supriatna

 

Wassalamualaikum Warahmatullah..

Human Life

index

 

Kehidupan manusia, adalah sebuah karunia yang diberikan Allah Swt., kepada kita (baca=manusia) di dunia ini.

Dalam perjalanan kehidupan yang diaalmi masing-masing insan, sangatlah beragam dan berbeda jalannya.

Sang Maha Pemilik Kehidupan, tidak pernah menjanjikan langit yang selalu biru dan terang, namun satu hal yang pasti, setelah reda hujan akan selalu tampak pelangi muncul ke permukaan.

Nah, dari diantara tanda-tanda kekuasaanNya yang ditunjukkan oleh Sang Maha Pencipta kepada umatNya, merupakan potensi kita selaku manusia untuk senantiasa berfikir akan apa yang bisa dikorelasikan dengan pengalaman dan segala yang terjadi di dalam dirinya serta di sekelilingnya.

Ketika sebuah pergumulan hidup yang terjadi pada diri kita, bukan perkara bagaimana kita gagal atau menghadapi masalah, namun yang terpenting adalah BAGAIMANA KITA BANGKIT dari kegagalan tersebut dan mulai melakukan PEMBAHARUAN agar hal serupa tidak terulang kembali.

Pada kenyataannya, ada begitu banyak manusia yang dengan mudah melakukan vonis terhadap dirinya sendiri dan sekaligus memastikan bahwa dia tidak bisa melakukan apa-apa, lantaran sudah pernah melakukan kesalahan yang fatal.

Keberhasilan bukan-lah diukur dari keberhasilan seseorang yang telah dicapai dalam kehidupannya, melainkan dari rintangan-rintangan yang diatasinya saat berusaha untuk berhasil.

Pengalaman bukanlah apa yang terjadi pada saat seseorang mengalaminya, melainkan apa yang dilakukan seseorang terhadap apa yang terjadi padanya.

Mungkin pengalaman pahit dan pengalaman yang lain, bisa menjadikan kita pembelajaran dalam menghadapi semua pergumulan hidup. Apa pun itu, bukan peristiwanya yang penting, melainkan sejauh mana kita MERESPONS peristiwa tersebut dari sudut pandang yang optimis.

Terkadang pengalaman-pengalaman yang membuat seseorang menjadi pesimis melihat kehidupan ini. Lebih hebatnya lagi, peristiwa kecil yang terjadi melalui imajinasinya, wal hasil merebut sisi optimis orang tersebut menjadi lebih tragis. (semoga kita dijauhkan)

Manusia, adalah mahluk ciptaanNya yang dikaruniakan akal, pikiran, dan dorongan oleh Sang Maha Pemberi Kehidupan, untuk membangkitkan potensi di dalam dirinya dari setiap kejadian atau peristiwa, apapun bentuknya.

Tidak ada masalah yang terlalu besar untuk dihadapi, tidak ada langkah yang terlalu panjang untuk dijalani. Bukankah seribu langkah ke depan dimulai dari langkah pertama?

Seorang filsuf pernah bertutur: “Kita tidak akan pernah bisa mengukur betapa tingginya sebuah gunung, hingga kita sudah berada di puncaknya, dan mengatakan bahwa sebenarnya tinggi gunung ini tidak seberapa.”

Namun ada satu hal yang berbenturan (sangat) keras, adalah sesama manusia. Lalu langkah apa yang akan kita ambil ketika dihadapkan pada manusia yang keras dan bersikukuh walaupun argumennya sulit dibantah? Hadapi dengan HATI YANG JERNIH, TELINGA YANG SABAR MENDENGAR, serta KEPALA DINGIN. InsyAllah sikap kita akan mengetahui sampai ‘ke dalam’ tentang apa yang dikatakannya.

Percayalah bahwa hal tersebut tidak akan melebihi kekuatan kita sebagai manusia yang notabene dicipta sebagai mahluk ciptaanNya yang sangat sempurna.

Allah tidak akan menguji suatu kaum melebihi dari kadar imannya.”

InsyAllah.

Wallahu’alam bish shawab

Bandung, 21 Mei 2013. 19.40.40 WIB.

With Love: Dicky Supriatna

Belajar Mencintai

 

 

 

Logo Love

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ehm,…….well…..??

Selama ini kita diajarkan bahwa proses mencintai itu bukanlah proses pembelajaran, melainkan proses “kecelakaan.” Maksudnya?

Kita mengenal istilah “Jatuh Cinta (fall in love)”, bukannya “Belajar Mencinta (learn to Love)”. Disebut ‘jatuh’ karena, apabila kita menganggap mencintai sebagai suatu kecelakaan yang tidak direncanakan sebelumnya.

Dan hal tersebut adalah bagian-yang sepertinya sudah menjadi kebiasaan (habbit) di kalangan manusia yang sedang dilanda rasa cinta.

Bahkan sedikit saja anekdot dari seorang kawan, begini katanya:

Kalau kamu sedang dilanda rasa cinta kepada lawan jenis yang kamu sukai, maka cukuplah dirasakan didalam hati saja, jangan kedalam jiwa. Karena, apabila nanti suatu saat kamu merasakan sakit karena cinta, hanya akan sakit hati bukan sakit jiwa.” Hadeuh,,,kawanku yang satu ini memang terkenal dengan anekdot segarnya……….Heu..

Back again,,,

Janggal sepertinya ketika seseorang mengungkapkan atau berkata “Aku ingin belajar mencintaimu,” karena kebanyakan “Aku mencintaimu.”

Apabila kita lihat kedalam, cinta (mahabbah) berasal dari rasa-perasaan hati yang di transformasikan ke dalam otak melalui perantara mata yang menatap dan mulut yang terucap melalui rangkaian kata. Ketika semua sistem yang ada di dalam diri manusia bekerja bersama dan ber-sinergi serta ter-sinkronisasi dengan penangkapan sinyal dari luar, maka terucaplah sebuah kata “cinta.”

Lalu, apakah kita (manusia) dalam hal ini yang dikaruniakan akal dan pikiran, nalar dan naluri, logika dan hati nurani, pernah berfikir sampai kesana?

Tanyakan kepada hati kita, pikir dengan nalar kita, lalu sinkronkan dengan naluri dan hati nurani kita, dengan melakukan perencanaan dalam belajar mencintai serta siap menerima cinta yang diberikanNya untuk cinta kepada Sang Maha Pemilik Cinta.

Mari Belajar Mencintai.

Wallahu’alam bish shawab                                  With Love: Dicky Supriatna

Bandung, 13 Mei 2013; 19.10.55 WIB

 

 

My Wish to You (God)

Oh Tuhan, seandainya telah tercatatkan di dalam TakdirMu

Dia milikku yang tercipta untuk diriku

Aku mohon satukanlah hatiku dengan hatinya

Dan karuniakanlah kelak kepada kami kebahagiaanMu

Ya Allah, kumohon apa yang telah benar Engkau takdirkan

Bahwa ia adalah yang terbaik untukmu menurutMu

Karena aku meyakiniMu bahwa Engkau-lah Yang Maha Tahu Segala

Yang Maha Mengerti akan apa yang ada di dalam hatiku dan hatinya

Ya Tuhanku Yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah

Berikanlah, Karuniakanlah kami kekuatan jua harapan

Membina diri yang tak paham akan hal maya

Untuk menyemaikan setulus kasih di jiwa

Aku pasrahkan kepadaMu

Kurniakanlah aku pasangan yang beriman dan senantiasa mencintai aku

Supaya kelak kami dapat menempuh bahtera samudera

Yang penuh gelombang dan terpaan badai di setiap sudut layar perahu cinta

Sehingga kami bisa mengarunginya dengan persiapan yang sangat

Hingga bermuara di dermaga cinta yang Engkau Ridhai.

 

Wallahu’alam bish shawab                                            With Love: Dicky Supriatna

Bandung, 13 Mei 2013; 17.00.32 WIB

Sense of Love

Saat sekarang sangat banyak kita temui, manusia yang ingin menjadi atau masuk kedalam kategori Manusia Modern, Metropolis, atau banyak sebutan lainnya.

Sesungguhnya manusia modern adalah orang-orang yang menderita. Penderitaan tersebut diakibatkan kehausan mereka untuk dicintai oleh orang lain. Anak-anak muda-remaja, yang akhirnya terjerumus ke dalam pergaulan bebas dengan menggunakan atribut dan aksesori yang tidak lazim untuk memikat perhatian lawan jenisnya, para suami/istri yang kerap keras berupaya untuk memikat lebih dalam memberikan perhatian kepada pasangannya dengan segala keromantisan dan segala upaya yang terbentuk karena ‘kepura-puraan’ bukan dengan ketulusan, serta para politisi yang ‘sibuk’ mencari simpati serta dukungan dari para simpatisan, kolega, serta konstituennya.

Dari tiga contoh sederhana dalam keseharian yang kita alami saat ini seperti contoh diatas, ada hal yang esensial yang-barangkali terlupaka, atau terlupakan, bahkan cenderung tidak diperdulikan.

Ketika mereka berupaya membangun cinta dan citra untuk dicintai kekasih, pasangan, pengikut atau yang lainnya, yakni MENCINTAI.

Rasa dicintai adalah sebuah kesan ketika seseorang mengharapkan rasa cinta dari orang lain, sedangkan Mencintai lebih dihadapkan pada kebutuhan untuk menebar sebahagiaan rasa cinta kepada orang lain tanpa pretensi dari manapun.

Memberi cinta lebih utama ketimbang dicintai, namun bukan berarti kita melupakan merasakan cinta dari orang lain.

Ketika mencintai dan dicintai sudah menjadi satu rasa di dalam diri manusia, disitulah terjalin rasa dari cinta secara utuh dan hakiki.

Selamat Mencintai dan Dicintai.

Bandung, 13 Mei 2013                            With Love: Dicky Supriatna                                     Wallahu’alam bish shawab.

Jikalah

Jikalah derita akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa, sedang ketegaran akan lebih indah dikenang nanti.

 

Jikalah kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa tidak dinikmati saja, sedang ratap tangis tak akan mengubah apa-apa.

 

Jikalah luka dan kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa, sedang ketabahan dan kesabaran adalah lebih utama.

 

Jikalah kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti tenggelam didalamnya, sedang taubat itu lebih utama.

 

Jikalah kebencian dan kemarahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti diumbar sepuas jiwa, sedang menahan diri adalah lebih berpahala.

 

Jikalah harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti ingin dikukuhi sendiri, sedang kedermawanan justru akan melipat gandakannya.

 

Jikalah kepandaian akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti mebusung dada dan membuat kerusakan di dunia, sedang dengannya manusia diminta memimpin dunia agar sejahtera.

 

Jikalah cinta akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti ingin memiliki dan selalu bersama, sedang member akan lebih banyak menuai arti.

 

Jikalah bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti dirasakan sendiri, sedang berbagi akan membuatnya lebih bermakna.

 

Jikalah hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka, sedang begitu banyak kebaikan bisa dicipta.

 

Suatu hari nanti, saat semua telah menjadi masa lalu, aku ingin bersama mereka yang beralaskan di atas permadani sambil bercengkrama tentang apa yang telah dilakukannya di masa lalu, hingga mereka mendapat anugerah itu.

 

Wallahu’alam bish’shawab                With Love: Dicky Supriatna

Pergumulan Hidup

Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamu’alaikum Warahmatullah..

Salam Sejahtera untuk kita semua.

Sebuah peristiwa yang dialami oleh manusia, beraneka ragam macam dan bentuknya. Mulai dari rasa, pikiran, serta yang dialami.

Dan ada hal yang menjadi tolok ukur dari semua itu, hal itu adalah proses menyikapi dan sudut pandang dari apa yang dialami, dirasakan dan dipikirkan. 

Ketika sebuah pergumulan hidup yang kita (baca: manusia) hadapi di dalam kehidupan yang dijalankan, pastilah akan ada hikmah serta maksud yang akan ‘memompa’ potensi diri kita. Dari dua sisi yang kita sikapi, tentulah akan ada efek yang ditimbulkan, bagaimanapun dan apapun bentuknya.

Manusia, merupakan mahluk Tuhan yang diciptakan dengan sangat sempurna, jadi salah apabila ada yang mengatakan No Body’s Perfect.

Segala kekurangan yang ada dalam diri kita, adalah potensi untuk lebih mencuatkan kelebihan yang kita sedang jalani. Benarkah demikian?

Banyak asumsi yang mengatakan bahwa, ketika manusia satu dengan yang lain memiliki sifat, karakter, serta kebiasaan yang berbeda, bukan berarti kita harus mengatakan hal yang demikian adalah trigger (pemicu) bagi kita untuk menguak sebuah tabir curiga, tidak suka, tidak senang, dan hal yang lain yang memicu pertengkaran serta perpecahan.

Marilah kita sikapi setiap perbedaan yang terjadi di dalam kehidupan kita, sebagai sarana kita untuk lebih melejitkan potensi diri lebih baik di hadapan Sang Maha Pemilik Kehidupan, manusia serta mahluk ciptaan-Nya.

Bukankah partitur melodi yang tersusun tercipta dari perbedaan nada?

Bukankah partikel sebuah produk otomotif terbuat dan tersusun dari bahan yang berbeda?

Bukankah kehidupan yang berikan oleh Yang Maha Memiliki dibentuk dari perbedaan yang saling melengkapi?

Maka dari itu, marilah kita jadikan sebuah perbedaan menjadi sesuatu yang menjadikan kita Hidup Lebih Hidup.

Bandung, 18 April 2013                             Wallahu’alam Bish Shawab                                   With Love: Dicky Supriatna 

Belajar dari Adik Kecil

Bismillahirrahmiraahiim

Assalamualaikum Warahmatullah..

Sebuah cerita yang bagiku touching and learning to do more..

Simple sebenarnya, this is the story……

spend less give more

Di suatu sore hari pada saat aku pulang kantor dengan mengendarai sepeda motor, aku disuguhkan suatu drama kecil yang sangat menarik.

Seorang anak kecil berumur lebih kurang sepuluh tahun dengan sangat sigapnya menyalip disela-sela kepadatan kendaraan di sebuah lampu merah perempatan jalan di Jakarta.

Dengan membawa bungkusan yang cukup banyak diayunkannya sepeda berwarna biru muda, sambil membagikan bungkusan tersebut, ia menyapa akrab setiap orang, dari tukang koran, penyapu jalan, tuna wisma sampai Pak Polisi.

Pemandangan ini membuatku tertarik, pikiran ku langsung melayang membayangkan apa yang diberikan si anak kecil tersebut dengan bungkusannya, apakah dia berjualan? “Kalau dia berjualan apa mungkin seorang tuna wisma menjadi langganan tetapnya atau…??,ehmm.

Untuk menghilangkan rasa penasaran ku, aku pun membuntuti si anak kecil tersebut sampai di sebrang jalan, setelah itu aku langsung menyapa anak tersebut untuk aku ajak berbincang-bincang.

”De, boleh kakak bertanya?” tanyaku. Supaya tidak canggung dengan sebutan kakak.

“Silahkan kak.” Jawab adik kecil.

“Kalau boleh tahu yang barusan Adik bagikan ketukang koran, tukang sapu, peminta-minta bahkan pak polisi, itu apa?” tanyaku dengan heran.

Lantas dia pun menjawab: “Oh… itu bungkusan nasi dan sedikit lauk kak… memang kenapa kak?” dengan sedikit heran, sambil ia balik bertanya.

Dan aku pun melanjutkan pertanyaan dengan penuh penasaran: ”Oh… tidak! Kakak Cuma tertarik cara kamu membagikan bungkusan itu, kelihatan kamu sudah terbiasa dan cukup akrab dengan mereka. Apa kamu sudah lama kenal dengan mereka?”

Lalu, Adik kecil ini mulai bercerita, “Dulu … aku dan ibuku sama seperti mereka hanya seorang tuna wisma, setiap hari bekerja hanya mengharapkan belas kasihan banyak orang, dan seperti kakak ketahui hidup di Jakarta begitu sulit, sampai kami sering tidak makan, waktu siang hari kami kepanasan dan waktu malam hari kami kedinginan ditambah lagi pada musim hujan kami sering kehujanan.” Tandasnya.

Lalu ia pun menghela nafas sejenak, dan melanjutkan ceritanya.

“Apabila kami mengingat waktu dulu… kami sangat-sangat sedih, namun setelah ibuku membuka warung nasi, kehidupan keluarga kami mulai membaik.”

Sembari menmbasuh keringat yang membasahi wajahnya, ia pun kembali bercerita:

“Makanya, ibuku selalu mengingatkanku, bahwa masih banyak orang yang susah seperti kita dulu, jadi kalau saat ini kita diberi rejeki yang cukup , kenapa kita tidak dapat berbagi kepada mereka.” Katanya menambahkan.

Ketika aku hendak akan mengajukan pertanyaan, ia pun terus berbicara, sehingga aku hanya terperanga dan kembali menyimak ceritanya.

”Dan, yang ibu ku selalu katakan ‘hidup harus berarti buat banyak orang, karena pada saat kita kembali kepada Sang Pencipta tidak ada yang kita bawa, hanya satu yang kita bawa yaitu Kasih kepada sesama serta Amal dan Perbuatan baik kita, kalau hari ini kita bisa mengamalkan sesuatu yang baik buat banyak orang, kenapa kita harus tunda.”

Dengan tertegun dan harus aku akui, sungguh jawaban yang sangat menyentuh dan bermakna sangat dalam. Karena jarang sekali anak seusianya, berani mengatakan dan mengerti apa yang telah Ibunya sampaikan kepadanya.

Kemudian ia pun melanjutkan ceritanya.

”Karena menurut ibuku umur manusia terlalu singkat, hari ini kita memiliki segalanya, namun satu jam kemudian atau besok kita dipanggil Sang Pencipta, apa yang kita bawa?” Kata-kata adik kecil ini sangat menusuk hatiku.

Dan, saat itu juga aku merasa menjadi orang yang tidak berguna, bahkan aku merasa tidak lebih dari seonggok sampah yang tidak ada gunanya, dibandingkan adik kecil ini.

Aku yang selama ini merasa menjadi orang yang bekerja lama dan mengarungi kehidupan yang cukup lama mengenyam dunia ini, namun untuk hal seperti ini, aku merasa lebih bodoh dari anak kecil ini, aku malu dan sangat malu.

Ya.. Tuhan, Ampuni aku, ternyata kekayaan, kehebatan dan jabatan tidak mengantarku kepada Mu. Hanya Kasih yang sempurna serta Iman dan Pengharapan kepada-Mu lah yang dapat mengiring ku menuju Surga.

Dalam pikiran ku berkata dengan penuh pikir dan merasakan: “Terima kasih adik kecil, kamu adalah malaikat ku yang menyadarkan aku dari tidur nyenyakku.”

Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu.

Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.

Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.

Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.

Ia tidak bersuka cita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.

Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.

Kasih tidak berkesudahan… Janganlah ragu , mulailah dari sekarang membiasakan diri berbagi dan memberi walaupun itu untuk perkara-perkara kecil.

MALULAH kita kepada ALLAH , berapa besar rizki yang DIA berikan untuk kita dan BERAPA BANYAK yang kita berikan untuk NYA ….?

Semoga kisah ini dapat menjadi renungan yang bermanfaat bagi kita bersama.

Bandung, 13 April 2013

Wallahu’alam Bish Shawab

With Love: Dicky Supriatna

Story Via Mail

Bismillahirrahmanirrahiim..

Sepucuk surat masuk kedalam inbox ku. Perasaan aneh, tidak biasanya, ada sepucuk surat elektronik dari murid yang pernah aku bimbing pada saat aku mengajar di salah satu sekolah menengah di Kota Bandung.

Sepucuk surat yang (barangkali) biasa saja, namun setelah dibaca ulang, sangat menginspirasi di dalamnya, dan merupakan ungkapan perasaan dari salah seorang murid ku yang pernah aku bimbing belajarnya.

Berikut kutipan isi surat elektronik tersebut:

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Kepada yang aku kagumi dan memberikan semangat kepadaku, kepada temen-temen di kelas IX G, walau saat sekarang tidak bersama kami disini mengajar, Bapak Dicky Supriatna.

Semoga Bapak dalam keadaan sehat wal afiat dan selalu dalam lindungan Allah Swt. Aamiin.

Pak, aku dan teman-teman di sekolah, mohon doa dan bantuan semangat dari Bapak untuk hadir kembali disini bersama kami di kelas. Agak aneh mungkin ya Pak? Tapi, itulah yang saat ini kami harapkan dari Bapak.

Mohon maaf sudah menggangu aktivitas Bapak dan menyita sejenak waktu Bapak untuk membaca email dariku.

Ngak apa to the point aja ya Pak? Hehehe

Saat sekarang, kami sedang persiapan menuju Ujian Nasional Pak, dan kami di kelas bisa dibilang stres bercampur dengan tegang, karena dalam pikiran dan pundak kami berat rasanya ketika berhadapan dengan dua huruf yang membuat kami terasa tertekan, Pak.

Aku dan temen-temen lagi nyoba resep yang pernah Bapak berikan kepada kami, pada saat Bapak mengajar waktu itu. Mungkin Bapak lupa atau sudah melupakan Pak? Hehe..becanda Pak.

Bapak pernah bilang sama kita semua di kelas, tapi versinya aku ubah begini ya Pak:

Aku: “Pak, apakah ketika kita belajar itu harus serius ya Pak?”

Bapak: “Kalau belajar kita harus tekun, dan jangan jadi beban.”

Aku: “Jadi, kalau gitu bisa aja kita sambil tiduran atau dengerin musik, Pak?”

Bapak: “Belajar, adalah bagian dari kehidupan yang kita jalani. Dan selama kita hidup di dunia ini adalah belajar. Belajar tentang apapun yang kita lihat, kita rasakan, kita sentuh, dan semua yang telah Allah anugerahkan kepada kita. Khususnya menuntut ilmu seperti yang saat sekarang sedang  kita lakukan.”

Aku: “Lalu Pak, kalau dalam kehidupan ini kita belajar terus, kapan kita istirahatnya, Pak?”

Bapak: “Kita bisa istirahat di sela-sela kita belajar. Seperti hal nya, ketika kamu belajar di sekolah, pasti ada waktu istirahatnya kan?”

Aku: “Ya Pak. Tapi kalau dalam kehidupan ini kita harus terus belajar, kapan kita istirahatnya, Pak?”

Bapak: “Kamu masih bisa tidur di malam hari?”

Aku: “Bisa Pak. Terus, apakah belajar itu harus terus-menerus Pak?”

Bapak: “Dalam setiap apapun, kita senantiasa belajar. Mulai dari bangun tidur sampai kembali tidur, semua adalah proses belajar.”

Aku: “Begini Pak. Kalau mau menghadapi ujian, kenapa kita selalu dipaksa lebih oleh orangtua kita dalam belajar? Padahal kan setiap hari juga kita sekolah dan belajar kan Pak?”

Bapak: “Ketika kamu belajar extra pada saat mau menghadapi ujian, salah. Justru kamu harusnya sudah siap ketika mau menghadapi ujian. Dan ketika kamu dalam waktu mendekati ujian harus extra belajar karena orangtua, salah juga. Tapi kamu belajar memang benar karena keinginan diri sendiri supaya lebih paham dan mengerti dari apa yang telah Bapak dan guru mata pelajaran lain berikan kepadamu.”

Aku: “Terus, kenapa orangtua kita selalu maksa Pak? Kalau kita ngak belajar lagi, nanti ngak lulus katanya?”

Bapak: “Orangtua kamu tidak memaksa kamu untuk belajar, tetapi memberikan contoh yang baik. Kalau kamu mau belajar, maka kamu akan bisa, tetapi kalau kamu tidak belajar, maka kamu tidak akan bisa.”

Aku: “Buktinya apa Pak, kalau aku bisa atau tidak?”

Bapak: “Kamu bisa berhitung karena apa?”

Aku: “Belajar, Pak.”

Bapak: “Kamu bisa menulis, membaca, dan menggambar, karena apa?”

Aku: “Ya,,,belajar juga.”

Bapak: “Kamu bisa mengerjakan soal pada saat ujian, karena apa?”

Aku: “Ya, belajar juga Pak,,sama.”

Bapak: “Jadi intinya adalah?”

Aku: “Belajar Pak?”

Bapak: “Benar. Karena dengan belajar, kita bisa tahu dan mengerti apa saja yang terjadi di dalam kehidupan ini. Baik itu pelajaran, hubungan kamu dengan orangtua, saudara, keluarga besar, tetangga, dan orang lain.

Dengan belajar, kita akan mengetahui dan mengerti, serta bisa berfikir mana yang baik dan tidak baik. Dan dengan belajar juga, kita bisa mengerti dan memahami.

Belajarlah dari apa yang terjadi pada diri kalian.

Ujian hanyalah sebuah tantangan dalam kalian menuju jenjang yang lebih tinggi.

Bahkan, Allah Swt., menguji umatNya dengan berbagai cara, baik itu kesedihan, kekurangan, kepapaan, kesenangan, kebahagiaan, harta, tahta, pujian, jabatan, dan lain-lain.

Karena dengan ujian lah, kita akan mengetahui apakah kita mampu menyelesaikannya dengan baik, mampu menuntaskannya dengan sempurna, dan mampu menggali potensi untuk tetap rendah hati dan tidak sombong akan apa yang kita sandang.

Allah Swt., selalu memberikan solusi akan apa masalah yang kita dapat. Maka dari itu, Bapak titip untuk kalian semua. Jadilah anak yang membanggakan bagi orangtua kalian, khususnya bagi Sang Maha Pencipta dan Pemilik Kehidupan.

Bapak yakin, kamu bisa menjalani semuanya dengan sempurna dan baik. Selama kamu belajar dari apa yang telah diberikan Bapak dan Ibu guru di sekolah.

Tenang menghadapi semuanya, jangan dijadikan beban berlebih. Justru ketika kamu menjadikan UN adalah beban yang membuat kamu dan temen-temen stres, maka salah.

Aku: “Terima kasih Pak. Bapak memang hebat.”

Bapak: “Yang hebat itu bukan Bapak, tapi kamu. Karena keberanian kamu bertanya itulah yang membuat potensi dirimu muncul.”

Aku: “Berarti kita sama-sama hebat dong Pak?”

Bapak: “Kamu lebih hebat dari Bapak, dan Bapak akan memotivasi kamu supaya jauh lebih hebat.”

Aku: “Asyik,,,aku senang deh Pak. Bapak baik dan mau berbagi cerita dengan aku.”

Bapak: “Sama-sama. Bapak juga senang dan bangga punya murid seperti kamu.”

Aku: “Tapi, Bapak masih mau kesini kan kalau nanti aku sama temen-temen ngundang? Ya Pak,,,Ya,,please….?”

Bapak: “InsyAllah Bapak akan datang, kalau kesempatannya pas, Bapak akan datang kesini lagi.”

…….

Nah, itu Pak yang pernah kita obrolkan dulu waktu di taman sekolah sambil kita duduk di rumput.

Sekarang, aku dan temen-temen dikelas menunggu kedatangan Bapak bersama kami sebelum kami melaksanakan UN. Bisa kan Pak? Semoga Bapak mau meluangkan waktunya untuk kami, dan aku sama temen-temen akan sangat berterima kasih dan senang sekali pastinya Pak.

Semoga kita semua selalu dalam lindunganNya dan selalu diberi kesempatan untuk dapat bersua kembali.

Dari kami yang merindukan dan mengharapkan kehadiran Bapak disini.

F and IX G.

Bandung, 11 April 2013

With Love: Dicky Supriatna

Kasih (dan) Sayang

Inspiring 6

Bagaikan pelangi munculnya setelah hujan reda

Indah berseri mewarnai alam

Burung-burung berterbangan berkicau melantunkan harmoni

Hilanglah alam yang mendung

Damainya di hati bila memandang wajahmu

Manis dengan senyuman istimewa yang tersungging

Begitu lembut terasa di pandang

Dengan lembut tutur bicara yang tertata

Dengan susunan kata yang rapi

Hilanglah sudah kesedihan yang terasa

 

Ketika terkenang akan dirimu

Entah itu suka maupun duka yang dilalui bersama

Terbalut berkait bersama kenangan

Yang pernah bersemayam di diri kita

Menghilangkan perselisihan diantara kita

Menjernihkan kembali suasana keruh di hati

Karena tersiram air kesantunan yang memadamkan bara amarah

Dan hal itulah yang membuat hati kita tetap menyatu

 

Karena Iman akan terasa lebih sempurna dengan kasih sayang

Tidaklah dinamakan seorang insan, tidak sempurna juga iman tersebut

Apabila permusuhan terus berlarut dalam hidup

Karena kasih dan sayang memmbentuk titian rindu

Yang menghubungkan kembali hati yang lama terpisah

Mengeratkan kembali ukhuwah yang lama telah terbina

Bahagia dalam maghfirahNya

Indahnya ketika kita menuai kasih dan sayang

Wallahu’alam bish shawab

Bandung, 04 April 2013; 00.10.35 AM WIB

With Love: Dicky Supriatna

Cinta dan Waktu

Assalamualaikum Warahmatullah…

Bismillahirrahmanirrahiim.

Jam saku

Alkisah di suatu pulau kecil, tinggallah berbagai benda-benda abstrak seperti Cinta, Kesedihan, Kekayaan, Kegembiraan, dan sebagainya. Mereka hidup berdampingan dengan baik.

Namun suatu ketika, datanglah badai menghempas pulau tersebut dan air laut tiba-tiba naik dan akan menenggelamkan pulau tersebut. Semua penghuni pulau berusaha menyelamatkan diri. Cinta sangat kebingungan karena ia tidak dapat berenang dan tak mempunyai perahu. Ia berdiri di tepi pantai mencoba mencari pertolongan, sementara saat itu air laut makin naik membasahi cinta.

lilin-cinta

Tak lama kemudian, Cinta melihat Kekayaan sedang mengayuh perahu. “Kekayaan,,,Kekayaan, tolong aku” Teriak Cinta. Lalu Kekayaan pun menyahut “Maaf Cinta, perahuku sudah penuh dengan harta bendaku. Aku tak dapat membawamu serta, nanti perahu ini akan tenggelam. Lagipula tak ada tempat untukmu di perahuku.” Lalu kekayaan cepat-cepat mengayuh perahunya pergi.

Cinta sedih sekali, namun dilihatnya ada Kegembiraan “Kegembiraan, tolonglah aku!” Cinta berteriak kembali. Namun Kegembiraan terlalu gembira karena ia mendapatkan perahu, sehingga ia tak menghiraukan teriakan Cinta.

Air semakin tinggi dan membasahi Cinta sampai ke pinggangnya dan ia pun semakin panik. Lalu Cinta kembali teriak karena ia melihat Kecantikan. “Kecantikan, bawalah aku bersamamu!.” “Cinta, aku tak dapat membawamu, karena kamu begitu kotor dan basah, nanti perahuku kotor dan tak indah lagi” sahut Kecantikan.

Cinta kembali bersedih, ia pun mulai menangis terisak-isak. Tak lama kemudian ketika ia sedang menangis, datanglah perahu Kesedihan melewatinya. “wahai Kesedihan, tolonglah aku, aku sedih tak ada yang menolongku.” Kata Cinta sambil menangis. Namun apa yang dijawab oleh Kesedihan, “Maaf Cinta, aku sedang sedih dan aku ingin sendirian saja,,,,!.” Kesedihan pun terus mengayuh perahunya dan lambat laun menjauhi Cinta.

Keadaan Cinta semakin tak karuan perasaannya, dan hampir saja ia putus asa. Dalam keadaan tersebut, tiba-tiba datang dengan teriakan kepada Cinta, “Cinta naiklah ke perahuku cepat, sebelum kamu nanti tenggelam!” Cinta menoleh kea rah sura tadi dan tanpa pikir panjang, ia pun naik ke perahu tersebut. Namun ia tak bertanya kepada pengemudi kapal tersebut, karena ia merasa kelelahan.

Sesaat ia tertidur, dan seketika itu pula ia tersadar, Cinta mulai bingung karena tidak menemukan siapa yang menolongnya, yang ia tahu sekarang ia tetap hidup dan terdampar di pulau yang asing baginya. Lalu ia pun berjalan menyusuri pantai sambil melihat orang-orang yang lalu lalang di sekitar pesisir pantai. Cinta pun memberanikan diri untuk menanyakan dimana ia sekarang dan siapa orang yang telah menyelamatkannya.

Cinta segera menanyakan kepada seorang penduduk, “Siapa yang telah menyelamatkanku dan dimana aku ini?” Tanya Cinta. Lalu dijawablah oleh penduduk tersebut, “Kamu sekarang ada di pulau yang belum pernah kamu alami dan tak terbayangkan sebelumnya olehmu, dan yang menyelamatkanmu dari semua ini adalah Waktu.”

Cinta heran, dan ia pun menyanggahnya, ”Tapi, mengapa ia menyelamatkanku? Sementara aku atak mengenal dia, di sisi lain teman-teman yang aku kenal tak mau menolongku, mengapa ia mau menolongku?” Lalu penduduk tadi menjawab: “hanya Waktu-lah yang tahu berapa nilai sesungguhnya Cinta.”

 

Wallahu’alam bish’shawab.       Bandung, 24 April 2012.      With Love: Dicky Supriatna

Pengikat Hati

Assalamu’alaikum Warahmatullah…

Bismillahirrahmanirrahiim

Mari kita samakan terlebih dahulu pikiran kita pada sebuah kerangka (frame) yang sama. Aku sedang duduk sembari membuka telepon genggang, dan memuka pesan yang masuk melalui surat elektronik (email.)

Beberapa waktu lalu ada surel yang masuk, secuplik di antara isinya:

“Ukhuwah itu bukan terletak pada pertemuan, bukan pada manisnya ucapan bibir tapi terletak pada ingatan seseorang terhadap saudaranya di dalam do’anya.” (Al-Ghazali)

 

Sejenak setelah membaca surel itu aku merenung……

Sudahkah kita mengingat saudara kita dalam doa-doa kita? Memang, kadang kita mempersempit pemaknaan Ukhuwah hanya sebatas sering atau tidaknya kita berinteraksi, mengirim sms taushiyah, saling mengirimkan ucapan-ucapan indah. Namun kadang kita lupa menyertakan saudara seiman kita dalam bait-bait doa yang kita munajatkan pada-Nya. Dan memang mendoakan sesama muslim tanpa sepengetahuan orangnya adalah salah satu hal yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Lantas, seperti apa hakikat ukhuwah itu?

Hakikat dalam Ukhuwah Islamiyah itu sendiri di antaranya merupakan salah satu nikmat Allah yang tidak semua orang bisa merasakannya. seperti dalam Surat Cinta-Nya di Surat Ali Imran ayat 103: ”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”

 

Ukhuwah ini sangat erat kaitannya dengan hati. Lahan garapannya adalah hati. Namun ingatkah kita bahwa siapa pemilik hati ini?? Dia-lah Rabb yang Maha membolak-balikkan hati manusia. Dia-lah Rabb yang memiliki hati-hati ini, Dia-lah Rabb Yang Menggenggam hati kita, yang Mengikat hati kita, Dia-lah Allah Sang Pemersatu hati. Maka seperti dalam firmannya di surat Al-Anfal 63: “dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana.”

 

Maka, jika berbicara soal hati, kembalikan-lah pada Sang Pemilik hati ini. Ingatlah bahwa Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah. Maka kirimkan bait-bait Rabithah cinta pada saudara kita saat tetes embun fajar mulai menitik, saat petang mulai meronakan merah di cakrawala, saat sujud sepertiga malam terakhir bersama Sang Maha Cinta…

Wallahu’alam bish shawab

Bandung, 02 Maret 2013. 1710.05 PM WIB

With Love: Dicky Supriatna

Sedekah (Give)

sedekah

Hari itu tepat pada Minggu pagi, aku mengajak anak angkatku yang berusia 5 tahun, panggilannya ‘Kakang’ dari tempat penitipan menuju ke  arena kawasan bebas kendaraan (Car Free Day) di Kota Jakarta.

Kami pun berpamitan kepada pengajar tempat dimana Kakang biasa belajar, seraya dia mencium tangan sang guru sambil berkata: “Bu guru, aku mau jalan-jalan sama ayah dulu ya? Nanti Bu guru mau dibawakan apa ama aku?” Tanya kakang kepada sang guru sambil bola matanya menatap kepada mata sang guru yang dimaksud.

Lalu guru tersebut menjawab: “Bu guru tidak meminta apa-apa kakang,,,titip saja semoga kamu sama ayahmu senang selama bersama, ya?” Seraya matanya tertuju pada retina kakang.

Ok deh bu guru, kalau gitu kita permisi dulu ya? Assalamualaikum….” Tandas kakang sambil mencium tangan gurunya dan bergegas masuk kendaraan, tanpa melihat aku sedang ada disampingnya.

Lalu, aku pun berpamitan pada gurunya kakang: “Kalau begitu, kami permisi berangkat bu guru, terima kasih sudah mengizinkan saya untuk bisa mengajak kakang bermain di luar sekolah. Assalamu’alaikum Warahmatullah..” Sambil tersenyum dan mengakhiri percakapan.

Iya sama-sama pak, lagi pula dia juga boleh kok sekali-kali main bersama ayahnya, pak. Heu…Waalaikumsalam warahmatullah pak.” Jawab Bu guru.

Lalu aku pun masuk di dalam kendaraan tepat di belakang kemudi.

Sepanjang jalan, kami saling bercerita tentang aktivitas kami masing-masing.

Aku yang mengawali percakapan ini. Tanyaku kepada kakang: “Kakang, kemarin-kemarin pas waktu ayah ngak datang, kamu belajar apa di sekolah?

Dia pun menjawab: “Aku belajar berhitung Ay (begitu panggilan dia kepada ayahnya). Terus aku ngak bisa jawab pas itungan yang ada tiga angkanya,,,pusing Ay?..Padahal, aku belajar malemnya,,,eh,,,malah lupa Ay?” Dengan nada kekanak-kanakan nya yang polos dan lucu.

Ya, namanya juga belajar Kang,,,yang penting Kakang tahu angka, nanti juga bisa semuanya, yang penting Kakang belajar ya? Ngak seperti Ayah, kalau Ayah soal itung-itungan, ngak bagus, malah Bunda yang jago itung-itungan…hehh” Jawabku sambil mengingatkan ia kepada Bundanya. Sambil mengajarkan kepada dia, kalau kita punya kekurangan, harus berjiwa besar memberitahukannya.

Lalu kami pun terus berbincang seputar perjalanan menuju car free day sampai pada akhirnya tiba juga kami di tempat parkir dan kami pun keluar kendaraan lalu menguncinya, dan aku pun langsung memegang tangan anakku dengan mesra, dan kami pun berjalan bergandengan dengan mesra, dan kadang-kadang diayunkan. Namun, kadang juga dia minta digendong baru jalan sedikit saja. Heuhh…

Sepanjang di kawasan bebas kendaraan, aku mengajak anakku berjalan melihat aktivitas orang-orang sekitar, dan begitu terkejutnya aku ketika ia meminta uang kepadaku sambil agak memaksa dengan menarik tanganku seraya berkata: “Ay,,Ay,,,Sini deh,,aku minta uang Rp 10.000 aja,,,Ay…bolehkan?” Sambil dengan tangan ditarik dan wajahnya yang agak berkerut di dahinya sambil mengajak aku untuk memaksa ikut mengikuti kemana ia mau tuju.

Dan aku pun menjawab: “Iya boleh sebentar,,,kamu kok maksa gitu ama Ayah?…Sebentar dong sabar nak…Ayah keluarkan dulu uangnya di dompet yah?…” Lalu aku pun mengeluarkan dompet di dalam saku celanaku, sambil mengeluarkan uang sejumlah yang ia minta.

Setelah itu aku berikan uang itu kepadanya, dan ia pun menerima uang itu langsung berlari ke arah pengemis yang berada tidak jauh dari tempat kami duduk tadi. Rupanya ia hendak memberikan sedekah kepada orang tersebut. Dan aku pun mencoba mengikuti larinya yang kecil-kecil, sambil aku dengarkan ketika ia memberikan uang itu kepada pengemis tersebut: “Ini Pak, buat Bapak. Semoga bermanfaat ya Pak?” Dengan senyum senang ketika ia memberinya.

Kemudian pengemis tersebut membalas apa yang telah ia berikan kepadanya: “Terima kasih ya de? Kamu baik mau memberikan rezekimu kepada Bapak. Bapak doakan, semoga kamu jadi anak yang sholeh, mudah rezekinya dan dibalas dengan pahala yang berlipat dari Allah Swt.

Dan Kakang pun menjawab dengan sigap: “Sama-sama Pak, aku memberikan uang itu karena aku yakin kalau Bapak memerlukan uang itu…Makanya tadi aku minta ama ayahku. Makasih doanya ya Pak?…Assalamu’alaikum….” Sebuah ungkapan polos dari seorang anak kecil yang lugu dan penuh makna yang mendalam.

Singkat cerita, kami pun mulai meninggalkan arena bebas kendaraan dan menuju tempat parkir dimana aku memarkirkan kendaran tadi. Seperti biasa, ia minta di gendong di atas pundak, sambil di pegang kakinya, karena tangannya sudah memegang makanan gula-gula kesukaannya…..Sesampainya di kendaraan, aku pun langsung laju kendaraan jalan.

Dan di tengah perjalanan, aku mulai bertanya kepada anakku, tentang hal yang tadi dia lakukan kepada pengemis tadi.

Oya Kakang,,Ayah mau tanya nih…Tadi kamu minta uang Rp 10.000, kok kamu tau kalau uang yang Ayah berikan jumlahnya Rp 10.000?” Tanyaku sambil tersenyum.

Lalu ia pun menjawab sambil memakan gula-gula di mulutnya dan sedikit agak bergumam: “Ya tau dong Ay,,kan Bu Guru ngajarin aku tentang angka,,,kalau yang ribuan itu, jumlahnya lebih besar dari ratusan,,makanya aku minta uang ama Ayah sepuluh ribu…hehhh..wew…” Sambil diakhiri dengan menjulurkan lidahnya keluar, maksudnya bercanda sama ayahnya.

Nah kalau Kakang tau kalau ribuan itu lebih besar dari ratusan,,,terus kenapa kamu berikan uang Rp 10.000 tadi sama Bapak tadi?” Tanyaku mulai menjurus pada hal yang dimaksudkan.

Dia pun kembali menjawab dengan cepat: “Kalau dia saja mau menerima pemberian Ayah yang sedikit dengan ikhlas, kenapa Ayah tidak ikhlas memberikan yang sedikit pada dia Ay?” Dia balik bertanya kepadaku…Sambil matanya menatap kearahku.

Ayah bangga sama kamu Kang. Kakang sudah bisa memberikan dengan ikhlas dan mau peduli kepada orang lain. Ayah harus belajar lagi sama Kakang supaya lebih ikhlas dalam memberi ya Nak?…Nanti tiap Ayah pulang, kita beli makanan dan yang lain-lain, untuk teman-teman Kakang di sekolah juga ya, dan setiap satu bulan sekali, Kakang sama temen-temen dan Ibu Guru, kita belanja kebutuhan sehari-hari, terus kita berikan sama saudara-saudara kita yang lebih membutuhkan Nak?…Gimana ide Ayah,,kamu mau ikut sama Ayah dan temen-temen di sekolah kamu?” Jawabku sambil menahan air mata ini, karena terharu mendengar jawaban dari anakku sendiri yang begitu indah dan mengalahkan alunan melodi sehebat ciptaan maestro ternama yang terukir dalam partitur-partitur not balok yang tersusun rapi.

Dan ia pun dengan girang menjawab: “Bener Ay? Ayah beneran mau ajak aku, bu guru, ama temen-temen buat bagi-bagi uang Ay?” Sambil wajahnya penuh dengan gula-gula dan mata yang melotot senang, girang campur aduk rasa gembira menyertai yang terpancar dari aura tubuhnya.

Bukan bagi-bagi uang Nak,,,,tapi namanya bersedekah sayang..” Sambil aku mengusap pipinya yang ‘cemong’ karena gula-gula dengan sapu tangan dan senyuman simpul manis teriring dari ayahnya.

Dan ia pun bersorak di dalam kendaraan: “Asyik,,asyik,,,asyik,,,Makasih ya Ay,,,Aku sayang Ayah.” Katanya sambil mencium pipi kiriku.

Ya Nak,,,Ayah juga sayang Kakang. I  Love You Honey…Mmuah..” Sambil sebentar aku lihat ke spion kanan, setelah kosong dan aman untuk berhenti sementara, aku pinggirkan kendaraanku, dan melepaskan sabuk pengaman, kemudian mencium kedua pipinya, kening, hidung, dan memeluknya.

——————————

Semoga kita bisa memetik hikmah dari cerita di atas.

Wallahu’alam bish shawab

Bandung, 02 April 2013; 06.59.40 AM. WIB

With Love: Dicky Supriatna

Pandangan (Persepsi)

Image

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Bismillahirrahmanirrahiim..

Kali ini, izinkan aku untuk bercerita tentang pandangan (persepsi) yang terdapat di dalam benak dua insan yang berbeda strata.

Alkisah, seorang pengusaha kaya sedang duduk di dalam mobil mewah yang memiliki fitur sangat fantastis dalam memenuhi standar kenyamanan dan keselamatan dalam berkendara. Di dalam mobil tersebut, pengusaha tampak bingung menghadapi pergumulan masalah yang sedang dihadapinya semula dari bulan kemarin, ia sedang memikirkan bagaimana langkah yang harus ditempuh diantara dua pilihan yang keduanya sangat menentukan karier dia di kemudian harinya.

Dia resah dan terjerembab dalam lubang pikiran yang tak kunjung menemukan solusi yang terbaik ketika menjadi seorang problem solving dan decission maker akan perusahaan yang ia pimpin.

Permasalahan yang sedang berkecamuk dalam pikirannya adalah, ia harus menghadiri presentasi tentang sebuah mega proyek yang nilainya sangat besar pada saat yang sama, waktu yang sama, namun yang membedakan adalah tempatnya. Satu pertemuan di tanah air, sementara satu lagi di luar negeri.

Kedua mega proyek tersebut harus ia sendiri yang menghadiri dan menandatangani nota kesepahamannya (Memorandum of Understanding), karena ia sebagai pucuk pimpinannya dan tidak bisa diwakilkan kepada siapapun.

Ketika mobil yang ia tumpangi berhenti pas di persimpangan lampu pengatur lalu lintas, karena berwarna merah. Kemudian ia menoleh ke samping jendela, dan nampaklah seorang kakek tua pengayuh becak sedang tidur terlelap di dalam kabin becaknya, nampak jelas ketenangan dalam tidur walau bising kendaraan yang lalu lalang melintasi persimpangan tersebut, nampak tak bergeming dan sangat tenang…..sekali.

Muncullah persepsi dari sang pengusaha tersebut dalam benaknya berbicara:

Begitu nikmatnya Bapak tua itu tidur terlelap, walau bising kendaraan lalu lalang, dan dia tenang sekali tanpa beban, sambil menunggu penumpang datang, ia bisa tertidur disana. Ouh,,,kenapa aku tidak bisa selelap itu ya setiap hari?” Gumam pikirannya.

Kemudian, ia menghela nafas sambil melanjutkan persepsi yang ada dalam pikirannya melalui visualisasi yang diterima dari retina matanya: “Andai aku bisa tenang seperti Bapak tua itu, tenang tidur, tanpa beban, tanpa harus memikirkan beban yang saat ini aku hadapi?,,,,ehm..rasanya nikmat dunia ini,,,oh…indahnya….tanpa aku harus memikirkan karyawan, presentasi proposal, dan mengerjakan proyek-proyek yang harus aku pikirkan. Kalau hanya mengayuh becak saja sih,,,aku juga bisa….” Sembari menghela nafas dan sesekali menelan air liurnya sendiri.

NAMUN,,,,,,di sisi lain, ternyata Bapak tua pengayuh becak tersebut, sedikit mengintip matanya di sela tidurnya, sambil bergumam dalam pikirannya: “Andai aku bisa ada di dalam mobil mewah itu, pasti aku tidak kepanasan dan kena debu, karena sejuk ada pendingin ruangan di dalamnya,,,,serta tidak kekurangan uang untuk memenuhi kebutuhan keluargaku setiap hari….ehm..

;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;

Lalu, apakah pikiran kita (manusia) sama ketika melihat di sekeliling kita yang keadaannya berbeda, baik dari segi fisik, ekonomi, strata, bahkan agama sekalipun?

Sambil menghela nafas, ia pun melanjutkan apa yang masih tersisa dalam kepingan pikiran dari apa yang ia perhatikan: “Kalau aku jadi pengusaha, aku tak mungkin mengayuh becak tua ini, mungkin aku akan jadi pengusaha kaya raya seperti orang yang ada di dalam mobil itu, ahhhh entah kapan itu akan terjadi dalam hidupku..” Gumamnya.

Belum tentu, jawabannya.

Karena bisa kita lihat dari dua insan yang sama-sama manusia namun berbeda cara memandang dan cara pandangnya. Padahal mereka sama-sama memiliki masalah dalam kehidupannya, namun permasalahan yang mereka hadapi berbeda.

Lalu, apakah kita akan selalu memperdebatkan satu hal karena berbeda pendapat, bahkan pendapat tersebut hanya sebagai pelengkap dalam diri kita untuk beribadah kepadaNya.

Apabila dalam persepsi dua insan manusia yang sama-sama memikirkan masalah, namun dengan kasus yang berbeda, (kadangkala) sering menganalogikan dengan orang lain yang notabene berbeda dengan kita dalam menyikapi permasalahan yang dihadapinya.

So, if you have two option to decided beetwen:

1. Focus on problem? or

2. Focus on sollution?

The choice is your’s.

“A pessimist see’s difficulty in every opportunity. An Optimist see’s opportunity in every difficulty”

Wallahu’alam bish’shawab

With Love: Dicky Supriatna

Bandung, 02 April 2013. 05.47.40 AM.

Segelas Susu Eps.8

Bismillaahirrahmanirrahiim

Take off plane

 

Long time no see guys,,,,,semoga kita semua selalu dalam keadaan yang dilindungi oleh Sang Maha Pemiliki Kehidupan dan Pemberi nafas hidup.

Nice to see you again….

Untuk kembali mengingatkan pada cerita sebelumnya, lebih detailnya bisa dilihat kembali pada Segelas Susu Eps.7

Kemudian Rausan pun berangkat pulang menuju rumah untuk bersiap-siap membenahi seluruh perlengkapan yang ia miliki yang akan berguna selama ia tinggal disana, sementara rumah yang sekarang ia tinggali, ia serahkan sementara kepada penjaga kebunnya yang selama ini selalu loyal kepada keluarganya.

Lalu ia pun berangkat menuju bandara untuk segera check in keberangkatan. Singkat cerita, pesawat sudah siap untuk take off dan ia pun mulai berdoa untuk keselamatannya selama perjalanan semoga seluruh penumpang dan awaknya selamat sampai tujuan.

Kemudian ia duduk pas di samping jendela sebelah kiri, dan tepat di samping kanannya adalah seorang wanita muda yang sama melakukan perjalanan ke Australia juga. Untuk ‘mengisi’ sebuah perjalanan, Rausan pun mulai melakukan pembicaraan yang lazimnya orang pertama kali bertegur sapa dan berkenalan.

Hello. Nice to see you. Let me introduce my self, I’m Rausan from Indonesia.” Rausan membuka pembicaraan sambil menatap mata dan menghulurkan tangannya untuk berjabatan.

Dan wanita muda tersebut pun tersenyum sembari menatap kembali wajah dan mata dr. Rausan, seraya mengatakan: “Hello there. I’m Dinda. Saya juga dari Indonesia kok?” Sambil tersungging senyuman dari lekukan bibir masnisnya  dengan paras putih rambut hitam panjang tergerai dan campuran wajah indo yang sangat anggun rupawan, dengan dibalut pakaian long dress berwarna biru langit dengan selendang wol yang melekat melingkari menutup bagian lehernya.

Wajah kaget dan sedikit malu tampak dari wajah Rausan sambil matanya agak terperanga mendengar jawaban dari Dinda. Dan ia hanya bisa tersenyum saja.

Lalu mereka pun terlibat perbincangan seputar perjalanan yang mereka lakukan serta aktivitas dari masing-masing sampai pada akhirnya mereka saling  bertukar informasi data melalui surat elektronik (email) dan no kontak masing-masing.

Saking asyik nya mereka berbincang, tanpa terasa perjalanan pun sudah siap untuk landing di bandara Kingsford Smith.

Setibanya di bandara, Rausan pun mulai mengeluarkan telepon genggamnya dan segera menyalakannya, serta mencari nama tante sofie di phone book nya, untuk segera diberitahu kalau ia sudah tiba di negeri kangguru tersebut. 

Nada sambung pun mulai terhubung: “Tut….Tut…Tut……….Tut…Tut…Tut…….Tut…Tut…Tut, Hello, Sofie here?” Terdengar suara di ujung speaker telepon genggam Rausan yang tepat menempel di telinga sebelah kanan nya.

Rausan pun langusng menjawab dengan khas nya: “Assalamu’alaikum Warahmatullah…Tante, aku Rausan.” Jawabnya.

Waalaikumsalam warahmatullah. Oh, kamu Rausan. Sudah arrive at the airport now?” Jawab Tante Sofie.

Benar tante, aku baru saja landing. Oya Tant, much better if I go there by taxi here, so you don’t have to pick me up here.” Jawab Rausan, sambil berfikir sebelumnya tak mau merepotkan Tantenya, sembari ia bisa menikmati suasana negeri yang mempunyai suku aborigin tersebut.

Dan Tante Sofie pun menjawabnya: “Ok there Rausan. I’ll wait for your coming at my house. Just give the adress to driver, he knew it. So, I can prepare here while wait for your coming.

Ok Tant, just relax and wait for my coming. Assalamu’alaikum Warahmatullah…” Jawab Rausan dengan mantap.

Setelah mendengar salam dari keponakannya, Tante Sofie pun menjawab: “Waalaikumsalam Warahmatullah..” Dengan dilanjutkan meletakkan gagang telepon yang ia pegang.

Lalu Rausan pun menghampiri taxi dan masuk lalu menunjukkan alamat yang akan dituju kepada supir taxi tersebut, tanpa terlibat perbincangan sepatah kata pun. Dan supir tersebut hanya menganggukan kepalanya tanda ia mengetahui kemana penumpang yang ia akan antarkan menuju tempat tujuannya, sambil menyetel argo pada taxinya yang ia kendarai. Dan kendaraan pun melaju melintasi jalan-jalan sepanjang kota dengan senjata khas boomerang nya.

Mau tahu apakah yang Rausan lihat sepanjang perjalanan di negara tetangga yang ber ibu kota kan Brisbane tersebut?

Wait and see what will happen….See you soon…

Bandung, 23 Maret 2013                                                  With Love: Dicky Supriatna

Anak-anak

Anak bermain

Apa yang terbersit dalam benak kita ketika mendengar, melihat, dan memikirkan dua kata judul di atas?

Banyak hal dan banyak persepsi tentunya, mulai dari ungkapan senang, rasa gemas, dan (barangkali) kesel, sulit diatur, nakal, dan lain sebagainya.

Namun ada hal yang barangkali kita belum telaah kembali, bahwasannya anak-anak secara fitrahnya perlu dan harus penuh bimbingan dari orangtua. Seyogyanya orangtua pun harus menjadi panutan yang baik bagi anaknya bukan dengan “topeng” status ayah atau ibu belaka.

Ketika kita sekarang telah memiliki anak (bagi yang sudah menikah dan memiliki), pernahkah kita bertanya pada orangtua kita, kalau dulu waktu kita kecil apakah seperti anak-anak kita? Atau pernahkah kita membayangkan sebelumnya, apabila nanti punya anak akan di rawat, di jaga, di asuh dan diberikan kebutuhan jasmani rohani yang sangat extra ordinary and extra give?

Jawabannya ada dalam diri kita masing-masing dan bisa dirasakan oleh anak-anak kita sendiri tentunya, kelak ketika ia telah menjadi seorang manusia dewasa.

Nah, terlepas dari semua itu, ada beberapa hal yang sebetulnya secara logika pemikiran orang dewasa, tentu sangat mencolok hal yang signifikan dalam hal berfikir. Contoh kecil saja yang sering terjadi dan dilakukan anak-anak ketika bermain.

Seringkali orangtua ‘lebih’ nyaman mengatakan TIDAk atau JANGAN akan hal-hal yang sebenarnya tidak pada tempatnya kita mengucapkan kata-kata itu pada mereka. Mau contoh?…

Kata-kata apa yang akan kita ucapkan kepada anak kita ketika anak kita bermain air di gelas di atas karpet dan menjatuhkannya sampai basah di karpet? Manakah yang akan kita katakan:

Apakah: “Aduuuh,,,tuh kan Bunda sudah bilang, kalau bawa air di gelas itu jangan sampai penuh, jadi karpetnya basah kan? Nanti Bunda juga yang cape harus keringkannya.

Atau: “Wah, tumpah ya Nak airnya? Yuk kita sama-sama bersihakn pake lap, ayo bantu Bunda ya? Biar nanti kamu bisa main lagi disini dan tidak basah ke baju sama celanamu. Nah, nanti kalau bawa air di gelas, tidak sampai penuh ya? Jadi biar bisa langsung kamu minum.

Contoh lain. Pada saat anak-anak kita bermain tanah dan tidak memakai alas kaki? Apakah yang akan kita katakan:

Apakah: “Aduh Nak,,,kamu tuh ya,,kan Bunda sudah bilang jangan main tanah, nanti kamu kotor dan kuman masuk ke kukumu, mana ngak pake sandal lagi?…Heuhh, kamu tuh susah ya Bunda bilangin, bandel banget sih!”.

Atau: “Nak, wah hebat kamu? Lagi nyari apa di tanah? Nanti kalau sudah selesai mainnya, kita cuci tangan, cuci kaki, dan sekalian mandi ya? Supaya kamu bersih, ganteng/cantik, dan kamu tetep sehat, pake sabun mandinya ya? Ayo, bereskan dulu mainnya yang tenang ya Nak?

…………..

Dari kedua jawaban diatas, adalah kalimat yang (kadang) kita lontarkan kepada anak-anak kita, baik secara sadar maupun lupa lagi.

Pada dasarnya, anak-anak adalah dalam proses pembelajaran dan perkembangan, sehingga pada saat itulah ia explore‘ di sekelilingnya dan tanpa mengetahui apa yang ia raba, cium, memegang, melangkah, dan duduk.

Selama hal tersebut tidak membahayakan bagi anak kita, lebih baik biarkan ia menjelajah dengan apa yang sedang ia lakukan, dan kita sebagai orangtua mengawasi jangan sampai terjadi efek-efek berbahaya, kalau sekiranya sudah terlihat membahayakan, barulah kita ambil dan berikan penjelasan secara persuasif kepada mereka.

Serta, kurangi kata “JANGAN‘” atau “TIDAK BOLEH” pada hal-hal yang masih dalam ambang kewajaran, tetapi gantilah kata tersebut dengan yang lain, seperti: “Boleh, tapi sekarang kamu belum waktunya ya sayang?” atau “Kamu mau main pisau nak? Pisau bukan mainan ya sayang, jadi lebih baik main yang lain ya? Bunda punya mainan lain yang bagus, kamu mau tahu?

Dengan melihat reaksi kita (orangtua) pada saat mendidik anak-anaknya, maka anak pun akan memberikan respon yang sama bukan panik atau malah takut. Dan di saat itulah kita bisa bangun karakter anak yang bertanggung jawab serta memberikan fokus pada solusi bukan masalah.

Peristiwa-peristiwa yang menurut orangtua “SALAH” dimata anak-anak tidak, karena sejatinya mereka sedang menjelajah akan akan apa yang tidak ia ketahui sebelumnya, dan di situlah letak proses belajar dari kedua mahluk Tuhan dengan menyandang status Anak dan Orangtua.

Semoga kita bisa mengajarkan hal-hal yang lebih positif dan baik bagi anak-anak kita, sehingga anak kita bisa menjadi yang terbaik baik dirinya, orangtua, keluarga, bangsa, dan yang lebih utama adalah kepada Agamanya.

Wallahu’alam bish shawab

Bandung, 22 Maret 2013. 00 30. 45 WIB

With Love: Dicky Supriatna

Cerita Dalam Perjalanan

ImagePerjalanan yang ditempuh dari Jakarta ke Bandung, sudah sangat dekat jarak tempuhnya dengan dibangunnya jalan tol Cipularang. Waktu tempuh pun semakin bisa direduksi, serta banyak cerita dan kisah dibalik perjalanan sepanjang jalan tol tersebut, dan dicurahkannya dalam bentuk yang sangat beraneka ragam. Lain hal nya dengan pengalamanku sewaktu perjalanan melintasi jalan tol dengan panjang lintasan mencapai ±54 km.

Perjalanan dimulai dari daerah sekitar Tangerang Selatan, aku naik salah satu travel agent yang biasa aku pergunakan kala aku pulang pergi menuju ke tempat ini. Kemudian masuklah keluarga bahagia yang terdiri dari seorang ayah, ibu dan satu anak laki-lakinya sekitar 7 atau 8 tahun, mereka duduk di belakang kursi tempat dudukku. Selang waktu berjalan, aku mencoba untuk menikmati perjalanan biasanya dengan mendengarkan music dengan menggunakan ear phone ku, namun hari itu aku lupa membawa alat komunikasiku, sehingga aku hanya bisa sambil membaca buku dan menikmati indahnya suasana diluar sana dibalik kaca mobil.

Tak lama kemudian, tanpa disengaja aku mendengar percakapan antara mereka bertiga, yang di awali oleh sang anak laki-lakinya.

Kata sang anak: “Ibu, temanku tadi cerita kalau Ibunya selalu membiarkan tangannya sendiri digigit nyamuk, supaya dia tidak tergigit. Apa Ibu juga demikian kalau aku sedang tidur, Bu?

Jawab sang Ibu: “Tidak Nak, Ibu tidak akan membiarkan tangan Ibu atau tangan kamu tergigit nyamuk, tapi Ibu dan Ayah akan melindungimu supaya sepanjang malam, supaya nyamuk tidak sampai menggit kamu, Nak.

Ditambahkan oleh sang ayah: “Benar Nak, Ayah akan memberikan kamu tempat yang dimana nyamuk itu tidak bisa menggigit kamu.

Keheningan sejenak setelah anak itu mendengar jawaban dari orangtua nya, namun kemudian ia bertanya lagi kepada orangtua nya.

Tanya sang anak: “Terus Yah, kalau temanku yang satu lagi begini Yah, Bu. Katanya Ayah dan Ibunya rela tidak makan supaya anak-anaknya bisa makan dan tetap kenyang. Kalau Ayah dan Ibu bagaimana?

Jawab sang Ayah: “Ayah akan berusaha sekuat tenaga Ayah, supaya kita semua bisa makan dan kenyang bersama, Nak.

Tambah sang Ibu:”Ibu juga akan membuatkan kamu dan Ayah masak yang terbaik dan terlezat, jadi kamu tidak harus sulit makan karena melihat Ayah dan Ibu tidak makan. Jadi, kita bisa selalu bersama-sama makan.

Anak tadi pun tersenyum simpul. Sambil mengatakan:”Terima kasih Ayah, Ibu, kalau dengar apa yang Ayah dan Ibu bilang tadi, aku senang deh, mau kan Ayah dan Ibu peluk aku?

Sambil berpelukan, Ibunya mengatakan:”Nak, Ibu akan mendidikmu supaya kamu bisa berdiri kokoh di atas kakimu sendiri, agar kamu nantinya tidak sampai jatuh sampai sakit, supaya kamu bisa belajar benar-benar tentang arti menjadi orangtua bagi anakmu kelak kamu dewasa.

Dan sang Ayah menambahkan:”Benar apa kata Ibumu Nak, Ayah dan Ibu akan memberimu kebahagiaan yang harus sama-sama kita rasakan, dan kamu bisa menjadi anak yang bisa menjadi teladan bagi agamamu, dirimu sendiri dan orangtuamu, syukur-syukur kamu bisa memberikan kesempatan terbaik bagi bangsa dan Negaramu, dengan sikapmu.

…….

Tidak sedikit orangtua yang rela berkorban demi sang buah hatinya merasakan kesenangan dan kenikmatan duniawi. Namun tidak sedikit juga orangtua yang mengajarkan kepada sang buah hatinya untuk bersikap mandiri dan mengajarkan kedewasaan sedari dini dengan mengajarkan kepada mereka untuk berfikir tentang apa yang akan dijalankan oleh sang buah hatinya dalam meniti kehidupan di dunia ini.

Karena perbedaan sudut pandang antara anak dan orangtua, kadangkala hubungan harmonis di keluarga seperti berlian yang sangat mahal harganya, namun secara sadar atau tidak, masing-masing memiliki keterbatasan dalam memahami makdus dan tujuan yang hendak dicapai bersama.

Semoga kita bisa menjadi orangtua yang tidak membuat buah hati kita semakin ‘timpul’ rasa tanggung jawab terhadap kehidupannya, dan bisa menguatkan mental dalam menumbuhkan keberanian karena Allah Swt., karena kebaikan bukan kebatilan dan menurut pada hawa nafsu yang membuat dirinya berfikir dial ah yang paling merasakan segalanya benar.

Selamat menjadi orangtua yang bijak, membentuk karakter buah hatinya dengan mendampingi anak-anaknya di dunia dengan segala yang dikaruniakan Sang Pemilik Kehidupan.

Bandung, 01 Maret 2013             With Love: Dicky Supriatna     Wallahualam Bish Shawab

Segelas Susu Eps.7

Lama tak bersua, di sela senggang ini aku akan melanjutkan cerita yang sudah lama tak terdengar kelanjutannya.

Semoga masih tetap setia dan senantiasa berkunjung.

Berikut adalah salah satu paragraf yang akan me-refresh ingatan kita pada Segelas Susu Eps.6

……

Rausan, Ibu titipkan alamat dan no telpon tante sofie  yang berada di Australia, apabila kamu sempat dan ada kesempatan luang, jenguklah dan kabari tentang keadaan keluarga kita Nak, beliau sangat ingin sekali bertemu denganmu sedari dulu sepeninggal Ayahmu, namun Ibu selalu mengatakan kepadanya, suatu saat pasti ada kesempatannya. Nah barangkali saat inilah saat yang tepat untuk kamu bertemu dengannya nak. Ibu sudah siapkan semua keperluanmu untuk bertemu dengan tante Sofie kelak, semuanya ada di dalam lemari Ibu. Semoga kamu tidak tersinggung dengan semua yang telah Ibu lakukan selama ini nak.

Sampai jumpa kelak ‘disana’ kita bisa berkumpul kembali.

Dari yang menyayangi dan mencintaimu selamanya. Ibu dan Ayahmu.”

Setelah membaca isi surat dari almarhumah Ibunya, maka Rausan pun langsung menuju ke lemari Ibunya untuk mengetahui apa yang telah disiapkannya untuk bertemu tantenya tersebut.

Terkejut sangat! Sebuah kotak yang klasik yang terbuat dari ukiran kayu jati dengan dibalut warna coklat tua yang masih mengkilat warnanya karena terjaga dengan penuh rasa kasih sayang. Ketika ia membuka kotak tersebut, ternyata isinya adalah sebuah surat berharga dari salah satu bank ternama atas nama dirinya sendiri, ditambah beberapa ‘uang’ dalam bentuk kartu sebanyak 10 buah dari masing-masing bank yang berbeda dan atas nama dirinya pula.

Dalam benaknya bertanya-tanya: “Dari mana aku mempunyai semua ini? Padahal sama sekali aku tak pernah punya surat deposito dan beberapa kartu atm sebanyak ini? Apa aku tidak salah lihat?” Berselang ia membuka dan mengeluarkan satu per satu kartu atm dan surat deposito tersebut, ia mendapatkan kembali sepucuk surat yang berada pada tumpukan paling bawah didalam kotak tersebut.

Nak, mohon maaf sekali lagi Ibu tak dapat memberikan yang terbaik dan bukan maksud Ibu untuk tidak menghargai hasil jerih payahmu selama ini untuk keluarga kita. Ibu simpan semua uang hasil pemberianmu selama ini atas nama kamu sendiri tanpa sepengetahuanmu, sekali lagi Ibu mohon maaf nak. Alamat tante Sofie dan keluarga yang di Australia sudah kamu dapatkan? Sekarang hubungi dan cobalah lebih mandiri tanpa kehadiran orangtuamu disana. Ibu senantiasa mendoakan keberadaan serta keberlangsungan hidupmu kelak. Dari yang mencintai dan menyayangimu. Ayah dan Ibu.

Setelah membaca semuanya, terjawablah semua pertanyaan yang ada di dalam benak Rausan, kali ini ia bergegas kedepan dan mengambil telepon genggamnya untuk menelepon dan mengabari tantenya yang berada di Australia.

Tombol nomer telepon pun ditekannya, kemudian terdengar nada yang telah terhubung disana “Tut…Tut..Tut…Tut.” Tak lama berselang, terangkatlah gagang telepon disana dan yang menerimanya adalah suara tante Sofie.

Dalam suara di telepon terdengar: “Hello, good morning, Sofie speaking here. With who I’m speak?

Lantas Rausan pun menjawab dengan memberikan salam pertemuan seperti biasanya: “Assalamualaikum Warahmatullah, Tante Sofie. I’m Rausan, your nephew from Indonesia. Son of Mrs. Mahya and Daughter of Mr. Erwin. You still know me as well, are you?

Tante Sofie yang disana termenung sejenak dan langsung mengingat kembali putaran memori dalam otaknya. Sesaat ingatan tersebut datang kembali muncul ke permukaan, dan dengan nada terbata-bata mengucapkan Bahasa Indonesia yang dahulu menjadi kebiasaannya, namun jarang ia pergunakan karena kebanyakan berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Inggris. “Waalaikumsalam Warahmatullah. Ya,,,Rausan,,,tentu Tante ingat sekarang. Senang sekali dapat mendengar suaramu yang sudah lama tak terdengar di telinga Tante.” Katanya, walau sambil terbata-bata.

Lalu Rausan pun meneruskan kembali percakapan di teleponnya: “Alhamdulillaah, ternyata Tante masih ingat sama aku. Bagaimana kabar Tante disana sekarang?

Kami sekeluarga dalam keadaan sehat and as well as now Rausan. How’s your mother now Rausan?” Tanya Tante Sofie yang belum mengetahui tentang kabar kalau kakak kandungnya telah meninggalkan dunia ini.

Rausan pun menjawab dengan tenang: “Beliau sudah meninggal Tante, dan aku mendapatkan wasiat dari beliau untuk menelepon Tante. Mohon maaf karena aku tidak mengabari Tante tentang meninggalkan Ibuku.

It’s ok Rausan. I’m condolences for your mom.” Kata Tante Sofie.

Lalu Rausan pun melanjutkan percakan dengan hal yang biasa dilakukan layaknya kita baru saja saling sapa terhadap keluarga atau family yang sudah lama tidak berkomunikasi, apalagi hal ini terpisahkan oleh benua.

By the way Tante, I’m planning to visit and stay with your family there. Because now, i’m alone now here. With your permission of your husband of course.” Tanya Rausan kepada tantenya.

Of course Rausan. I’m very happy to heard that. Tante dan Om tentu sangat senang sekali Rausan. Kamu datang saja kemari kapan saja, dan beritahu kami kalau kamu mau berangkat kemari. We’ve discuss for a along time ago and we’re accepting for your coming to our home here.” Kata Tante Sofie.

Lanjut Rausan pun menjawabnya: “Alright then. Aku akan berangkat bulan depan, karena kontrak aku di rumah sakit yang sekarang sudah habis Tante. Lebih lengkapnya, aku akan ceritakan kepada Tante dan keluarga setibanya aku disanaWell, see you there Tante Sofie. Thank you very much. Wassalamu’alaikum Warajmatullah.”

Dan Tante Sofie pun mengakhiri pembicaraan dengan mengucapkan salam, dan menutup telepon.

Singkat cerita, masa kerja kontrak sebagai dokter di rumah sakit yang sekarang Rausan biasa menjalankan aktifitasnya, ia pun berpamitan kepada pimpinan rumah sakit serta rekan sejawat dan beberapa perawat yang terbiasa bekerja sama dengannya. Tanpa ada satu pun yang ia lewatkan.

Setelah ia berpamitan kepada seluruh rekannya di rumah sakit tersebut, ia lantas dipanggil oleh pimpinannya untuk menghadap di ruangannya. Ia pun mendatangi ruangan pimpinannya dan berbincang-bincang dengan pimpinannya tersebut.

Kata pimpinannya: “dr. Rausan. Kami akan kehilangan seorang dokter yang sangat ramah dan sangat baik hati, hal ini kami dapatkan berdasarkan informasi yang saya terima dari rekan-rekan kerja Anda dari pasien yang pernah Anda tangani. Saya berharap suatu saat, sepulang Anda dari Australia nanti, masih mau berkunjung kemari dan masih menganggap kami semua adalah keluarga Anda….Serta, jangan lupa untuk komunikasi dengan saya. Saya akan merindukan Anda dr. Rausan. Sukses selalu.”

Saya sangat tersanjung dengan apa yang telah dokter katakan kepada saya. Saya hanyalah menjalankan tugas saya sesuai dengan profesi saya, dan saya sangat bersyukur mempunyai pimpinan seperti Anda juga dok. Karena berkat Anda dan teman-teman saya disini, saya dapat bekerja sama dengan baik untuk kemajuan rumah sakit ini. Saya berharap suatu saat setelah saya kembali dari Australia, saya ingin melihat rumah sakit ini jauh lebih baik lagi dok. Semoga. Dan saya ucapkan kepada dokter juga, semoga dokter dan keluarga selalu dalam lindungan-Nya. Saya tidak akan melupakan Anda dok, karena dokter dan keluarga sudah menjadi bagian dalam keluarga saya juga. Terima kasih dok. Saya pamit.” Rausan menjawab dengan tenang.

Kemudian, mereka pun berjabat tangan dan saling berpelukan sebagai tanda perpisahan untuk bertemu kembali di lain kesempatan, sambil rasa haru dan bahagia berkecamuk di dalam ekspresi wajah mereka masing-masing.

Kemudian Rausan pun berangkat pulang menuju rumah untuk bersiap-siap membenahi seluruh perlengkapan yang ia miliki yang akan berguna selama ia tinggal disana, sementara rumah yang sekarang ia tinggali, ia serahkan sementara kepada penjaga kebunnya yang selama ini selalu loyal kepada keluarganya.

Lalu ia pun berangkat menuju bandara untuk segera check in keberangkatan.

Bagaimanakah perjalanan Rausan menuju Australia untuk bertemu Tante Sofie, dan apakah yang akan ‘menghiasi’ perjalanan seorang dr. Rausan dari Indonesia menuju Australia?…….Kita akan simak lanjutannya di Segelas Susu Eps.8

Bandung, 24 November 2012

With Love: Dicky Supriatna

PUJIAN TULUS

Bismillahhirahmanirraahiim…

Di sebuah desa di daerah Makassar, terdapat seorang anak yang tengah duduk di sebuah sekolah kecil yang letaknya jauh dari perkotaan. Ia sekarang memasuki kelas IV Sekolah Dasar.

Suatu ketika, di kelasnya sedang berlangsung acara syukuran milad (ulang tahun) guru kelasnya. Semua teman-temannya telah mempersiapkan hadiah-hadiah yang hendak diberikan kepada gurunya sebagai tanda hari ulang tahunnya. Semuanya sangat terbungkus rapi dengan balutan kertas kado yang menarik dan rapi, dengan berbagai ornamen-ornamen cantik menghiasi balutan pembungkusnya.

Nampak wajah sangat tidak bersahabat dari seorang anak ini, karena ia menyembunyikan bingkisan tersebut di dalam tas nya, hal ini dikarenakan ia merasa malu karena sepertinya sangat jauh dari istimewa (menurutnya.)

Tibalah waktu yang sangat mendebarkan dan dinanti oleh seluruh siswa di kelasnya, yaitu memberikan kado kepada sang Guru tercinta. Satu per satu siswa kedepan memberikan kado nya kepada sang Guru tersebut, sambil setelahnya harus membuka isi kado yang diberikannya dan diperlihatkan kepada semuanya agar mereka tahu apa yang diberikannya kepada sang Guru.

Hingga pada akhirnya, tibalah giliran sang anak yang nampak malu dan penuh rasa tidak percaya diri menghadap ke depan sambil memberikan hadiah kepada Gurunya tersebut. Bingkisan tersebut terbalut dari kertas koran yang sudah agak lusuh dan rada kotor. Setelah sampai di depan kelas, ia pun memberikan bingkisan kecil tersebut kepada Gurunya tercinta sambil mendudukan kepalanya karena merasa malu.

Perlahan bingkisan tersebut sudah ada di dalam genggaman sang Guru tersebut, mulai sorak-sorai dari teman-temannya, ada sebagian teman-temannya mengatakan:

Ah, bungkusan jelek dikasih Bu Guru, malu dong?” Kata salah satu temannya…

Yang lainnya ada yang mengatakan: “Malu dong, bingkisan kayak gitu, dikasih sama Bu Guru,,uuuuu

Hal tersebut membuat ia semakin malu dihadapan teman-temannya dan terutama di depan Gurunya. Nampak wajah sedih dan hendak menitikkan air mata akan muncul dan jatuh menepi menuju pipinya. Terlebih ketika semua teman-temannya mengatakan: “Buka,,buka,,buka,,,buka

Kemudian, Guru tersebut membuka sebuah bingkisan yang telah diterima dari murid tersebut, kemudian membukanya. Ternyata isinya adalah sebuah kalung lusuh yang sudah tak bercahaya. Namun seketika, anak ini pun mengatakan kepada Gurunya tersebut dengan nada percaya diri. “Bu, aku tak bisa memberikan yang istimewa pada hari ulang tahun Ibu. Sudilah kiranya Ibu menerima pemberianku ini yang sangat jauh dari sempurna. Kalung ini adalah peninggalan Ibuku yang telah tiada, dan aku memberikannya kepada Ibu karena Ibu adalah sosok pengganti Ibuku yang telah tiada.” Tegasnya.

Lalu Guru tersebut mengenakan kalung tersebut di lehernya seraya mengatakan: “Anakku, Terima kasih. Pemberianmu sangat berarti bagi Ibu. Kalung ini sangat berarti bagimu dan Ibu yakin kamu sangat menyayangi Ibumu. Ibu sangat berterima kasih dan tersanjung dengan apa yang telah kamu katakan, begitu tulus dan penuh cinta nak. Insya Allah, Ibu akan menjadi Ibumu sampai kapanpun. Anak-anak berikan tepukan tangan yang sangat meriah untuk teman kalian ini.” Dan tepukan meriah pun begitu indah terdengar di ruangan kelasnya dengan di iringi senyuman manis, tangis bahagia dan ciuman sayang dari Guru tersebut menepi di keningnya.

Anakku, Ibu akan selalu mendoakanmu untuk kesuksesanmu kelak kamu lulus dari sekolah ini, semoga apa yang kamu cita-citakan tercapai dan diberikan kemudahan kepadamu.” Menyemangati anak tersebut sambil tersenyum.

Selang waktu berjalan, alhasil anak ini pun lulus di sekolah menengah pertama, kemudian ia mengirimi surat kepada gurunya tersebut. Surat tersebut berisi: “…Terima kasih Ibu, berkat doa dan pujian tulus Ibu kepadaku saat hari ulang tahun Ibu waktu aku duduk di kelas IV dahulu, sekarang aku bisa menyelesaikan studi di SMP. Aku mohon doanya dari Ibu, aku akan melanjutkan SMA ku di Kota Jakarta. Alhamdulillaah aku mendapatkan bea siswa dari sekolah untuk melanjutkan ke jenjang SMA. Dari siswamu yang memberikan kalung lusuh kepada Ibu.”

Begitulah isi dari surat yang di layangkan dari anak didiknya yang sekarang sedang berada di luar kota.

Rasa haru dan bangga, dan sambil menitikkan air mata turun dari sang Guru yang dahulu pernah mengajar anak tersebut.

Waktu berjalan kemudian, tak terasa 10 tahun berjalan, Guru tersebut kembali menerima sepucuk surat kembali dari muridnya dahulu yang pernah ia ajar. Sepucuk surat yang di dalamnya terdapat sebuah foto wisuda dari anak didiknya.

Ibuku tercinta. Berkat doa dan motivasi Ibu serta kesediaan Ibu menerima kalung pemberianku pada waktu lampau, hal tersebut masih melekat dalam benakku Bu. Alhamdulillaah aku sekarang telah menyelesaikan studi S2 ku. Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada Ibu dan keluarga Ibu, aku akan melanjutkan studi doktoral ku di Jerman. Dan aku mohon kepada Ibu, untuk bisa ikut bersamaku disana bersama keluarga Ibu semuanya. Dari muridmu yang memberikan kalung lusuh kepada Ibu.” Surat tersebut berisi.

Demikianlah sebuah cerita singkat dari seorang anak kelas IV SD kala itu, yang mendapatkan ‘pujian’ yang kurang baik dari teman-temannya, bahkan bisa dikatakan dipandang sebelah mata oleh teman-temannya, namun sekarang ia membuktikan kepada dirinya dan kepada semua orang akan arti sebuah ketekunan dari usaha keras yang ia jalankan dengan mengubah de-motivasi menjadi motivasi kuat dalam berusaha mencapai cita-citanya.

————————————————————————————————-

Motivasi dan sebuah ungkapan tulus dari seseorang yang berpengaruh pada diri kita (orangtua, guru, teman, sahabat) bisa memberi kita makna tersendiri apabila di hayati dan dijalankan dengan sepenuh hati.

Ucapkanlah kata-kata yang bisa memotivasi diri sendiri dan kepada orang lain.

Bandung, 18 November 2012

Billahit-taufiq wal hidayah

Wallahu a’lam bish-shawab

With Love: Dicky Supriatna

For The First Time (Teruntuk Pertama Kali)

Dengan menyebut asmaMu Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Sebuah cerita yang (barangkali) menurut beberapa orang biasa, bagus, menginspirasi, sedih, suka, jelek, kurang bagus, tidak menarik, dan banyak lagi asumsi lain yang menjadi respon dari sebuah tulisan.

Pertama kalinya,,,,,,,itulah tajuk dari catatan yang satu ini. Mengapa demikian?

Sebagai orangtua, hal yang paling membanggakan adalah ketika ia memiliki buah hati yang terlahir ke dunia dalam keadaan normal dan sehat.

Tetapi lain halnya dengan sepasang suami istri yang satu ini yang telah lama membina bahtera mahligai rumah tangga bersama dalam segala situasi dan kondisi yang tengah terjadi di dalam kehidupan mereka.

23 Tahun silam dan tepat sama tanggalnya pada hari ini 11 november, lahirlah seorang anak kecil berjenis kelamin laki-laki dengan berat lahir 3,5 kg dan tinggi  50 cm di sebuah rumah sakit ternama di Indonesia.

Kemudian sang suami (yang kini telah menjadi Ayah) menangis bahagia dan bersyukur kepada-Nya tidak tara karena telah lahir dari rahim sang istri tercinta seorang putra. Ia pun kemudian membacakan dua kalimah syahadat dan adzan di kedua telinganya bergantian.

Nampak tak ada yang janggal awalnya, setelah beberapa minggu berjalan, ternyata anak tersebut tak dapat melihat dengan kedua matanya. Namun, hal tersebut tidak menjadi sebuah halangan dalam memberi kasih sayang dan cinta sebagai orangtua terhadap anaknya.

Singkatnya, anak tersebut sekarang telah berusia 23 tahun pada 2012.

Seminggu sebelum hari ini, orangtuanya memberikan sebuah pertanyaan yang sangat mencengangkan kepada anaknya, dan sontak membuat anak tersebut menjadi bertanya balik kepada dirinya.

Nak, hari ini Ayah dan Ibu punya keinginan untuk lebih membahagiakanmu dengan melakukan operasi mata untukmu, agar kamu bisa melihat dunia yang luas ini secara jelas melalui matamu. Apakah kamu mau menerima tawaran Ayah dan Ibu, Nak?” Tanya Ayahnya dan Ibunya duduk disamping suaminya menyertai.

Lantas putranya pun menjawabnya dengan kebingungan sangat dan berkecamuk dalam pikirannya: “Apakah Ayah dan Ibu ingin aku lebih bahagia dan bisa melihat indahnya alam dunia melalui mata yang telah Tuhan berikan kepadaku, Yah?”

Dan sang Ibu pun menjawab dengan bijak: “Ibu dan Ayahmu tidak ingin kamu menjadi bahan olok-olok dari teman-temanmu Nak. Dan kami sudah berkonsultasi kepada dokter yang akan melakukan semua proses pelaksanaan ini. Namun kami tidak bisa memaksakan keinginan kami ini Nak. Kami hanya ingin kamu bisa melihat wajah Ayah dan Ibu secara jelas, serta wajahmu sendiri yang sangat ganteng Nak.”

Dengan sigap dan yakin, pemuda ini pun menjawabnya: “Baiklah Bu, Yah, aku akan mengikuti semua proses ini dan semoga Tuhan menyertai semua prosesnya dan diberi kelancaran.”

Lalu mereka pun berangkat ke rumah sakit yang dituju dan sang buah hati mereka pun mulai melalui proses awal pra operasi matanya dengan di inapkan selama 4 hari untuk proses sterilisasi.

Sampailah waktu yang dituju pada hari ini, pemuda tersebut akan menjalankan proses operasi matanya yang selama 23 tahun tidak dapat melihat dunia ini, seraya memohon doa kepada-Nya dan meminta izin dari kedua orangtua nya: “Ayah Ibu, doakan aku semoga semuanya lancar dan aku bisa melihat kembali dan doa dari kalian lah yang akan menguatkan aku.” Sang Ibu hanya bisa menangis dan mengangguk tanda ya, begitu pun sang Ayah.

Masuklah pemuda tersebut ke ruangan untuk melakukan operasi matanya. Waktu sudah menunjukkan 2 jam berlalu, dan keluarlah dokter yang telah melakukan operasinya. Kemudian dokter tersebut mengucapkan sesuatu kepada orangtuanya: “Semua proses Alhamdulillaah sudah selesai kami laksanakan, sekarang putra Bapak dan Ibu boleh masuk ke ruangan, dan besok saya akan melepas perban yang ada di matanya. Saya permisi Pak, Bu.”

Terima kasih dokter, semoga hasilnya bagus. Sekali lagi kami ucapkan terima kasih dok.” Kata sang Ayah.

Tak lama berselang, putra mereka keluar dari ruangan dengan senyuman manis yang tersungging dari bibir mungilnya yang manis. Sambil mengucapkan kata-kata kepada orangtuanya: “Ayah Ibu, aku sudah keluar dan selamat kembali Yah. Ibu, Ayah, atas doa kalian lah aku bisa lancar semuanya.

Sonatak sang Ibu langsung memeluk putranya dan mencium keningnya tanda sayang seorang Ibu kepada anaknya, lalu sang Ayah pun tidak luput memeluk dan mencium pipi putranya yang tampan…..

Pagi hari pun datang, mentari nampak menyeruak muncul memancarkan sinarnya yang hangat dan memberi cahaya terang untuk alam ini tanpa batas, suara kicauan burung pun menyertai kedatangan pagi indah, titik embun yang masih tersisa di ujung daun menambah khazanah ciptaanNya yang Maha Agung. Subhanallah Wal Hamdulillah.

Dokter pun datang mengunjungi, seraya memberi sapaan selamat datang kepada pasien dan orangtua dari pasien tersebut.

Baiklah sekarang adalah saat yang dinanti olehmu tentunya, mari kita membaca doa semoga hasilnya baik dan kamu bisa melihat kembali ya?.” Kata dokter yang melakukan operasi kemarin.

Baiklah dok, lakukanlah apa yang seharusnya dokter lakukan.” Sahut sang pemuda tersebut.

Perlahan dan dengan teliti dokter yang dibantu perawat mulai melepaskan perban yang menutupi matanya yang telah selesai di operasi kemarin. Helai demi helai lingkaran perban yang menutupi matanya mulai menipis sampai pada bagian kapas yang menempel di pas bagian depan matanya….Dan terlepaslah semua kain putih yang menutupi matanya, kemudian dokter tersebut memberikan perintah kepada sang pasien dengan sangat tenang, “Sekarang bukalah matamu perlahan nak, dan berdoalah semoga kamu bisa melihat dunia ini dengan matamu.” Kata dokter tersebut.

Dibukalah perlahan mata dari putra pasangan suami istri ini,,,,,dan putra mereka mengucapkan: “Alhamdulillaah,,,Ayah, Ibu, aku bisa melihat wajah kalian dengan sangat sempurna. Alhamdulillaah,,,,,terima kasih Tuhan, terima kasih dokter, terima kasih suster.”

Setelah melihat hasil yang prestisius, dokter pun langsung meninggalkan ruangan dan meninggalkan kebahagiaan yang sedang merasuk di keluarga pasiennya.

Sang Ayah dan Ibu langsung memeluk buah hatinya dengan kebahagaiaan dan ucap syukur kepada Sang Maha Melihat, sambil tangis bahagia tersirat di dalamnya.

Sampailah pada satu hari, dimana ia di izinkan untuk pulang dan meninggalkan rumah sakit.

Dalam perjalanan pulang, mereka naik kereta api. Selama perjalanan menuju stasiun, pemuda tersebut tidak henti-hentinya menanyakan apa yang ia lihat, karena hari ini adalah dimana pertama kalinya ia melihat dunia secara jelas dengan kedua matanya.

Subhanallaah…..

Ketika mereka sudah masuk ke kereta api, pemuda ini pun tak henti-hentinya bertanya seputar apa yang dia lihat di sekelilingnya.

Nampak di depan kursi mereka, ada sepasang suami istri muda yang tengah bersama menaiki kereta api dan menuju ke tempat yang sama. Melihat sikap dari pemuda tersebut, pasangan tersebut merasa risih melihatnya.

Namun, pemuda ini tetap saja berkomentar akan apa yang ia lihat sekelilingnya sambil bertanya pada Ayahnya. “Ayah, Ayah, lihat pohonnya berlarian dan balap dengan kereta ini ya Yah?.” Kata sang pemuda kepada Ayahnya. Ayahnya pun mengangguk dengan sedikit rasa malu ketika melihat pasangan suami istri di depannya melihat tingkah laku anaknya yang sudah besar seperti anak kecil saja dengan menampakkan wajah agak sinis.

Namun, hal itu tak terjadi pada pemuda yang baru pertama kali melihat dunia ini dengan matanya. Ia pun kembali menanyakan kepada Ibunya: “Bu, Ibu, lihat awannya berjalan seperti mau balapan juga seperti pohon itu ya Bu.?” Dan Ibu pun menjawab: “Iya nak, biarlah, kamu duduk saja dan nikmati perjalanan kita ya, jangan buat gaduh.

Tetapi hal tersebut, tidak ia hiraukan karena ia sedang ‘menikmati’ untuk pertama kalinya menatap indahnya kekuasaan Allah dengan media yang telah diberikan atas Kuasa Nya.

Melihat hal tersebut, pasangan muda di depan keluarga ini pun memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu kepada Ayah dari anak tersebut dengan nada sinis, begini ucapnya: “Hey Pak, tolong dong!! Anaknya udah gede gitu kok kayak anak kecil aja sih tingkahnya? Lebih baik, Anda bawa saja anak Anda ke psikiater atau rumah sakit kejiwaan.” Tandasnya. Namun sang Ayah dari pemuda ini berkata sangat bijak: “Betul, kami pun baru saja pulang dari rumah sakit Pak. Putera kami ini memang sudah besar, dan usianya sudah 23 tahun, namun baru hari inilah ia bisa melihat dunia, karena selama 23 tahun ia tidak bisa melihat Pak.

Mendengar jawaban dari Ayah sang pemuda tersebut, pasangan muda yang tengah duduk di depan mereka terbujur lemas dan tak mengucapkan kata-kata, diam seribu bahasa, dengan wajah yang pucat seakan memakai taburan make up yang sangat tebal putihnya, sampai mereka turun dari kereta.

…………………..

Setiap orang mempunyai cerita hidup masing-masing. Oleh karena itu, janganlah memvonis seseorang dari sudut pandang apa yang kita lihat. Pikiran kita terbatas dan kita cenderung mengukur seseorang dari parameter yang kita miliki. Biarlah kita belajar melihat apa yang menjadi pandangan Allah Swt., dan jangalah memvonis sesuatu/seseorang karena kita merasa tidak nyaman. ‘Vonis’ diri sendiri menuju ke arah yang lebih baik.

Wallahu’alam Bish Shawab

Bandung, 11 November 2012

With Love: Dicky Supriatna

“Based on true story about one of my family.” Thank’s for inspiring me. Allah always be with us forever. Love You.

Segelas Susu Eps.6

Mari kita simak paragrap terakhir dari episode 5:

Suara telepon genggamnya berdering: “Tut,,,tut,,,tut,,,” Dan dilihatnya tanpa nama di layar teleponya, dan ia adalah tipe orang yang tidak mau mengangkat telepon dari orang yang tidak ia kenali, kecuali setelah 3 kali ia menelepon terus menerus, maka ia akan mengangkatnya.

Namun ia tidak menghiraukannya……..

Hari ini adalah hari minggu, dimana Rausan ‘menghabiskan’ waktu bersama Ibunda tercintanya semasa beliau masih hidup, namun kini hampa dan tak ada yang bisa ia lakukan bersama sang bunda tercinta berjalan ke taman dan bersenda gurau, serta bercerita tentang apa yang telah terjadi selama ia berada di luar rumah.

Namun, kesedihan tak boleh terus merajai pikirannya dan bermuram diri apalagi larut dalam kehampaan akan kehilangan orang yang sangat terkasihi dan dicintai semasa beliau-beliau masih hidup (baca: ayah dan ibunya), adalah sebuah ‘dentuman’ keras laksana bom yang meledak di antara keheningan dan memecah malam layaknya ombak yang bersandar diantara air yang menyeruak di dalam gulungannya.

Rausan segera menenangkan diri dengan bermunajat kepadaNya seraya memanjatkan doa bagi kedua orangtua nya yang telah mendahuluinya menghadap Sang Pemilik Nyawa, dan dengan lirih ia pun berucap:

Ya Allah, aku sampaikan doaku untuk kedua orangtua-ku, berikanlah mereka kelancaran dalam menjalani segala hal yang seharusnya ditempuh di alam sana, maafkanlah atas segala kesalahan yang telah mereka perbuat semasa hidup di dunia. Tempatkanlah dalam Jannah-Mu yang senantiasa Engkau janjikan di dalam kitab-Mu. Ya Rabb,,,,,” Doa nya terhenti karena rasa sedih yang masih berkecamuk di dalam pikirannya makin terasa, dan ia pun tak mampu untuk melanjutkan doanya sampai sekejap tak sadarkan diri.

Setelah terbangun dari rasa tak berdaya sesaatnya, Rausan kembali bangkit dan segera ‘meluangkan’ waktu bersama ibunda tercinta dengan membawa album foto yang tersimpan dengan apik di lemarinya. Kemudian ia mulai membuka satu lembaran awal dari album yang tengah berada di genggamannya sekarang. Sebuah tulisan tangan dari sang ayahanda tercintanya yang bertuliskan: “Sebuah dokumentasi keluarga kita yang tak lekang oleh masa, dimana aku dan istriku serta anak kami tercinta Rausan.

Lalu, ia pun membuka lembaran berikutnya, nampak foto wajah dari kedua orangtuanya selagi dalam pernikahan pada saat ijab qabul dilaksanakan. Nampak sebuah situasi yang sangat sakral dan disaksikan oleh seluruh keluarga dari kedua belah pihak. Dan diamatinya wajah dari kedua orangtuanya yang larut dalam kebahagiaan manusia yang menyaksikan acara tersebut. Mulai titik kecil air mata mulai keluar dari pupil matanya, sampai menetes ke pipinya dan semakin deras sampai tumpah ruah di atas album usang milik keluarganya tercinta.

Lembar demi lembar ia buka dengan penuh rasa dan berkecamuk antara senang dan sedih menyertai ‘kebersamaannya’ di dalam kehidupan yang sedang dijalaninya seorang diri. Kadang nampak senyuman tersungging di sela membuka album dan sampai pada satu lembaran, dimana ia mendapati kelahirannya menyambut dunia yang sekarang ia jalani. Sejenak ia tertegun lama ketika melihat perjuangan seorang ibu yang melahirkannya yang ia dapati seraya menagis bahagia karena kelahiran sang buah hati tercinta. Nampak sebuah tulisan diatasnya yang bertajuk: “Kelahiran malaikat kecil kami yang akan menghiasi indahnya keluarga kami. Sebuah moment yang tak tergantikan adanya oleh apapun. Selamat datang di dunia malaikat kecilku dan kuberi nama Rausan Fiqri.”

Tak terasa lembaran demi lembaran dari album dokumentasi yang tengah ia review kembali, ia mendapatkan sepucuk surat yang sangat istimewa terlihatnya, sebuah surat yang beramplopkan warna biru muda (yang merupakan warna kesukaannya) dibalut dengan pita warna orange dari sebuah tali pita klasik. Lalu ia pun membukanya dan sangat kaget ketika ia melihat isinya, sebuah tulisan yang masih segar dan nampak baru karena kertasnya masih sangat bagus rapi lipatannya dan lipatan segitiga cirri khas ibunya apabila melakukan lipatan-lipatan kertas. Kemudian ia pun membuka dan membacanya dengan penuh keharuan yang masih nampak dari wajah sedihnya.

Isi dari sepucuk surat tersebut adalah:

Nak, selamat menempuh kehidupan barumu yang dimana hari ini ayah dan ibumu tak dapat menemanimu untuk hari-hari mu di masa depan, namun itu kamu adalah permata yang melebihi berlian dan mutiara dalam kehidupan kami.

Anakkku Rausan, ketika kamu membuka surat ini, kamu akan mendapati dimana Ibu tak bisa menemanimu dan saat inilah momentum awal kamu akan mengalami sebuah samudera baru dalam hidupmu nak. Ibu akan selalu ingat dengan apa yang telah kamu berikan kepada Ibu dan Ibu tak akan pernah lupakan jasamu kepada Ibu.

Nak, belajarlah dari sebuah kelapangan dada yang ada dalam dirimu, karena ia mengajarimu bagaimana sebuah nasihat kesabaran yang akan kamu hadapi kedepannya, buatlah ia seluas lautan lepas agar kamu bisa merasakan bagaimana arti sebuah cacian ataupun orang lain yang membencimu mengerti akan arti kebencian itu tidak bermakna ketika kamu menghadapinya dengan kelapangan.

Buatlah pikiranmu jauh melebihi angin yang berhembus di sekitarmu, sehingga kamu bisa melanglang buana dalam pekerjaan duniawimu sekarang.

Buatlah hatimu setenang air yang mengalir, karena ia sedang mengajarimu bagaimana menjalani kehidupanmu penuh dengan ketenangan tetapi bermuara pada tujuan yang jelas.

Buatlah jasamu kepada orang lain layaknya sebuah akar, karena ia akan mengajarimu bagaimana caranya mengokohkan orang lain yang sedang ada diatasmu dan di sekelilingmu.

Buatlah hidupmu berarti bagi orang lain, karena dengan membuat orang lain jauh lebih baik darimu, maka kamu sedang mengajarinya bagaimana arti menghargai dan menghormati.

Anakku Rausan, Ibu tak bisa memberimu seperti apa yang telah kamu berikan kepada Ibu nak, semoga kamu akan menjadi seseorang yang lebih baik sepeninggal Ibu dan Ayahmu.

Nak, ketika suatu saat kamu menemukan pasangan hidupmu, Ibu berpesan kepadamu kembali untuk senantiasanya menjaga, menyayangi, mencintainya dengan setulus dan segenap hatimu, jangan pernah memandang dari sisi duniawinya saja.

Nak, ingatlah bahwasannya tantangan dan masalah merupakan tanda bahwa kita sesungguhnya membuat diri kita menjadi seseorang semakin matang dan masih hidup. Karena dari hal itulah kita akan menjadi dewasa dalam menjalani kehidupan.

Anakku Rausan, ketika suatu saat kamu menghadapi sebuah permasalahan dalam kehidupanmu apapun bentuknya, pandanglah masalah tersebut berasal dari luar kita, bukan dari dalam, ubahlah cara pandang kita Nak,  karena ketika kita memandang permasalahan dan beban itu berasal dari diri kita, justru pada saat itulah sebenarnya kitalah yang sedang bermasalah.

Rausan anakku, Ibu berpesan kepadamu untuk tidak mudah dan tidak menceritakan kepada orang lain tentang hal-hal yang kurang baik yang ditunjukkan kepadanya, namun pandanglah ia dari sisi positifnya. Hal tersebut jauh lebih baik nak, karena dari sisi itulah, kamu bisa melihat dari sisi lain melalui cara pandangmu.

Nak, ketika profesimu sekarang laksana seorang pemimpin, dan seorang pemimpin harus bertanggung jawab dalam mendefinisikan realita. Dan terakhirnya adalah mengucapkan Terima Kasih. Di antara keduanya, jiwa seorang pemimpin harus menjadi pelayan dan seorang yang berhutang. Itulah kemajuan dari seorang pemimpin yang berseni.

Rausan, Ibu titipkan alamat dan no telpon tante sofie  yang berada di Australia, apabila kamu sempat dan ada kesempatan luang, jenguklah dan kabari tentang keadaan keluarga kita Nak, beliau sangat ingin sekali bertemu denganmu sedari dulu sepeninggal Ayahmu, namun Ibu selalu mengatakan kepadanya, suatu saat pasti ada kesempatannya. Nah barangkali saat inilah saat yang tepat untuk kamu bertemu dengannya nak. Ibu sudah siapkan semua keperluanmu untuk bertemu dengan tante Sofie kelak, semuanya ada di dalam lemari Ibu. Semoga kamu tidak tersinggung dengan semua yang telah Ibu lakukan selama ini nak.

Sampai jumpa kelak ‘disana’ kita bisa berkumpul kembali.

Dari yang menyayangi dan mencintaimu selamanya. Ibu dan Ayahmu.”

Setelah membaca isi surat dari almarhumah Ibunya, maka Rausan pun langsung menuju ke lemari Ibunya untuk mengetahui apa yang telah disiapkannya untuk bertemu tantenya tersebut.

Penasaran apa yang ada di dalam isi lemari tersebut, dan apa yang akan Rausan yang telah menjadi seorang dokter tersebut akan lakukan?……. Kita tunggu lanjutannya di episode berikutnya….see you soon…

Bandung, 10 November 2012. 23.34 WIB

With Love: Dicky Supriatna

Segelas Susu Eps.5

Lama tak ada sambungannya, berikut adalah lanjutan dari ceritanya. Lama memang…

Salah satu paragraf sebelumnya untuk mengingat kembali:

Tut,,,tut,,,tut,,,” Suara dering telepon tersambung dari telepon genggamnya, namun setelah sekian lama tidak ada jawaban dari Ibunya, karena biasanya Ibunya langsung menjawab ketika ada suara telepon berdering di rumahnya.

Kenapa kok Ibu tidak mengangkat teleponnya, aneh dan tidak biasa…” Dalam pikirnya bergumam.

Dan singkatnya, Rausan pun tiba di rumahnya, dengan tergesa-gesa, ia masuk ke rumah dan didapati Ibunya sedang terbaring tidur di kursi goyang sambil memegang sepucuk surat yang entah dari siapa surat tersebut berasal.

Lalu ia pun mulai mengucapkan salam di samping telinga Ibunya: “Assalamu’alaikum Warahmatullah,,,Bu?” Kemudian ia pun menjabat tangan kanan nya untuk di cium. Namun, sang Ibu tidak menjawab salam dari anaknya dan tampak pulas sekali dalam tidurnya. Dan Rausan pun membiarkan Ibunya yang sedang terlelap dalam alam tidurnya tanpa mengganggu nya lebih lagi.

Selang waktu 30 menit, Rausan pun memberanikan diri untuk membangunkan Ibunya dengan perlahan, “Bu,,,bu,,,bangun Bu, bukankah hari ini kita akan jalan-jalan ke taman bersama?” Sambil membisikannya di telinga sang Ibu.

Masih nampak tak bergeming Ibu Rausan, dan ia pun makin merasa aneh apa yang terjadi dengan Ibunya. Lalu ia pun menggenggam tangan ibunya dan terasa hawa dingin di tangannya, lalu ia menempelkan telapak tangannya di lehernya, dan terkejut sangat Rausan,,,,,Ternyata Ibunya sudah tidak ada di alam dunia ini lagi. Doa pun ia panjatkan: “Innalillahi Wainailahi Rojiun

Lalu ia menelpon kepada teman-teman di rumah sakit untuk membantu mengurusi kepulangan sang Ibunda tercinta.

Seluruh prosesi pun dilaksanakan atas bantuan dari rekan-rekannya dan tetangganya.

Meskipun dalam keadaan sedih yang dirasakannya, Rausan tetap tabah dan sabar menghadapi seluruh ujian yang merupakan bagian dari kehidupannya yang harus dilalui dengan penuh keikhlasan dan kesabaran.

I’m sory and I condolence for what happens to your mom. Life must go on my friend, you should strong enough to face the day by day with your own.” Sebuah pesan singkat masuk melalui telepon genggam nya dari kawan sejawatnya di Jerman….Kaget memang, karena ia tidak dikabari olehnya, “Darimana ia tahu kalau aku sedang berkabung?” Dalam pikirannya berbicara. Namun hal tersebut ia tanggapi sebagai sebuah rasa persahabatan yang selama ini mereka jalin sekian lama.

Hari pun berganti, pagi menuju siang-siang menuju senja-senja menuju malam-malam pun berganti sampai kembali pagi. Hari berganti minggu sampai pada bulan yang sedang berjalan yang hendak menggantikan tahun angka bertambah satu di belakangnya.

Kesedihan memang merasuk diri seorang Rausan yang harus hidup sendiri tanpa ditemani oleh sang Ayah dan Ibunda tercinta disamping hidupnya, seolah semuanya adalah sesuatu yang dirasakannya kurang dari ekspektasi awal dari apa yang dia harapkan sebelumnya. Seolah semuanya sirna dan hampa terasa dalam pikirannya, hatinya kosong dan tak bertuan didalamnya.

Semua aktifitas utamanya ia jalankan dengan penuh suka hati dan tidak tampak kesedihan sedikitpun dalam tatapnya ketika ia berhadapan dengan orang lain.

Namun, ada hal yang saat ini ia ingin coba hilangkan jauh-jauh dari pikirnya, yaitu “perasaan menyendiri.” Lalu ia pun mengambil sepucuk surat yang dulu masih tergenggam di pangkuan almarhum Ibunya, dan ia pun mencoba untuk kuat dalam membaca apa yang tertulis disana.

Langkah gontai dan tangan yang bergetar tampak dalam Rausan saat ini, ia pun membuka kotak yang berada di kamarnya untuk membawa sepucuk surat yang hendak ia baca. Kemudian ia pun membukanya dan membawa sepucuk surat tersebut dari dalam kotak tersebut dan membukanya kemudian membacanya. Isi surat tersebut tertulis:

Teruntuk anakku Rausan.

Maafkan apabila selama Ibu berada disampingmu selalu membuatmu capek dan harus memenuhi kebutuhan kita sehari-hari Nak. Ibu tahu itu dan Ibu menyadari betul apa yang telah kamu berikan selama ini untuk menghidupi kehidupan kita.

Semenjak kepergian Ayahmu, Ibu sudah bertekad untuk membesarkanmu dari hasil jerih payah dan usaha yang kita lakukan, dan tidak meminta kepada saudara-saudara Ibu yang jauh lebih mapan daripada kehidupan kita Nak.

Ibu sedang mengajarimu bagaimana menjadi sosok yang senantiasa tidak silau akan terangnya dunia yang kita tinggali ini, dan Ibu juga sedang mengajarimu bagaimana menjadi sosok pribadi yang tangguh dan lebih siap menghadapi tantangan dunia yang akan mendewasakan kita.

Nak, maafkan atas semua kesalahan Ibumu karena telah membuatmu menjadi cemoohan dari semua orang karena harus menjajakan makanan dengan berkeliling dari rumah ke rumah, dan Ibu pun mengetahui bahwasannya kamu menginginkan mainan yang sangat kamu idam-idamkan waktu itu, namun Ibu tidak bisa membelikannya untukmu, dan Ibu membujukmu untuk menabung kalau mau mainan itu. 

Nak, sekarang kamu sudah sukses dan sudah menjadi seorang dokter. Ibu hanya bisa berpesan kepadamu, berikanlah pelayanan dengan setulus hatimu dan benar-benar ikhlas dari lubuk hatimu, bukan karena profesimu.

Tambahkanlah cinta dan kasih sayang diantaranya, sehingga kamu akan merasakan bagaimana indahnya mencintai sesama mahluk ciptaanNya. Kita tidak pernah tahu kapan kita akan dijemputNya meninggalkan alam dunia ini, maka dari itu tebarkanlah senyuman tulus dan cinta kasih kepada semua orang yang senang dan benci kepadamu. Boleh jadi kamu menyukai seseorang dan seseorang itu baik kepadamu, tetapi belum tentu ia baik dan disukaiNya-dan boleh jadi kamu membenci seseorang, padahal orang tersebut sangat baik dan dicintaiNya melebihimu. Jadi, biarlah secukupnya sesuai dengan kadarNya saja Nak.

Rausan anakku, Ibu menyadari benar akan apa yang telah kamu berikan kepada Ibu kala ini, dan Ibu belum bisa membalas dengan kesejahteraan yang bisa Ibu berikan kepadamu. Namun Ibu berharap suatu saat kita akan bisa berkumpul ‘di sana’ bersama dengan ayahmu kelak.

Nak, apabila suatu hari kamu hendak meminang seorang gadis pilihanmu, maka ceritakanlah apa adanya keberadaan keluarga kita, jangan kamu tutp-tutupi atas semua kekurangan yang ada di keluarga kita. Beritahukan kepadanya bahwa Ibu sangat mencintai dan menyayanginya dan Ibu anggap sebagai anak Ibu sendiri, dan berjanjilah kepadanya bahwasannya kamu akan mencintainya dunia akhirat sampai ajal memisahkan kalian nanti, seperti cinta Ayahmu kepada Ibu dan kamu.

Nak, Ibu titip kepadamu, jangan tinggalkan shalat wajib, kapanpun, dimanapun dan dalam keadaan apapun kamu sedang jalani. Serta semua hal yang diwajibkan yang tertuang dalam titah-Nya. Anakku Rausan, Ibu harap kamu dan istrimu kelak, dapat menjalani bahtera kehidupan keluarga yang benar-benar diridhai-Nya. Berikanlah cinta dan kasih sayangmu kepada istrimu kelak ketika kamu tidak mendapati Ibumu, kasihi dan cintai dengan setulus hatimu, ajaklah ia berbicara bahasa cinta atas bahasa cinta-Nya.

Anakku Rausan, cinta, kasih, dan berbagi adalah bagian kehidupan yang harus kita semaikan dalam diri dan kita taburkan benihnya di dalam kehidupan yang kita jalani.

Dengan Cinta, kita akan merasakan betapa indahnya hidup ini dengan damai karena cinta-Nya.

Dengan kasih, kita akan menciptakan suasana yang lebih hangat dan nyaman ketika berada dimanapun.

Dengan berbagi, kita tidak akan rugi sedikit pun, tetapi kita akan mendapatkan lebih dari apa yang telah kita berikan dan akan menambah khazanah kelimuan yang bisa kita dapati didalamnya.

Nak, maafkan segala kekurangan dan kesalahan Ibumu karena belum bisa memberimu yang terbaik di dalam kehidupan yang kamu jalani. Semoga kesejahteraan dan keselamatan selalu menyertaimu anakku.”

Begitulah isi surat yang tertulis di secarik kertas yang sedang ia genggam. Dengan disadari, air mata pun mulai menitik dari matanya dan melewati pipi sampai bermuara di sepucuk surat dari almarhum Ibunya.

Pesannya akan selalu ia ingat dan laksanakan dalam kehidupannya setelah kepergian Ibunya sekarang ini.

Setelah membaca surat dari almarhum Ibunya, suara telepon genggamnya melanjutkan mengikuti : “Tut,,,tut,,,tut,,,” Dan dilihatnya tanpa nama di layar teleponya, dan ia adalah tipe orang yang tidak mau mengangkat telepon dari orang yang tidak ia kenali, kecuali setelah 3 kali ia menelepon terus menerus, maka ia akan mengangkatnya.

Dari siapakah telepon tersebut berasal?………….Kita tunggu lanjutannya di episode segelas susu episode 6.

………..

 

HATI dan PIKIRAN

الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـم الَّلهِ بِــــــــــسْمِ

Marilah kita memulai sesuatu dengan berdoa menurut agama dan kepercayaan kita masing-masing.

Apakah hari ini kita merasakan kebahagiaan?

Apakah hari ini kita sudah memberikan kebahagiaan dan senyuman kepada orang yang kita temui?

Apakah hari ini kita sudah menunaikan kewajiban kita sebagai mahluk Allah Swt.,/Tuhan YME?

Apakah pikiran kita hari ini banyak memberikan pemikiran baru untuk orang-orang yang menyayangi kita?

Apakah hari ini hati kita lebih tenang dari kemarin?

Sebuah ungkapan dari hal-hal yang barangkali menurut kita sangat ‘sepele’ tetapi bagi orang lain sangatlah bermakna dan berarti. Lantas apakah yang membuat kita kurang sekali memberikan hal yang sangat kecil saja dan berarti bagi orang lain, apa itu?…..SENYUMAN TULUS

Ya,,,,sebuah senyuman yang tulus yang tersungging dari raut wajah kita kepada orang lain. Satu langkah awal yang bisa memberikan berjuta makna bagi orang lain.

Kadangkala antara perasaan dan pikiran kita tidak selalu sinergi ketika menghadapi segala sesuatu yang kita hadapi dan rasakan. Dan hal tersebut dapat terlihat dari raut wajah serta mata yang kita tampakan pada saat kita melakukan aktifitas. Contohnya ketika pikiran dan hati kita sedang senang, maka biasanya kita terlihat oleh orang lain sikapnya ceria, senang, dan tanpa menunjukkan kesedihan sedikitpun. Begitu pun sebaliknya, ketika dalam pikiran dan hati kita sedang ada masalah yang sedang dihadapi, raut wajah dan sikap kita biasanya terbawa melankolis dan cenderung bermuram. Nah,,,kalau hati kita sedang sedih atau pun gundah, sementara di sisi lain kita harus melaksanakan pekerjaan yang pada saat itu ‘membutuhkan’ kita untuk senantiasa memberikan senyuman dan sikap yang ramah, kadangkala kita akan menampakan tidak sepenuh hati dan kecenderungan ‘memaksakan’ untuk bersikap ramah.

Memang, manusia seolah selalu melawankan kualitas kepala (otak) dengan kualitas hati (perasaan). Hati selalu di identikan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan kelembutan, rasa, dan simpati–sementara otak selalu dikaitkan dengan sesuatu yang tegas dan pemikiran realistis. Hanya kepala (otak) yang dapat menguraikan makna, menyelesaikan masalah-masalah teknis, dan menyimpan memori-memori. Namun, tidak ada pengetahuan yang dapat member “rasa” tentang mana yang benar dan mana yang indah. Begitu pula soal keberanian, tidak dilahirkan oleh pengetahuan, melainkan oleh rasa. Oleh karena itu, terhadap segala hal yang terkait dengan nilai-nilai kemanusiaan, kepala atau otak tidak dapat member referensi emosional dan spiritual.

Kepala bisa saja pintar, tetapi tidak bijak.

Apabila mengutip dari apa yang disampaikan oleh Helen Keller: “The best and most beautiful things in the world cannot be seen or even touched. They must be felt with the heart.” (Apa yang terbaik dan terindah di dunia tidak bisa dilihat dan disentuh, melainkan harus menggunakan perasaan dari hati.)

Oleh karena itu, dalam menjalani hidup, tampaknya kita harus memilih antara:

  1. Kepala atau hati?
  2. Atau mencari keseimbangan di antara keduanya?

Kearifan tradisional menyatakan bahwa keseimbangan (balancing) bisa diperoleh, misalnya bila seseorang memilih kepala untuk sekolah atau bekerja, di rumah ia harus bertindak dengan hati. Inilah yang memungkinkan orang tersebut beralih karakter–ibarat berganti pakaian.

Namun, bila kita menganggap bahwa antara kepala dan hati merupakan satu kesatuan dari tubuh yang utuh, dalam hal ini hati bukan hanya sebagai pemberi rasa kasih dan kemurahan hati, melainkan juga harus berperan sebagai:

1. Persepsi Pengalaman

Bergantung pada keterbukaan hati kita terhadap pengalaman. Melihat orang lain sedih atau gembira itu biasa, tetapi apabila hati kita terbuka bagi orang tersebut, maka kita akan ‘melihat dan merasakan’ atau dalam istilah psikologi ‘EMPATI.”

2. Kualitas Pengetahuan

Menunjukkan keterlibatan atau tidaknya hati dalam setiap keputusan yang kita ambil. Kepandaian kita akan menyimpan data-data dari dan tentang orang lain, tetapi tidak ikut mengalami sesuatu bersama orang tersebut. Pengetahuan yang didapat kepala bisa menarik kesimpulan berdasarkan data-data yang telah tersimpan dan terprogram.

Tanpa melibatkan hati,kepandaian dapat meneliti persoalan manusia secara ringkas dan bernalar. Sebaliknya, bila hati ikut terlibat, kualitas hati akan memengaruhi apa dan bagaimana sesuatu yang kita ketahui tersebut.

Apabila hati kita lemah dan ketakutan, kita tidak akan tertarik untuk mengetahui sesuatu yang ‘melawan’ ketakutan itu. Bila hati kita merasakan ‘cemburu’, kita tidak ingin bersembunyi dari pengalaman-pengalaman yang ‘menggerogoti hati kita.’

3. Mengafirmasi (kebenaran, kecantikan, atau kemuslihatan)

Keyakinan dan penolakan terhadap sesuatu, berawal dari hati kita yang kuat dan berani karena dari sanalah seseorang dapat mengalami perbedaan akan hal yang sedang dialaminya, contoh: benar dan salahnya, berani dan takutnya, sedih dan senangnya, sukses dan belumnya, dan lain sebagainya.

Dengan kata lain, hati adalah pusat kesadaran, sedangkan kepala (otak) adalah pusat konseptualisasi. Keduanya saling melengkapi, tidak dapat dipisahkan.

Wallahua’lam bish shawab

Bandung, 31 Oktober 2012          With Love: Dicky Supriatna

العَالَمِينْرَبَّ يَا أَمِيْن

Segelas Susu Eps.4

Berikut adalah petikan dari episode sebelumnya:

Nak, telefon dari rumah sakit, tumben telefon kerumah, biasanya kan ke hp mu?” Kata sang Ibu sambil mendekati Rausan yang sedang menikmati sarapan.

Lalu, Rausan pun menuju ke tempat telefon disimpan dan menjawab telefon tersebut. Setelah ditutup gagang telefon tersebut, wajah Rausan sedikit agak berbeda, “apa yang tengah ia dapati ketika ditelefon tadi?” Dalam
benak Ibunya bertanya.

Assalamu’alaikum Warahmatullah” Rausan memulai pembicaraan di telefon.

Lalu dijawabnya di ujung telefon tersebut: “Waalaikumsalam dok.”

dok, maaf mengganggu jadwal libur dokter. Saya Helen dok. Begini, tadi pagi pasien yang dokter kunjungi pada waktu malam kemarin, meminta dokter untuk datang, katanya ada sesuatu yang ingin dia sampaikan langsung pada dokter.” Kata Helen sang perawat di telefon.

Kemudian, kamu sudah bilang kalau hari ini saya jadwalnya libur?” Kata Rausan

Lalu perawat tadi melanjutkan pembicaraan: ” Sudah saya katakan dok, tapi ibu tersebut bersikukuh mau bertemu dokter.” Tegasnya..

Lalu Rausan pun dalam pikiran yang bingung, ia harus memutuskan haruskah berangkat atau diam saja. Karena hari ini, adalah jadwal terapi Ibunya yang sedang menjalani pengobatan yang cukup serius dan mengharuskannya di kemoterapi, namun ia menolaknya dan lebih memilih untuk melakukan penyegaran dan menjalani pengobatan alami saja.

Dan seketika Rausan pun menjawabnya: “Saya akan hubungi beberapa menit lagi untuk kepastiannya, karena hari ini adalah jadwal Ibu saya terapi juga. Nanti saya hubungi kepastiannya ya? Terima kasih. Wassalamu’alaikum Warahmatullah.

Dan telepon pun terputus ketika ucapan salam terucap.

Seketika itu pula, Ibu Rausan langsung menghampiri ketika melihat mimik anaknya dalam kebingungan dan pertanyaan yang ada dalam benaknya juga.

Ada apa nak? Adakah sesuatu yang sangat urgen disana?” Tanya Ibu Rausan sembari memegang pundak putra semata wayangnya.

Rausan pun menjawabnya dengan nada agak berat: “Ya Bu, aku harus ke rumah sakit karena ada pasien yang ingin menemuiku, katanya ada sesuatu yang ingin ia sampaikan kepadaku. Tetapi hari ini adalah waktunya aku mengantar Ibu untuk terapi di taman seperti biasanya?” Jawab Rausan sembali bertanya kepada Ibunya.

Sudahlah nak, kamu lebih baik temui dahulu pasien tersebut, karena dia membutuhkan kehadiranmu sekarang ini. Dan, biarlah Ibu menunggumu sampai kamu pulang dari sana untuk terapi.” Dengan sangat bijak Ibu Rausan menjawab.

Kemudian Rausan pun menjawabnya: “Bukankah Ibu juga harus terapi untuk kesehatan Ibu, karena selama sepekan ini aku berada di luar rumah, dan hari ini adalah jadwalku merawat Ibu.” Dengan kebingungan masih menyelimuti pikirannya.

Sudahlah nak, Ibu tidak mengapa terlambat untuk diterapi, yang penting sekarang, kamu berikan yang terbaik kepada pasienmu. Ibu sangat beruntung memiliki anak yang senantiasa bisa memberikan dengan ketulusan hatinya bukan karena profesinya.” Jawab Ibu Rausan dengan penuh ketenangan dan sendu.

Lalu, Rausan pun mengangkat telefon genggamnya dan menelefon kepada perawat yang tadi menelepon nya: “Baiklah, saya akan datang menemuinya. Terima kasih Helen.

Kemudian Rausan pun berpamitan kepada Ibunya sembari mencium tangan dan kedua pipinya. “Aku berangkat dulu Bu, Ibu jangan kemana-mana sebelum aku kembali lagi.” Dia berpamitan dan berpesan kepada Ibunya.

Sang Ibu hanya menganggukan kepalanya pertanda menyetujuinya.

Kemudian Rausan berangkat dan singkat cerita, ia sampai di rumah sakit tersebut, lalu mendatangi Helen yang tadi memberikan informasi tersebut dan berbincang sebentar di ruangannya guna mengetahui awal dan detail dari maksud pasien tersebut.

Begini dok. Ibu ini besok harus menjalani kemoterapi, tetapi dia menolaknya karena ia sangat takut, selain itu…..dari biaya pun, dia tidak sanggup untuk menjalankannya dok.” Kata Helen sang perawat menjelaskan alasannya mengapa ia menelepon dr.Rausan.

Dan Rausan pun menjawabnya dengan sangat lembut: “Baiklah kalau begitu, saya akan coba memberikan solusi bagi pasien tersebut. Kamu temani saya menemuinya supaya jelas duduk perkaranya juga ya?.” Sembari meminta ditemani Helen untuk menemui pasien tersebut.

Baiklah dok, mari dok?” Helen mengajak dr. Rausan langsung menemui pasien tersebut.

Setibanya di ruangan pasien, Rausan pun menghampiri Ibu tadi dan mengucapkan salam khas nya: “Selamat pagi. Kabar sehat tentunya?.”

Senang bertemu kembali dengan Ibu yang sudah nampak lebih baik dari hari ke hari.” Tambah Rausan sambil memotivasi pasiennya.

Kemudian pasien tersebut menjawabnya: “Betul dok, saya harus senantiasa lebih baik dari sebelumnya. Makanya saya kangen dengan sapaan dokter yang selalu memberi semangat pagi setiap hari saya dok. Terima kasih ya dok?

Ah Ibu ini bisa saja, saya kan hanya menyemangati saya saja supaya tidak malas Bu?” Rausan sambil tersenyum menjawabnya. “Dan yang paling penting adalah Ibu pun bisa merasakan semangat pagi setiap hari dimanapun dan dalam keadaan apapun Bu.” Menambahkannya.

Lalu Ibu ini pun seolah-olah tidak sabar ingin menceritakan apa yang saat ini sedang ia pikirkan.

Begini dok. Saya besok rencananya akan di kemo, cuma saya takut dan tidak ada biaya yang bisa menjamin saya untuk membayarnya.” Dengan nada lirih dan sambil menitikan sebagian aliran air yang turun dari matanya, pasien tersebut bercerita.

Apakah dengan di kemo, saya akan kembali normal dan sehat seperti semula dok? Apa jaminannya?” Tanya pasien tersebut kepada dr.Rausan

Dengan senyuman yang manis dari seorang dr.Rausan, ia pun menjawabnya: “Saya tidak bisa memberikan jaminan atas kesembuhan penyakit Ibu, karena yang berhak menjamin adalah Sang Pemilik Hidup ini Bu, dan kemo itu adalah salah satu metode pengobatan yang disarankan untuk memberikan kesehatan bagi penyakit yang sedang Ibu dapatkan sekarang.

Dan pasien tersebut menimpalinya: “Lalu menurut dokter, adakah solusi lain selain cara ini dok?

Rausan pun menjawab sembari menceritakan tentang kondisi Ibunya sekarang: “Insya Allah ada Bu. Karena Ibu saya pun sekarang tidak menjalani kemoterapi, tetapi terapi yang dilakukan adalah setiap minggunya kami berdua berjalan-jalan di taman dan bercerita tentang Ibu saya akan hal-hal yang terjadi semasa hidupnya sampai bercerita tentang saya kecil dulu Bu.” Dengan mengindahkan bahwa cerita ini seharusnya tidak di expose kepada pasiennya, karena melanggar etika kedokteran dalam profesinya sekarang.

Namun, hal itu bisa dilakukan apabila Ibu sudah mendapatkan izin pulang dari sini. Dan saya belum bisa memberikan izin tersebut, karena saya harus berkoordinasi dengan dokter lainnya yang merawat Ibu juga.” Rausan menambahinya.

Jadi, kapan kira-kira saya bisa pulang dari sini dok?” Tanya pasien tersebut kepada dr.Rausan.

dr.Rausan pun menjawab: “Besok pagi akan kami diskusikan bersama bagaimana keputusannya ya Bu, karena saya tidak bisa memutuskan sendiri perihal kondisi Ibu sekarang. Tetapi yang paling penting bagi Ibu adalah, selama Ibu berada disini adalah tanggung jawab kami yang berada di rumah sakit terhadap segala jenis perawatan yang berhak Ibu dapatkan, serta semua fasilitas yang ada disini. Tetapi ketika Ibu sudah dinyatakan pulang dari sini atas hasil kami berembug, maka sepenuhnya hal tersebut adalah tanggung jawab Ibu dan keluarga di rumah.” dr.Rausan mempertegas jawabannya.

Baiklah dok kalau begitu.” Jawab pasien tersebut setelah mendapat penjelasan dari dr.Rausan.

Lalu pasien tersebut pun masih ingin bertanya lebih kepada dr.Rausan : “Ehm,,,kalau boleh tahu apakah penyakit Ibu dokter, sama dengan saya dan sudah berapa lama dok?” Pasien mulai perlahan menelisik apa yang sebenarnya terjadi di dalam kehidupan pribadi dr.Rausan.

Dengan sangat tenang, Rausan pun menceritakan kisah Ibunya dan keluarganya. “Penyakit yang di derita Ibu saya, hampir sama dengan yang Ibu alami sekarang, namun beliau memang tidak masuk rumah sakit, karena waktu itu dalam benaknya yang penting semuanya sehat dan semua kebutuhan keluarga kami bisa tercukupi. Jangankan untuk biaya rumah sakit kala itu, untuk kebutuhan sehari-hari kami pun sangat terbatas, sehingga kami harus bekerja lebih keras lagi untuk tetap hidup di dunia ini dengan segala kemampuan yang kami miliki.” Tandasnya.

Dan penyakit Ibu saya baru terdeteksi ketika saya sudah menyelesaikan studi saya di kedokteran. Kemudian saya menawarkannya untuk dirawat, tetapi beliau tidak mau Bu. Dan akhirnya beliau banyak dirumah dengan terapi berjalan kaki di taman yang biasa kami kunjungi, dan hal itu dilakukannya rutin sampai sekarang. Setelah saya di terima bekerja di rumah sakit ini, waktu saya untuk bersama melakukan terapi dengan Ibu saya  adalah satu hari dalam seminggu. Dan itu saya lakukan pada hari libur praktek, yaitu hari ini.” Rausan melanjutkan ceritanya.

Kemudian pasien tersebut menyela: “Waduh, saya kalau begitu mengganggu jadwal terapi Ibu dokter ya? Maaf dok kalau begitu saya tidak tahu dok?” Seraya merasuk perasaan berdosa dari tampak wajahnya.

Tenang saja Bu, Ibu tidak perlu merasa waktu saya tersita karena saya harus menjumpai Ibu sekarang, toh saya sudah mendapat izin dari beliau,,bahkan beliau lah yang menyuruh saya untuk menemui Ibu sekarang. Dan selepas saya bertemu Ibu, saya akan tetap menemani Ibu saya terapi di taman bersama Bu.” Jawab Rausan sembari tersenyum dan memancarkan rasa bahagianya bisa memberikan semua penjelasan ini kepada pasiennya.

Lalu Rausan pun memberikan saran kepada pasien tersebut: “Sekarang Ibu fokuskan pada kesehatan Ibu, semoga diberikan kesembuhan oleh-Nya, dan besok akan saya diskusikan dengan dokter yang lain tentang apa yang menjadi pikiran Ibu sekarang ini ya Bu?” Sembari memegang pundak pasien tersebut penuh kehangatan.

Baiklah dok kalau begitu, saya akan mengikuti apa yang menjadi saran dokter. Sampaikan salam saya kepada Ibu dokter, semoga lekas pulih juga dok? Dan sampaikan permohonan maaf saya karena telah mengganggu jadwal beliau bersama dokter.” Kata pasien tersebut sambil memandang mata dr.Rausan.

Dan Rausan pun menjawab dengan penuh sabar: “Pesan dan saran dari Ibu akan saya sampaikan tentunya, dan Ibu juga lekas pulih kembali ya Bu. Kalau begitu saya permisi untuk kembali Bu. Assalamua’laikum Warahmatullah” Sembari pergi meninggalkan pasien tersebut dengan ditemani Helen sang perawat yang mendengarkan pembicaraan mereka.

Kemudian mereka sampai di ruangan perawat dan Rausan pun berpesan kepada perawat untuk mencatat segala hal yang tadi telah disampaikannya untuk dijadikan pertimbangan besok berunding dengan dokter yang lain.

Lalu Rausan pun berangkat pulang kembali menuju rumahnya, dan di tengah jalan ia menyempatkan untuk menelepon Ibunya.

Tut,,,tut,,,tut,,,” Suara dering telepon tersambung dari telepon genggamnya, namun setelah sekian lama tidak ada jawaban dari Ibunya, karena biasanya Ibunya langsung menjawab ketika ada suara telepon berdering di rumahnya.

Kemanakah Ibunya kok tidak menjawab teleponnya?” Dalam benak Rausan mulai khawatir dengan kondisi Ibunya.

Apakah yang terjadi?

Kita akan lanjutkan pada Segelas Susu Eps.5

Bandung, 30 Oktober 2012     With Love: Dicky Supriatna

SMART

Apa yang terlintas dalam benak kita ketika mendengar kata smart?

Pastilah banyak argumen dan asumsi dari masing-masing benak kita, apalagi kita diciptakan beraneka ragam bangsa, suku, keturunan, negara, dan lain sebagainya.

Nah, agar lebih sempit lagi pemikiran (pola pembicaraan) kali ini, maka dibuat mudah saja.

………….

Ketika kita memiliki sebuah tujuan/impian/asa/cita-cita dalam hidup yang kita jalani, maka kita senantiasa melihat hal tersebut adalah tujuan/goal yang harus kita wujudkan dengan cara-cara yang baik dan sesuai dengan ketentuan agama serta hukum dan norma yang berlaku. Namun, kadangkala kita terjebak dengan sebuah pikiran seperti: (masih ada esok, malas, nanti saja, pusing, bingung, dan kawan-kawannya),  yang akhirnya membuat pikiran tersebut mengguncang perasaan kita.

Lantas, apa yang bisa membuat pikiran kita menjadi nyaman ketika perasaan pun ikut terpaut dan terlibat?

Banyak cara dan banyak sekali kata -kata yang bisa menginspirasi kita, dan bahkan bisa kita dapatkan dengan mudah ketika kita browsing di internet.

Dan yang pada akhirnya, kita ‘terjebak’ pada hasil akhirnya, tanpa kita melihat proses yang lebih detail dalam mewujudkan tujuan atau impian kita.

Dari semua hal yang terjadi ketika kita hendak mewujudkan sebuah tujuan dalam hidup kita, barangkali kata-kata yang  ‘terselip’ dan menarik untuk dibuat dalam sebuah catatanku.

SMART…

S: Spesifik {secara jelas}

Ketika kita memiliki sebuah tujuan jangka panjang dalam hidup, maka buatlah jelas secara pandangan dalam diri kita.

Contohnya: Ketika Anda berkehendak memiliki rumah idaman, maka Anda jelas hendak punya rumah, maka Anda akan mengumpulkan dana untuk meraih kearah sana dan mengabaikan keinginan-keinginan lain yang akan menggiurkan/menghambat Anda untuk mencapai tujuan memiliki rumah idaman.

M: Measurable {Terukur}

Ketika kita memiliki sebuah tujuan, harus terukur.

Contohnya: Ketika Anda memimpikan sebuah rumah idaman seperti contoh diatas, maka Anda harus mengukur dengan segenap pendapatan inti Anda, jangan sampai kebutuhan sehari-hari Anda dalam menunjang menuju ke arah tersebut terabaikan, atau lebih lagi Anda menyiksa diri Anda karena mengharapkan/mewujudkan impian besar Anda.

A: Achievable {Teraih/Tercapai}

Ketika kita mempunyai impian/harapan untuk mencapai sebuah maksud dalam diri kita, maka hal tersebut harus teraih/tercapai dengan realistis yang dapat memengaruhi pikiran dan hati Anda.

Contoh: Ketika Anda mengharapkan rumah idaman, maka Anda telah jelas sangat spesifik dan jelas ketika memimpikan hal tersebut, sekarang adalah waktunya pikiran Anda lebih memperjelas dan menguatkan kembali bahwa hal tersebut bisa Anda raih dan dapatkan dengan sangat jelas dalam benak Anda.

Atau secara implisitnya hal ini lebih mengarah kepada secara afektif dalam pikiran Anda.

R: Realistic {Berdasar pada realita}

Ketika Anda mengharapkan impian Anda ingin terwujud, maka Anda harus realistis pada kenyataan yang sedang dihadapi.

Contoh: Ketika rumah idaman adalah yang Anda harapkan, maka Anda pun harus realistis dengan apa yang Anda hadapi ketika menuju ke arah tersebut, jangan sampai kenyataannya, Anda malah memprioritaskan pada impian yang lain yang menjadi second oppinion dari prioritas yang tengah Anda utamakan.

Ketika ada dorongan untuk mengharapkan rumah idaman Anda, tetapi dalam kenyataannya Anda harus membeli sebuah kendaraan untuk memenuhi kebutuhan menuju rumah idaman tersebut, maka Anda bisa menjadikan bahwa membeli kendaraan adalah sarana untuk lebih mempercepat proses menuju harapan yang Anda ingin raih.

T: Time {Waktu yang Jelas}

Ketika Anda mengharapkan untuk mewujudkan impian Anda, maka Anda buat waktu yang jelas berapa lama durasi waktunya kapan Anda bisa wujudkan.

Contoh: Ketika Anda mengharapkan rumah idaman yang hendak Anda wujudkan, maka buatlah limit waktu yang jelas, misal 4 tahun, 5 tahun, atau kurang dari itu. Karena hal ini dibutuhkan untuk membuat batasan dalam pikiran Anda, ketika Anda mulai tergiur untuk memprioritaskan pada bagian lain yang timbul pada saat Anda hendak mewujudkan impian tersebut.

Sehingga, waktu yang jelas akan membuat Anda lebih jelas dalam menentukan hal tersebut dapat diraih dan sangat realistis dengan apa yang Anda dapatkan selama ini.

Semoga kita bisa menarik hikmah dari untaian kalimat diatas, dan hal yang disampaikan masih sangat jauh dari kekurangan, sehingga masih banyak yang perlu dibenahi lagi.

Semoga bermanfaat…

Wallahu a’lam bish shawab

Bandung, 29 Oktober 2012        With Love: Dicky Supriatna

Istikharah Cintaku

بِــــــــــسْمِ الَّلهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـم

Ya Allah…
Sebuah rasa telah tertanam dalam hati
Yang telah lama terpupuk dan tersiram
Tumbuh mengembang dan berakar

Ya Rabb…

Aku terlempar dalam sahara cinta

Terpasung diruang jiwa

Ku pun mencoba menerjemahkan makna cinta

Yang menjerit disudut qalbu hamba

Wahai Pemilik Rasa …
Aku mencintainya…
Salahkah atas sebuah rasa?
Dosakah atas rindu yang melandaku?
Dan salahkah aku atas harapan yang terpatri?

Ya Allah Yang Maha Penguat…
Aku adalah hambaMu yang lemah
Engkau tahu segala celah
Dan cobaan hati adalah sisiku yang terlemah

Wahai Pemberi Ridho…
Apakah cintaku yang diam
Akan berkisah seperti kisah Ali dan Fatimah?
Yang dipertemukan dalam keridhoanMu.
Ataukah cintaku ini akan berakhir disini?

Cinta yang hanya tinggal kenangan
Dan menghilang seiring waktu yang berjalan.

Ya Allah…
Hamba berada dalam pilihan yang terberat bagi hati
PilihanMu-lah yang paling kunanti
Yang Engkau tetapkan untuk meniti hari-hariku

Ya Allah…
Bukan paras cantik semata, harta atau benda yang kuharap darinya
Tapi ketaatannya padaMu-lah yang paling utama

Ya Allah…
Siapakah dia yang akan menjadi kekasih hatiku?
Yang terikat atas walimahan suci
Hingga hamba bisa mengucapkan padanya: “Aku mencintaimu karena Allah”
Sebagai kado yang teristimewa dan bersemi dihati

Ya Allah…
Inilah ungkapan isi hatiku
Engkau mengetahui segala yang tersimpan dihati
Harapanpun sudah kupanjatkan kepadaMu dari dulu hingga kini
Dan Engkaupun tau segala yang terbaik buatku

Yang manakah yang akan menjadi pilihan terbaikMu buatku?

Ya Allah…
Aku memohon padaMu
Memilih pilihan terbaik menurut pengetahuanMu
Karena Engkaulah Yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui

Ya Allah..
Dengarkanlah istikharah cintaku…
Berilah jawaban atas doaku…
Pilihkanlah yang terbaik untuk agama dan kehidupanku
Jauhkanlah yang terburuk bagi agama dan kehidupanku
Berkahilah kebaikan bagiku dan jadikan aku ridho dengan ketentuanMu

Ya Allah… kabulkanlah permohonanku…

 أَمِيْن يَا رَبَّ العَالَمِينْ
Bandung, 28 Oktober 2012          With Love: Dicky Supriatna

Journey

Half people in this world is sleeping

Half of them are awake

On another can hear their heartbeat

Half just hear them break

 

What a journey it has been

And the end is not in sight

But the stars are out tonight

And they’re bound to guide my way

 

When they’re shining on my life

I can see a better day

I won’t let the darkness in

 

What a journey it has been

I have been to sorrow

I have been to bliss

Where I’ll be tomorrow

I can only guess

 

Through the darkest desert

Through the deepest snow

Forward always forward, I move on

Forward, always forward…

 

Onward, always up…

Catching every drop of hope

In my empty cup of hope

Segelas Susu Eps.3

Pada episode sebelumnya, dikisahkan Rausan sekarang sudah menjadi seorang dokter yang mulai bekerja dalam memberikan jasanya kepada orang lain yang membutuhkan. Berikut adalah petikan dari paragraf akhir dari kisahnya:

“Kemudian Om tersebut mengizinkanku untuk melanjutkan pendidikan ku secara mandiri dengan hasil dari ijazah yang kuterima dengan praktek dari rumah sakit ke rumah sakit, dari pagi sampai malam dan dari hari ke hari, aku habiskan waktu untuk melayani orang lain yang membutuhkan bantuanku, tanpa aku minta balas jasa dari hasil jasaku ini.

Setelah ia lulus dan mulai bekerja, dr Rausan memiliki banyak pasien yang selalu ia hiasi setiap harinya dengan sapaan yang ramah dan penuh senyuman serta ketulusan. Setiap hari ia kunjungi pasien-pasien yang ada di rumah sakit dan selalu mengucapkan salam serta kata-kata yang khas disertai dengan senyuman manis dari lesung pipi nya.

Selamat pagi. Kabar sehat tentunya?.” Kalimat inilah yang menjadi cir khas pertemuan kepada seluruh pasien yang ia datangi.

Sampailah pada satu malam ketika ia sepulang tugas, ia mendapatkan telpon dari rumah sakit bahwa ada salah satu paseinnya (seorang ibu) yang ingin sekali ditemui pada malam itu juga karena ia tidak bisa tidur katanya. Tanpa ragu dan melihat hari sudah larut malam, dr Rausan pun segera bergegas untuk datang menuju rumah sakit dan hendak menemui pasirn tersebut.

Ia berangkat dengan menggunakan sepeda motor, karena ia tidak memiliki mobil seperti dokter-dokter yang lainnya, namun ia sangat bersyukur sekali dengan segala yang ia miliki dari hasil jerih payahnya ber ikhtiar menjadi seorang dokter. Ketika dalam perjalanan, dan ketika berhenti di traffic light sekitar wilayah dago, ia melihat seekor kucing kecil dengan suaranya yang sangat melengking seolah-olah mencari sosok induknya yang entah dimana. Ia pun turun dari sepeda motornya, lalu kesamping untuk mengambil anak kucing tersebut, dan ia pun meraihnya lalu memasukannya di dalam tas nya karena ia juga berfikiran bahwa kucing pun adalah mahluk ciptaanNya yang harus disayangi dan dikasihi.

Kemudian, tibalah ia di rumah sakit dan masuk ke ruangannya seraya meletakkan tas dan segera mengenakan pakaian dinasnya yang tersimpan menggantung di kursi kerjanya. Lalu, ia pun mengeluarkan kucing kecil tersebut dari tasnya dan membiarkannya bermain di kantornya dengan memberikannya sepotong kue dan susu yang ada di lemari es di ruangannya. Lalu ia pun berbincang sejenak kepada kucing tersebut: “Kucing, ini ada kue dan susu, kalau kamu lapar makanlah tetapi jangan sampai kamu keluar ruangan, karena nanti aku bisa kena sanksi oleh pimpinan disini. Aku berangkat menemui pasien yang mau aku kunjungi. Sampai nanti” Begitu ia berbincang seolah seperti kepada manusia saja.

Lalu ia pun mendatangi pasien yang ingin menemuinya, dan dengan senyuman hangat serta khas salam perjumpaannya ia tebarkan.

Selamat pagi. Kabar sehat tentunya?” Tanya dr.Rausan kepada sang pasien.

Dan hal tersebut sangatlah kaget ketika didengar oleh pasien tersebut, lalu pasein tersebut pun menjawab: “Sekarang kan malam dok? Kok selamat pagi sih? Dokter ini ada-ada saja.

Kemudian Rausan pun menimpalinya: “Kenapa saya bilang selamat pagi kepada Ibu, karena dengan semangat pagi lah kita bisa memulai hari baru yang lebih indah tentunya Bu, jadi kita akan selalu segar dan bersemangat menghadapi hari ini.” Sambil tersenyum Rausan menjawab.

Dan sang ibu pun menjawab sambil tersenyum: “Ah, dokter bisa saja menjawabnya, hehehh.

Harus bu, kita harus semangat dan optimis selalu, jadi kita akan selalu tersenyum menghadapi semuanya, tapi jangan senyum sendirian bu, nanti disangka???Hehhhh.” Rausan menjawab sembari bercanda kepada pasien tersebut.

Kemudian ibu itu pun menjawab kembali: “Betul dok, kita harus semangat ya? Kalau tidak bisa jadi malas ya dok?

Lalu Rausan pun menjawab kembali: “Tepat sekali dan setuju dengan Ibu, jadi kita sepakat kalau selalu bersemangat dan tetap optimis menghadapi semuanya ya Bu?

Siap dok….” Kata sang Ibu sambil tersenyum.

Dan Rausan pun melanjutkan perbincangan pada maksud mengapa sang ibu tersebut memanggilnya datang: “Baiklah kalau begitu Bu. Sekarang Ibu tersenyum sebentar kemudian menghela nafas tenang, lalu keluarkan dan tenangkan pikirannya, kemudian berdoa kepadaNya supaya Ibu bisa tenang dan tidur malam ini.

Dan Ibu tersebut mengikuti apa yang dr.Rausan sarankan, entah seperti terhipnotis atau apa, hanya dalam hitungan kurang dari 10 detik, ibu tersebut bisa tidur dan keluarga yang menunggunya pun kaget kok bisa seperti itu, padahal dari tadi ia gelisah dan tidak bisa tidur.

Kemudian dr.Rausan pun meninggalkan pasein tersebut dan mengajak keluarga yang menunggunya untuk berbincang sebentar di luar kamar.

Kalau Ibu Anda terbangun, ucapkan selamat pagi dan tetap semangat. Jadi, Anda pun bisa istirahat juga selagi Ibu Anda tidur, ya?” Kata dr.Rausan kepada anaknya yang sedang menunggu ibunya yang sedang sakit.

Baik dok, akan saya lakukan. Terima kasih dokter sudah mau datang memenuhi panggilan ibu saya, walau hanya beberapa menit saja, saya sangat berterima kasih kepada dokter. Sekali lagi, terima kasih dok.” Kata sang anak

Lalu Rausan pun menjawabnya: “Tenang saja, tidak merepotkan kok, itu sudah tugas dan tanggung jawab saya sebagai manusia yang harus saling tolong-menolong dan mengasihi sesama mahluk Tuhan bukan sebagai seorang dokter.” Lebih menegaskan. “Kalau begitu, saya permisi dan selamat beristirahat ya? Sampaikan selamat pagi dari saya kepada Ibu Anda ketika beliau nanti bangun. Assalamu’alaikum Warahmatullah.” Rausan pun berpamitan.

Kemudian, Rausan pun masuk ke kantornya dan melihat kemana kucing tadi yang ia bawa dan ia simpan di kantornya. Lalu ia mendapati sepotong kue dan susu yang telah dihidangkannya ternyata habis dimakan oleh kucing tersebut, dan ia melihat kucing tersebut sedang tertidur di kursi tempat biasa ia duduk.

Lalu ia pun membangunkan kucing tersebut dan membawanya kembali masuk ke dalam tasnya, dengan maksud akan ia bawa pulang untuk dipelihara dirumahnya untuk menambah penghuni rumah yang hanya diisi oleh ia dan Ibunya saja.

Waktu pun berlalu dan ia kini telah sampai di rumah dengan membawa seekor kucing kecil yang manis berwarna kuning putih dan coklat, dengan ekor yang pendek dan terdapat warna hitam pas dibagian pipinya sebelah kanan. Lalu ia pun melepaskan kucing tersebut di rumahnya, supaya ia bisa beradaptasi dengan tempat barunya.

Adzan shubuh berkumandang, Rausan pun terjaga dan begitu pula Ibunya, kemudian mereka melaksanakan shalat shubuh berjamaah di rumahnya yang sederhana, kemudian memulai aktifitas rutin yang biasa dilakukan seperti beres-beres rumah dan ditambah dengan tugas barunya sekarang, yaitu memberikan sarapan untuk kucing kecilnya yang baru saja ia temukan di jalan kemarin malam ketika ia hendak mengunjungi pasiennya di rumah sakit.

Pagi hari menjelang, matahari pun menyapa dengan indah menusuk ke dalam rumahnya melalui jendela yang terbuka lebar, seolah mempersilakan tanpa permisi untuk masuk menggantikan rotasi udara yang kelam menjadi tenang di dalam rumah, sehingga hari akan selau hangat dan dengan semangat terbarukan selalu menyertai.

Hari ini adalah hari minggu, hari dimana Rausan libur dan tidak ada jadwal ke rumah sakit, dan ia biasa menghabiskan waktunya di rumah bersama sang Ibu untuk berbincang dan bersantai. Di saat sarapan sudah siap disajikan Ibu Rausan memanggilnya untuk segera makan bersama, duduklah mereka di meja makan mungil dan makan bersama dengan hidangan istimewa dari sang Ibu dan merupakan makanan favorit Rausan, yaitu Nasi Goreng plus telor mata sapi, dengan keluarga barunya yaitu kucing kecil yang tengah menikmati makanan dari sang Ibu yang disajikan di piring sendiri di bawah. Lalu mereka pun makan bersama. Ketika sedang menikmati sarapan bersama, terdengar suara telefon rumahnya berdering “Kring,,,,kring,,,,kring….” dan segera sang Ibu menghentikan makannya.

Biarlah Ibu yang mengangkat, kamu makan saja dengan santai ya nak?” Sahutnya.

Baiklah Bu, terima kasih Ibuku yang cantik dan paling baik sedunia…” Rausan memberi pujian kepada Ibunya sambil tersenyum.

Tak lama kemudian, Ibunya pun memanggilnya karena telefon tersebut tampaknya untuk dia. “Nak, telefon dari rumah sakit, tumben telefon kerumah, biasanya kan ke hp mu?” Kata sang Ibu sambil mendekati Rausan yang sedang menikmati sarapan.

Lalu, Rausan pun menuju ke tempat telefon disimpan dan menjawab telefon tersebut. Setelah ditutup gagang telefon tersebut, wajah Rausan sedikit agak berbeda, “apa yang tengah ia dapati ketika ditelefon tadi?Dalam
benak Ibunya bertanya.

Ada apakah gerangan???????

Kita akan ketahui kelanjutannya di epidode Segelas Susu Eps.4

Bandung, 28 Oktober 2012          With Love: Dicky Supriatna

AMAZING

Ketika mendengar kata ‘Menakjubkan’, yang terlintas dalam pikiran kita adalah sesuatu yang luar biasa dan hal yang sangat jarang kita ucapkan dalam sehari-hari ketika kita memberikan sebuah pujian atau pun kekurangan kepada orang lain yang berkomunikasi dengan kita.

Marilah kita berikan pujian kepada siapapun tanpa melihat apakah orang tersebut membenci, tidak senang, tidak suka terhadap kita. Karena secara lahiriah, manusia diciptakan sebagai mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, dalam keadaan apapun dan dimanapun. Masih bingung??

Kita ambil satu contoh kecil:

Ketika Anda hendak masuk ke daerah yang bisa dikatakan baru pertama kalinya Anda menginjakkan kaki di wilayah tersebut, dan Anda memegang satu alamat yang belum tahu letak pastinya, apa yang akan Anda lakukan?

Itulah salah satu bukti bahwasannya manusia membutuhkan orang lain dalam berinteraksi secara sosial dan tidak melihat orang tersebut dari sisi gender maupun strata.

Lalu,,,,,apa hubungannya dengan judul AMAZING?….

Berikut adalah kisahnya……..

Sebuah perjalanan yang sangat berkesan dan pengalaman yang tidak ada bandingnya (menurutku), sewaktu perjalanan pulang dari Makassar ke Jakarta beberapa bulan yang lalu.

Singkatnya, aku sudah duduk di kursi sesuai dengan tiket yang ku pesan. Selang beberapa menit kemudian, datanglah seorang ibu separuh baya duduk persis disampingku, dan aku pun memberikan senyuman sebagai tanda hangat menyapanya.

Kemudian pesawat pun Take off dan perjalanan pun dimulai. Sekitar 15 menit perjalanan, sang ibu disampingku membuka tas kecilnya dengan mengeluarkan sebuah album kecil yang berisikan foto-foto keluarganya. Kemudian, aku pun menolehnya karena tak bisa terpejam juga mataku ini. Lalu, aku pun memberanikan diri untuk bertanya kepada ibu tersebut.

Maaf bu, nampaknya Ibu sangat bahagia sekali melihat foto tersebut, apakah mereka putra Ibu semuanya?” (Karena nampak foto keluarga yang terdiri dari 4 orang anak laki-laki di belakang 1 orang lelaki dewasa dan 1 orang perempuan di sampingnya)” Tanyaku.

Kemudian, Ibu tersebut menjawab: “Ya, mereka adalah putra-putra saya dan yang duduk di samping saya adalah suami saya, Pak.” Sembari tersenyum.

Lalu aku pun melanjutkan perbincangan untuk mengisi kekosongan selama perjalanan di dalam pesawat: “Nampaknya Ibu dan suami sangat bahagia mempunyai putra-putra yang sukses semuanya ya Bu?” Tanyaku balik.

Kami sangat bahagia Pak. Hanya saja suami saya meninggalkan kami ketika dalam tugas ketika putra bungsu kami lahir setelah usia 7 tahun, dan saya harus tetap menghidupi anak-anak saya yang pada saat itu masih bersekolah.” Jawabnya.

Aku pun menimpalinya: “Maaf kalau saya menyinggung perasaan Ibu dan bertanya-tanya. Maafkan Bu.

Dan Ibu tersebut menjawab kembali:’ “Tidak apa, justru saya senang ada yang bertanya, karena kalau senyum/nangis sendiri, nanti malah saya dianggap kurang waras pak?..hehhh” Nampak mulai cair suasana perbincangan kami.

Dan aku pun hanya bisa tersenyum kala itu.

Oya, lalu rencana Ibu ke Jakarta mau mengunjungi mereka?” Tanyaku lagi.

Saya baru saja dari tempat anak saya yang keempat yang tinggal di Makassar, dia bekerja sebagai seorang Dokter, sementara yang ketiga di Singapore, ia kini bekerja sebagai Manager di sebuah super market, dan yang kedua di Selandia Baru, ia bekerja sebagai sekretaris di kedutaan besar Indonesia untuk Selandia Baru, dan yang pertama,,,,,,(sambil menghela nafas),,,,ehm…. sebagai seorang petani di Jawa Tengah. Dan saya akan connecting flight ke Singapore setibanya di Jakarta, Pak.” Katanya secara detail menjelaskan kronologis putra-putranya.

Aku pun menyimaknya dengan seksama dan sangat terkesan. Lalu aku kembali bertanya kembali kepada Ibu tersebut: “Dari semua putra-putra Ibu, 3 diantaranya sangat sukses dibandingkan putra Ibu yang pertama. Maaf, apakah Ibu merasa ada yang kurang ketika putra Ibu tersebut hanya sebagai seorang petani, dibandingkan adik-adiknya yang sangat sukses dibanding kakaknya?” Sambil merasa khawatir kalau menyinggung perasaan Ibu tersebut.

Saya justru sangat bersyukur dengan anak saya yang pertama, Pak?” Jawabnya dengan sangat antusias sekali yang terlihat dari mimik nya.

Agak terheran-heran aku pun kembali bertanya: “Benarkah demikian?”

Lantas Ibu tersebut pun menjelaskan secara terperinci:

Saya bangga sekali dengan semua anak-anak saya yang telah sukses dengan pekerjaan dan aktivitas yang mereka lakukan tanpa ada paksaan dari saya sebagai Ibunya maupun almarhum suami saya, karena sepeninggal suami saya, saya tidak pernah mengeluh akan urusan duniawi, biarlah kami hidup cukup serta senantiasa bersyukur atas apa yang Tuhan berikan kepada keluarga kami. Mengapa saya bangga sekali dengan anak saya yang pertama? Karena semua biaya adik-adiknya yang sekarang telah menjadi ‘Orang’ katanya, adalah dari modal kakaknya yang notabene hanyalah seorang petani. Dia tidak pernah kurang atau pun merasa tidak dihormati karena hanya seorang petani, tetapi dia sukses mendidik adik-adiknya dengan penuh ketulusan dan dari keringat dia bekerja sebagai seorang petani Pak. Dan saya hanya berpesan pada dia, kalau kesuksesan itu adalah ketika kita bisa memberikan kesuksesan kepada orang lain dan menjadikan orang lain lebih sukses dari kita, itu sangat jauh lebih bermakna.

Sungguh sebuah jawaban yang luar biasa Bu, saya sepakat dengan pernyataan Ibu tadi, karena orang lain barangkali hanya memandang kesuksesan tersebut dilihat dari sisi duniawi seperti berapa rumah yang dia miliki, berapa banyak uang yang ada di rekening tabungan nya, dan berapa jumlah kendaraan yang dia miliki.” Aku menanggapinya.

Tanpa terasa kami pun sampai di Bandara Soekarno Hatta dengan sehat dan selamat.

Sungguh sebuah pengalaman perjalanan yang luar biasa dan sangat menginspirasi bagiku.

…………………………………

Karakter tidak dapat dibangun dengan mudah dan santai. Hanya melalui pengalaman yang penuh cobaan dan pengorbanan hati yang lebih kuat, visi yang jelas, ambisi yang tersemangati, maka sukses dapat diraih.

(Character cannot be developed in ease and quiet. Only through experience of trial and suffering the soul can be strenghtened, vision cleared, and success achieved)

Wallahu’alam bish shawab

Bandung, Februari 2012

With Love: Dicky Supriatna

Gallery

Segelas Susu Eps.2

Masih ingatkah dengan kisah segelas susu yang sebelumnya? Mari, supaya bisa mengingatnya, coba baca terlebih dahulu episode pertamanya dan yang di bawah ini adalah paragraf akhir dari episode sebelumnya. ___———-____———-____ Tanpa ragu Rausan kecil yang sudah menjadi seorang dokter pun … Continue reading

SEGELAS SUSU Eps.1

Sebuah cerita yang barangkali bisa membuat kita menjadi terinspirasi dan mungkin saja tidak berarti dan bermakna.

Diceritakan di sebuah kota di Bandung, terdapat sebuah keluarga kecil yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang anak yang bernama Rausan.

Pada suatu hari, Ayah Rausan diberhentikan dari pekerjaannya karena habis kontraknya, sementara sang Ibu tinggal dirumah mengurusi rumah mungil mereka supaya tetap nyaman, aman, dan menciptakan keharmonisan di dalam keluarga.

Rausan kecil memutuskan untuk membantu keluarganya dalam menghidupi kebutuhan sehari-hari dengan berjualan kue keliling dari rumah ke rumah sepulang sekolahnya. Memang dari hasil penjualan kue tersebut bisa dikatakan kurang, namun bagi Rausan kecil sangatlah berarti ketika ia bisa memberikan hasil dari usaha ia berjualan kue tersebut.

Pada saat hari libur, Rausan kecil berjualan full time dari pagi sampai sore hari. Sampai ia menahan rasa lapar yang sedang berseringai di dalam dirinya. Kemudian, ia pun membuka dagangannya dan melihat ada satu lagi kue yang belum bisa ia jual. Dalam benaknya terbersit untuk memakannya karena rasa lapar yang membahana, tetapi ia berfikir ulang untuk melakukannya, karena kue tersebut untuk dijual bukan untuk dikonsumsi untuk dirinya.

Sampailah ia di sebuah rumah yang mewah, lalu mengetuk pintunya dengan maksud menjual kue yang tinggal satu lagi tersebut. Setelah diketuk, keluarlah seorang anak muda seusia dengan dia, namanya Pashya. Lalu ia pun menawarkan kue tersebut padanya, namun apa yang terjadi, Pashya menolak untuk membelinya dengan sangat bijaksana.

Tuturnya: “Aku tidak akan membeli kuemu, karena aku sudah makan. Namun, aku melihat kamu sepertinya lapar ya?”

Lalu, Rausan pun menjawab: “Aku memang lapar, tapi aku tak mau memakan kue ini, karena kue ini untuk ku jual untuk membiayai kebutuhan sehari-hari keluarga kami.”

Setelah mendengar apa yang telah disampaikan oleh Rausan, Pashya pun meminta izin kedalam rumah sebentar, “Tunggu sebentar, aku punya sesuatu untukmu.” Katanya sambil meninggalkan Rausan sendiri di teras rumahnya.

Lalu ia menghampiri Rausan sambil menyodorkan segelas susu kepadanya sambil berkata: “Minumlah susu ini, barangkali bisa membuatmu mengurangi rasa laparmu.”

Rausan pun mengambil segelas susu tersebut, lalu meminumnya. Setelah selesai meminumnya, Rausan mengucapkan: “Terima kasih kamu sudah memberikan susu untukku, dan aku tidak akan melupakan kebaikanmu kepadaku sampai kapan pun.” Kemudian ia pun berpamitan untuk berangkat mengedarkan satu kue yang tersisa di dalam dagangannya.

Singkat cerita,,,,,,,,,perjalanan pun berlangsung selama 20 tahun berjalan.

Pashya, gadis kecil pemberi susu tersebut menderita penyakit kanker rahim yang mengharuskan ia di operasi dan diangkat rahimnya. Seluruh keluarganya panik, karena gadis 27 tahun ini harus di operasi, sementara dari mana uang yang harus mereka bayar ketika hal itu nanti terjadi.

Lalu keluarganya pun membawa ke rumah sakit demi rumah sakit untuk melakukan operasi Pashya, namun seluruh rumah sakit tersebut menolaknya karena alasan administrasi dan biaya yang harus dibebankan kepada keluarganya sangatlah mahal dan ia pun tidak mampu untuk membayarnya.

Sampailah pada satu waktu, ia ke rumah sakit terkenal disana, sambil merasa pesimis bahwa Pashya pasti tidak akan diterima disana. Namun takdir berkata lain, ketika sang Ibu memasuki rumah sakit tersebut, ia dipersilakan untuk memasukan anaknya disitu dan di operasi di rumah sakit tersebut. Perasaan kaget dan aneh mulai merasuk sang Ibu dan Pashya yang tidak tahu apakah ini nyata atau tidak.

Setelah 1 minggu ia menginap disana, tibalah waktu untuk ia melakukan operasi pengangkatan kanker rahimnya. Dengan penuh ketegaran dan kesiapan mental, Pashya pun bersiap menghadapi usaha pengangkatan kanker di rahimnya tersebut.

Setelah operasi selesai dan ia masuk kembali ke kamarnya, sang Ibu sangatlah bahagia karena melihat anaknya kini sudah sehat kembali seperti semula dan nampak sedih pun bercampur didalamnya, karena dipastikan ia akan merasa sebagai wanita yang tidak akan mendapatkan cucu dari anaknya. Namun hal tersebut adalah perasaan yang berlebihan dan bukan menjadi prioritasnya, karena ada yang lebih urgen dari semua itu, yaitu administrasi selama ia di rawat di operasi disana.

Langkah gontai dan takut mulai menyelimuti perasaan dan pikiran Pashya ketika ia dokter menyatakan bahwa ia boleh pulang karena kondisinya semakin membaik. Kemudian, ia pun merapikan seluruh barang-barang di kamarnya dan mulai berangkat pulang.

Sesampainya di meja pembayaran, ia pun takut karena dipastikan ia tidak bisa pulang karena: “Dana yang harus ia tebus sangatlah mahal dan darimana harus membayarnya?” dalam pikirannya berbicara.

Kemudian ia memberanikan diri untuk bertanya kepada petugas kasir tentang administrasi pembayarannya selama ia berada di rumah sakit tersebut. Lalu sang kasir pun memberikan amplop yang berisi tagihan dari biaya tersebut. Dengan keraguan dan ketakutan, ia menerima amplop tersebut dan membukanya perlahan.

Apa yang terjadi??????????????????

Sangat terkejut ketika ia membuka isi amplop tersebut, karena tidak ada nominal satu digit pun dilihatnya, tetapi hanyalah sebuah kalimat yang ia tidak duga sebelumnya. Kalimat itu tertulis: “Semuanya sudah dibayar lunas dengan segelas susu. – Dengan hormat. dr. Rausan.”

Ia pun terkejut dan masih berfikir dalam benaknya: “Siapa dr. Rausan yang dimaksud ini?” Lalu ia menoleh ke belakang dan berdirilah seorang dokter yang telah berdiri, sambil mengatakan: “Aku adalah seorang penjaja kue yang hanya tinggal satu dan menahan lapar karena tidak mau memakan kue dagangan ku karena rasa lapar itu, lalu kamu datang menawarkan ku segelas susu untuk mengusir rasa lapar ku, semoga kamu mengingatnya.”

Dari kejadian itulah, aku belajar bagaimana memberikan sebuah rasa untuk mengasihi orang lain yang sedang kesusahan.” Tandasnya.

Lalu ia pun meraih tangan Pashya sambil berkata: “Maukah kamu menjadi istriku? Istri yang mau mengajarkan aku tentang kebaikan dan memberikan hal yang terbaik bagi seluruh mahluk ciptaan Nya dengan setulus hati?

Sambil menganggukan kepala dan memandang Rausan dewasa, Pashya pun mengatakan: “Ya, aku bersedia.”

Lanjutnya: “Tapi dipastikan aku tidak akan memiliki anak nantinya, karena rahimku sudah terangkat? Apakah kamu masih mau?

Tanpa ragu Rausan kecil yang sudah menjadi seorang dokter pun mengatakan: “Aku dikaruniakan hidup untuk berbagi dengan semua mahluk Tuhan, dan anak adalah bagian kecil dari kehidupan yang harus kita jalani. Apalah artinya itu semua, toh kita masih memiliki cinta dan rasa lain yang dititipkan Tuhan kepada kita untuk tetap bisa memberi dengan setulus hati dan cinta yang kita miliki. Karena anak adalah titipan Allah Swt, dan masih banyak diluar sana anak-anak orang lain yang sama juga membutuhkan cinta dari kita berdua.”

Lalu, bagaimanakah kisah antara Pahsya dan Rausan setelah menikah?

Nantikan di SEGELAS SUSU Eps.2……Comming soon……

Bandung, 22 Oktober 2012             With Love: Dicky Supriatna

KUCING BERCELOTEH

This slideshow requires JavaScript.

Dikisahkan beberapa ekor kucing sedang mengalami sebuah rasa yang dirasakan seperti layaknya manusia.

Seekor kucing yang sedang dirundung rasa rindu kepada lawan jenisnya, merasa sendiri dan galau. Lalu ia bergumam dalam pikirnya: “Gua kangen ama lu….”

Lalu, sang jantan pun merasakan hal yang sama, dan ia pun bergumam dalam pikirnya, tandasnya: “Gua juga kangen ama lu.”

Tetapi di sisi lain, ada seekor kucing yang merasa dirinya sangat terpukul dengan perasaannya, sambil ngomel-ngomel dalam benaknya: “Atau gua mesti jedotin kepala ke tembok gituh….”

“Atau, gua mesti guling-guling di rumput gitu….”

“Terus gua mesti bilang, WOW gituh…”

“Terus gua mesti diam sambil melotot gituh….?”

“Atau, gua mesti miring-miring sambil angkat kaki, gituh…?”

“Atau gua mesti tunjukin ama lu kalau gua pemberani gitu….?”

“Tapi lebih baik, gua baca buku aja biar pinter dan tahu bagaimana rasanya kangen ama lu….”

Gambar dan cerita diatas hanyalah segelintir ekspresi yang ada dalam diri      kita (baca: kucing)

The End

Bandung, 21 Oktober 2012

ADALAH ENGKAU

Rasa yang tak dapat terejawantahkan oleh sikap

Rasa yang tak terinterpretasikan oleh rangkaian kata

Rasa yang tak terikat dalam untaian bouqe

Rasa yang terselimuti oleh raga

Tentang rasa yang kini bersemayam di dalam diri

Satu rasa yang sifatnya abstrak

Merasakan dan dirasakan adalah payung rasa diri

Hanya padaMu aku bercerita tentang sebuah rasa

Hanya padaMu aku berbincang tentang cerita rasa

Tuhan, aku memohon padaMu bukan padanya

Tuhan, aku mengharap padaMu bukan padanya

Hanya untukMu aku bersimpuh akan rasa yang terendap

Aku hanyalah manusia yang Engkau titipkan rasa

Wujudkanlah rasa yang aku rasakan hanya untukMu-melaluinya

Tuhan, aku bertanya padamu, bolehkah?

Tuhan, aku meminta padaMu, bolehkah?

Aku adalah sesosok manusia yang selalu mengharapMu

Aku adalah kehidupanku dan kenyataanku di hadapanMu

Aku manusia, dia manusia

Aku dan dia adalah manusia yang mendamba cintaMu

Ya Tuhan, perkenankanlah kami menyatukan cinta atas dasarMu

Ya Rabb, karuniakanlah kami cinta dariMu

Ya Allah, junjunglah kami dengan cintaMu

Rasa, Hidup, Cinta, Menyatu, Asa, dan Kehidupan yang kami harapkan

adalah bekal menujuMu Tuhan.

Bandung, 21 Oktober 2012

Wallahu’alam bish shawab                         With Love: Dicky Supriatna

Belajar

Orang kadang beranggapan kalau sudah jadi pengajar seperti guru maka ia berhenti belajar.

Seseorang belajar adalah kewajiban murid bukan untuk guru.

Padahal guru dan murid sama-sama manusia yang memiliki kewajiban belajar.

Sehingga praktek mengajar bukan akhir (final) dari tahapan seseorang yang sedang belajar.

Belajar adalah sikap hidup, sementara mengajar adalah pengabdian.

Di Universitas Kehidupan, belajar tidak mengenal ruang dan waktu,

Beberapa situasi dapat saja kita petik pelajaran dan hikmahnya.

Di bawah ini adalah beberapa situasi yang memungkinkan kita bisa mengambil pelajaran.

Aku belajar,

Bahwa aku tidak dapat memaksa orang lain mencintai aku.

Aku hanya dapat melakukan sesuatu untuk orang yang aku cintai…

Aku belajar,

Walaupun aku selalu memberikan kepedulian yang besar kepada setiap orang,

tapi tidak semua orang akan memberikan kepedulian yang sama kepadaku.

Aku belajar,

Bahwa butuh waktu bertahun – tahun untuk membangun kepercayaan.

Dan beberapa detik saja untuk menghancurkannya

Aku belajar,

Bahwa bukan apa yang aku punya

tetapi Siapa yang aku punya adalah yang terpenting dalam kehidupanku.

Aku belajar,

Bahwa orang yang aku kira jahat,

adalah orang yang membangkitkan semangat hidup aku serta begitu perhatian..

Aku belajar,

Bahwa seharusnya tidak selalu membandingkan diri aku

dengan yang yang terbaik dalam bidangnya.

Aku belajar,

Bahwa sahabat terbaik aku dapat melakukan banyak hal

dan kami selalu memiliki waktu yang terbaik.

Aku belajar,

Bahwa Aku dapat melakukan jauh lebih baik

setelah aku tidak bisa melakukannya.

Aku belajar,

Bahwa Aku mengendalikan sikap aku

atau sebaliknya ia yang mengendalikan aku?

Tetapi aku sadari bahwasannya ada yang mengendalikan kita…

Aku belajar,

Bahwa pahlawan adalah orang yang melakukan apa yang harus dilakukan

ketika hal itu dibutuhkan, apapun konsekuensinya

Aku belajar,

Bahwa keduniawian, materi, jabatan, dan lain sebagainya adalah cara terburuk untuk mempertahankan sesuatu

Aku belajar,

Bahwa kedewasaan lebih banyak kaitannya dengan jenis pengalaman yang kita punya, dan apa yang sudah kita pelajari darinya, dan bukan dengan berapa kali kita bertambah usia…

Aku belajar,

Bahwa tak peduli seberapa baik seorang teman berlaku kepada kita,

dia akan sesekali menyakiti kita, dan kita harus memaafkannya

Aku belajar,

Bahwa terkadang tidak cukup untuk dimaafkan oleh orang lain.

Tetapi kita harus belajar untuk memaafkan diri sendiri.

Aku belajar,

Bahwa walapun keadaan hati aku sangat parah,

dunia tidak akan berhenti karena kesedihan aku itu.

Aku belajar,

Bahwa latar belakang dan keadaan kita bisa jadi yang telah menjadikan kita siapa kita, tetapi kitalah yang harus bertanggungjawab atas diri kita.

Aku belajar,

Bahwa hanya karena dua orang bertengkar, bukan berarti mereka tidak saling mencintai;

sebaliknya, hanya karena mereka tidak bertengkar bukan berarti mereka saling mencintai.

Aku belajar,

Bahwa Kita tidak harus berganti teman

jika kita paham bahwa teman akan selalu berubah.

Aku belajar,

Bahwa kita tidak seharusnya terlalu over antusias menemukan suatu rahasia

karena ia dapat mengubah hidup kita selamanya.

Aku belajar,

Bahwa dua orang dapat melihat sesuatu dengan penglihatan yang sama persis;

demikian pula sebaliknya, dua orang mungkin melihat sesuatu dengan penglihatan yang benar-benar berbeda.

Aku belajar,

Bahwa sahabat sejati senantiasa bertumbuh walau dipisahkan jarak dan waktu.

Dan beberapa diantaranya melahirkan cinta sejati.

Aku belajar,

Bahwa aku dapat melakukan banyak hal secara instan (tanpa banyak pertimbangan)

tetapi itu akan mendatangkan sebagian keraguan dalam kehidupan aku.

Aku belajar,

Bahwa jika seseorang tidak menunjukkan perhatian seperti yang aku inginkan,

bukan berarti dia tidak mencintai aku.

Aku belajar,

Bahwa sebaik-baik pasangan, mereka pasti pernah melukai perasaannya.

Dan untuk itu kita harus mema’afkan….

Aku belajar,

Bahwa aku harus mengampuni diri sendiri dan orang lain

kalau tidak mau dikuasai perasaan bersalah terus menerus.

Aku belajar,

Bahwa aku tidak dapat mengubah seorang yang aku inginkan,

melainkan bergantung pada diri mereka sendiri.

Dan aku hanya bisa mengubah diriku sendiri.

Aku belajar,

Bahwa kata – kata manis tanpa tindakan

adalah saat perpisahan dengan orang yang aku cintai….

Aku belajar,

Bahwa orang – orang yang sangat aku cintai dan kasihi

kadangkala diambil kehidupan di dunianya terlebih dahulu dari kehidupan aku.

Aku belajar,

Bahwa Aku membutuhkan waktu

untuk menjadi orang yang aku inginkan

Wallahualam bish’shawab

With Love: Dicky Supriatna

SENYUM YUK?

Andaikan sedekah terbatas hanya dengan harta, tentu amalan sedekah menjadi monopoli orang kaya saja. Namun, Islam tidak demikian. Apabila ada syari’at yang hanya mampu dikerjakan orang tertentu, Islam akan membuka ladang yang lain bagi yang tidak mampu.

Senyuman termasuk sedekah maknawi yang sering di anggap sepele oleh kebanyakan orang. Memberi senyuman amatlah mudah dan ringan. Hanya dengan membuat bibir merekah, orang yang melihat akan senang. Apakah sebenarnya senyuman itu?

Apa  Senyuman  Itu?

“Tersenyum” dalam bahasa arab diambil dari asal kata “basama”. Ibnu Faris berkata: “Huruf ba, sin, dan mim asalnya satu, yaitu menampakkan bagian mulut yang depan karena sesuatu yang menyenangkan tetapi lebih ringan dari tertawa[1].”

Kata “basama” yaitu terbukanya dua bibir hingga terlihat gigi seri karena tertawa tetapi tanpa suara. Ia adalah tertawa yang ringan dan paling bagus.[2]

Senyuman adalah kebahagiaan yang tampak pada wajah sebagai petunjuk atas apa yang tersimpan dalam hatinya karena senang dari perjumpaan atau lainnya.[3]

Macam-macam Senyuman

Senyuman  memiliki arti yang beragama, bisa menampakkan kebahagiaan, perasaan jiwa, dan sebagainya. Secara umum, senyuman itu ada tiga macam bentuk:

  1. 1.      Senyuman yang Melukiskan Perasaan;

Yaitu senyuman yang melukiskan perasaan pribadi seseorang. Senyuman itu timbul karena perasaan dalam diri berupa kesenangan dan kebahagian yang meliputi relung hati. Hatinya penuh dengan kebaikan, tidak ada rasa dengki kepada orang lain, dia tidak menginginkan dari orang lain kecuali kebaikan. Senyuman jenis ini akan sulit sekali muncul dari orang yang tidak memiliki kriteria seperti di atas. Sungguh kita menjumpai banyak di antara manusia yang tidak pernah senyum sama sekali, raut wajahnya tampak kaku dan dingin! Tidak pernah terlihat kebahagiaan, hatinya sakit, selalu dipenuhi rasa dengki dan curiga kepada orang lain. Pintu hatinya tertutup. Kebaikan sedikit sekali melintas dalam dirinya. Wallahul Musta’an. Contohnya:

  • Muncul dari lubuk hati karena berjumpa dengan manusia

Senyuman ini melukiskan perasaan senang ketika berjumpa dengan manusia. Contoh konkretnya seperti yang dikatakan sahabat mulia Abdullah bin Harits radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

“Tidaklah aku melihat seorang pun yang lebih banyak tersenyum daripada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.” [HR.Ahmad: 4/191, at Tirmidzi dalam Syama’il Muhammadiyah, dishohihkan Syaikh al Albani dalam Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah: 194]

Hal itu dikerjakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ketika berada di tengah manusia karena senyuman semacam ini akan membawa pengaruh yang kuat kepada orang yang diberi senyuman. Perasaan orang yang diberi senyuman akan senang dan berbunga-bunga karena senyuman ini tulus dari hati, tidak ada tendensi dan motif tertentu.

  • Muncul dari lubuk hati karena melihat sesuatu yang membuat tertawa

Senyuman ini pun muncul dari hati. Sebabnya bisa karena mendengar atau melihat sesuatu yang lucu. Contohnya adalah kisah sahabat yang mulia Rifa’ah al Qurozhi radhiyallahu ‘anhu tatkala menceraikan istrinya talak tiga. Kemudian istri Rifa’ah tersebut dinikahi oleh Abdurrahman bin Jubair. Tak lama setelah pernikahan ini, mantan istri Rifa’ah mengadu kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa Abdurrahman bin Jubair, suami barunya itu, tidak bisa ‘berbuat’ kepada dirinya, seperti ujung kain yang lemas. Mendengar aduannya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam hanya bisa tersenyum lantas berkata: “Barangkali engkau ingin kembali lagi kepada Rifa’ah? Tidak boleh, hingga engkau merasakan madunya dan dia pun telah merasakan madumu.” [HR.al Bukhari 2496]

  • Menerima berita gembira

Senyuman ini biasanya diiringi dengan tangisan karena bercampurnya perasaan senang, terharu, dan sangat bahagia dengan nikmat yang diperoleh berupa berita gembira yang menyenangkan hati. Contohnya adalah senyuman dan tangisan Abu Bakar tatkala mendengar berita dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tentang hijrah dan dirinya terpilih sebagai teman yang mendampinginya. [HR. Al-Bukhari 3906]

  1. 2.      Senyuman Kesedihan; dan

Senyuman ini biasanya muncul ketika seseorang mendapat kesedihan atau perkara yang membuat dirinya lemah. Dia tetap tersenyum di hadapan orang lain untuk menyembunyikan kesedihannya. Contoh yang jelas dari jenis senyuman ini adalah ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu beserta para sahabatnya yang tidak ikut serta perang Tabuk.Ka’ab bin Malik berkata: “Aku datang memenuhi panggilan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, tatkala aku tiba, aku mengucapkan salam padanya, beliau tersenyum dengan senyuman yang menggambarkan kemarahan, beliau berkata kepadaku: “Kemarilah”, Aku mendekat hingga aku duduk persis dihadapannya. Beliau bertanya: “Apa yang menyebabkanmu tidak ikut serta Perang Tabuk?” [HR.al Bukhari 4667, Muslim 2769]

Senyuman semacam ini muncul karena perasaan sedih dan kecewa terhadap orang yang dicintai atau dipercaya.

  1. 3.      Senyuman yang Dibuat-buat.

Senyuman jenis ini bisa dibuat-buat oleh orang. Ada tendensi dan motif tertentu dari balik senyumannya. Umumnya, senyuman ini bertujuan untuk menolak kejelekan orang yang akan diberi senyuman, atau untuk menarik simpati para pembeli, para pengunjung too dan sebagainya. Karena itu, kita sering melihat para pegawai toko, swalayan atau lainnya memberikan senyuman kepada para pengunjung dan pembeli yang akan datang ke tokonya! Senyuman jenis ini, walaupun dibuat-buat tapi punya magnet yang sangat kuat untuk menggaet pembeli dalam melariskan barang dagangan!

 

Pengaruh Senyuman Bagi Jiwa

Senyuman adalah cerminan jiwa. Pancaran hati orang yang tersenyum. Bahagia dan sedih dapat tergambar dari senyuman. Allah ta’ala berfirman (yang artinya):

“Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dan bergembira ria.” [QS.Abasa: 38-39]
Imam an Munawi rahimahullah berkata, “Sebagian ahli hikmah mengatakan bahwa senyuman dan kegembiraan adalah pengaruh pancaran cahaya dalam hati.”[4]

Lalu, seberapa besarkah pengaruh senyuman dalam jiwa seseorang?

  1. 1.      Mendatangkan Rasa Cinta.

Tidak kita ragukan, bahwa senyuman termasuk perantara yang sangat kuat dalam meraih rasa cinta dan perhatian orang lain. Manusia akan senang bila melihat orang yang ramah dan selalu ceria. Dengan senyuman seorang istri, hati seorang suami akan lunak dan bahagia. Dengan akhlak yang baik, ramah, santun, lemah lembut dan terbuka kepada manusia, akan membuat mereka tertarik dalam menerima kebenaran dan dakwah. Sebaliknya, sifat keras, kaku, raut wajah yang tidak pernah gembira akan membuat lari setiap orang yang berakal. Allah ta’ala berfirman (yang artinya):

“Maka disebabkan Rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…” [QS.Ali Imran/3:159]

Imam Ibnu Uyainah rahimahullah berkata,”Senyuman adalah magnet kuat untuk meraih rasa cinta. Sedangkan perbuatan baik adalah sesuatu yang mudah, berwajah ceria dan pembicaraan yang lembut.”[5]

Senyuman yang tulus dan timbul dari orang tercinta adalah kebahagiaan bagi orang yang diberi senyuman. Senyuman itu dapat melembutkan dan menarik perhatiannya. Cara menarik perhatian tidaklah melulu dengan harta atau sesuatu yang bersifat material saja tetapi lebih dari itu, yakni dengan berwajah cerita dan penuh perhatian karena bisa menyenangkan rohani. Oleh karena itu, senyuman yang timbul dari hati orang yang senang dan tulus akan membuat orang senang kepadanya karena senyumannya.
Seorang yang baik berkata,”Orang yang punya senyuman akan disenangi karena senyumannya. Tidak bisa menghilangkan sifat amarah dari orang yang selalu bermuka masam.”[6]

  1. 2.      Menyembunyikan Aib.

Termasuk pengaruh senyuman bagi jiwa adalah dapat menyembunyikan aib dan kejelekan seseorang. Senyuman ini biasanya dibuat-buat untuk menyembunyikan aib pada dirinya atau aib orang lain. Senyuman ini tidak bisa timbul kecuali dari orang yang kuat jiwanya.

Bagi siapa saja yang ingin mendapatkan lebih dalam dan detail tentang point ini, bisa bertanya kepada yang lebih kompeten dan lebih ahli di bidangnya.

Manfaat Senyuman

Sangatlah banyak tentunya manfaat dari hal yang sederhana yang dikaruniakan Allah Swt., kepada kita, namun disini hanya beberapa saja yang akan dimunculkan, diantaranya:

  1. 1.      Termasuk dalam Kategori Sedekah.

Senyuman termasuk sedekah maknawi yang dapat membahagiakan orang. Jika orang diberi sedekah harta akan senang dan bahagia, demikian pula senyuman adalah sedekah maknawi untuk kebahagiaan hati dan jiwa. Hal ini telah ditegaskan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:

“Senyuman di hadapan saudaramu adalah sedekah.” [HR.at Tirmidzi 1956, Ahmad 5/168, al Bukhari dalam al Adab al Mufrod 891, Ibnu Hibban 864, Ibnu Adi dalam al Kamil 5/275, Syaikh al Albani menyatakan bahwa hadits ini derajatnya hasan lighoirihi, lihat ash Shohihah 572]

  1. 2.      Terjaga dari Kejelekan.

Senyuman punya pengaruh kuat untuk membendung kejelekan. Betapa banyak orang yang terkenal galak dan jelek di mata masyarakat dapat menjadi lunak bila kita bersikap santun, ramah, dan murah senyum kepadanya. Ini bukan sifat munafik atau basa basi dalam bergaul. Justru ini adalah metode untuk menyenangkan orang lain dengan menyembunyikan rasa benci demi meraih kebaikan orang yang di benci. Sikap ini pula yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tatkala menghadapi pemuka kaum munafik, Abdullah bin Ubay bin Salul. Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bermuka manis, lembut, dan santun ketika bertemu dengannya. [Lihat HR.al Bukhari 5685, Muslim 2591]

  1. 3.      Mendatangkan Rasa Cinta.

Orang yang murah senyum, manis muka dan ramah kepada orang lain lebih disenangi daripada orang yang selalu bermuka dan dingin. Bahkan, seorang perjaka dapat tergila-gila dengan gadis pujaannya hanya karena sebuah senyuman yang merekah dari bibirnya! Demikian pula seorang suami dapat reda amarahnya bila si istri mampu bersikap tenang dan dapat menghibur dengan senyuman. Supaya lebih afdol, silahkan  Buktikan sendiri…

  1. 4.      Mengikat Tali Persaudaraan.

Tidak diragukan lagi, manusia selalu butuh hidup bersama. Dia tidak bisa menyendiri di dunia ini. Jiwa yang sehat akan condong untuk memilih teman-teman yang baik, sopan, dan manis muka daripada teman yang pemarah dan selalu bermuka masam. Senyuman adalah salah satu daya tarik yang dapat mengikat persaudaraan –tentunya persaudaraan yang dibangun di atas Islam dan aqidah yang benar- dengan kokoh.

  1. 5.      Menguatkan Rasa Kasih Sayang dalam Rumah Tangga.

Kehidupan rumah tangga yang sepi dari senyuman adalah rumah tangga yang gersang. Bayangkan kalau antara suami dan istri saling bersikap diam, dingin, dan tidak ada kemesraan padahal keduanya selalu bertemu dan saling membutuhkan! Kehidupan pasutri yang seperti ini ibaratnya hubungan komandan dengan prajuritnya, sangat resmi dan tidak berbicara kecuali butuh saja! Padahal agama kita yang mulia mengajarkan agar seorang suami –khususnya- dapat mempergauli istrinya dengan baik. Allah ta’ala berfirman (yang artinya):

“…Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” [QS.an Nisa’/4:19]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan,”Yaitu perbaguslah ucapan kalian kepada mereka, perbaiki tingkah laku dan penampilan kalian sesuai kemampuan. Sebagaimana kalian juga menginginkan dari mereka seperti itu, maka perbuatlah seperti itu juga. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sangat bagus akhlaknya ketika bergaul dengan istri-istrinya. (Beliau bersikap) sangat gembira. Beliau mencandainya istrinya, lemah lembut, memberikan nafkah, dan membuat para istrinya tertawa.”[7]

  1. 6.      Membuat Awet Muda.

Seorang ahli kejiwaan mengatakan,”Sesungguhnya peredaran darah tatkala marah dan sedih tidak hanya menghalangi sampainya oksigen ke otak, tetapi lebih dari itu, akan menimbulkan ketidakseimbangan zat kimiawi karena tidak sampainya zat-zat hormon. Sesungguhnya tertawa dan senyuman akan menjadikan otak bebas bergerak karena kesedihan berubah menjadi bahagia.”[8]

  1. 7.      Keuntungan Materi.

Toko-toko yang para pegawainya bersikap lembut, ramah, dan murah senyum akan lebih banyak di datangi para pembeli daripada toko yang penjaga-penjaganya sering bermuka masam dan pemarah. Bahkan, di negeri Jepang para pemilik toko mewajibkan para pegawainya untuk senantiasa memberikan senyuman kepada para pembeli dan pengunjung yang datang karena mereka melihat pengaruh yang sangat kuat dalam melariskan barang dagangan.

Potret Akhlak Teladan Kita

  1. Abu Tholhah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Suatu hari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam datang dalam keadaan gembira, ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, kami melihat raut wajahmu dalam keadaan senang, belum pernah kami meliha sebelumnya.” Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Benar, tadi malaikat datang menemuiku seraya berkata: Wahai Muhammad, sesungguhnya Rabbmu berkata kepadamu,”Tidakkah engkau ridho bahwasanya tidak seorang pun dari umatmu yang bersholawat untukmu melainkan Aku akan bershalawat atasnya sepuluh kali lipat, dan tidaklah seorang pun dari umatmu yang mengucapkan salam kepadanya melainkan Aku akan mengucapkan salam untuknya sepuluh kali.” Aku (Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam) menjawab,”Tentu.”[9]
  2. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ada seseorang datang menemui Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam secara berkata, ‘Aku telah binasa wahai Rasulullah, aku mengumpuli istriku pada siang hari bulan Ramadhan!!’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab. ‘Engkau harus memerdekakan budak.’ Orang tadi kembali berkata, ‘Aku tidak mampu.’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berkata lagi, “Kalau begitu, puasalah dua bulan berturut-turut.’ Orang tadi kembali berkata lagi, ‘Aku tidak mampu.’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kalau begitu, berilah makan enam puluh orang fakir miskin.’ Orang itu kembali berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya tidak mempunyai apa pun.’ Maka orang tadi diberi sekantung kurma, Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berkata, ‘Bersedekahlah dengan kurma.’ Orang tadi menjawab, ‘Wahai Rasulullah, siapakah yang lebih miskin dari kami, tidak ada satu keluarga pun yang lebih miskin dari kami.’ Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tertawa hingga terlihat gigi gerahamnya, lantas berkata: ‘Kalau begitu, ambillah sedekah itu untukmu!!”[10]
  3. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku pernah berjalan bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau memakai baju besar buatan Najran sangat tebal. Lalu ada seorang Arab badui menemui beliau, lantas dengan sangat keras Arab badui tersebut menarik baju Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sampai aku melihat putih pundaknya beliau. Ada bekas yang sangat nyata sebab tarikan tadi. Orang badui itu berkata, ‘Wahai Muhammad, berikanlah harta Allah yang ada padamu!’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menoleh lantas beliau tertawa, dan beliau memerintahkan kepada para Sahabat agar orang tadi dipenuhi hajatnya.”[11]

“Senyumanmu di hadapan saudaramu adalah sedekah.”

Semoga bermanfaat   Wallahualam bish’shawab      Bandung, 08 September 2012


[1] Mu’jam Maqoyis Lughoh karya Ibnu Faris hal.117

[2] Mu’jam al Washith: 1/57

[3] Nadhrotun Na’im: 3/812

[4] Tahzib al Akhlaq al Jahizh hal.72

[5] Ibid

[6] Majma’ Ahkam Amtsal hal.215, Ibtasim karya Abdul Hamid al Bilali hal.15

[7] Tafsir Ibnu Katsir: 2/242

[8] Ibtasim hal.41

[9] HR.Nasa’i 1283, Ahmad 3/332, ad Darimi 2773. Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh al Albani dalam at Ta’liq ar Roghib 2/29

[10] HR.al Bukhari 6087, Muslim 1111

[11] HR.al Bukhari 6088, Muslim 1057

Image

Perampok (dan) Koruptor

495195_08245410032015_koruptor Koruptor

perampok2 Perampok

Pada suatu hari, terjadi perampokan di salah satu bank.

Perampok pertama berteriak dengan keras:

Jangan Bergerak!!!! Uang ini semua milik negara. Hidup anda adalah milik anda.” Dan semua orang pun tiarap ketakutan.

(Hal ini disebut: Mind Changing Concept – Mengubah Cara Berfikir)

Semua orang berhasil mengubah cara berfikir nya, dari cara yang biasa, menjadi cara kreatif.

Di salah satu sisi yang lain, ada nasabah yang sexy mencoba merayu perampok:

Bang, biarkan saya pulang saja ya,,kasihanilah saya Bang?” Tuturnya.

(Hal ini disebut: Beg/Pleased – Memohon dengan mimik yang memelas)

Lebih mengutamakan diri sendiri.

Kemudian, sang perampok tersebut pun menjawab dengan nada berteriak dan marah:

Yang sopan Mbak. Ini perampokan bukan perkosaan.”

(Hal ini disebut: Being Professional – Bertindak profesional)

Fokus hanya pada pekerjaan yang diberikan, tidak pada yang lain.

Setelah selesai merampok dan kembali ke markas. Seorang lulusan perguruan tinggi, bertanya kepada temannya (sesama perampok) yang hanya lulusan sekolah dasar.

Katanya: “Bang, sekarang kita hitung saja berapa jumlah hasil rampokan kita.”

Perampok yang hanya lulusan sekolah dasar tersebut geram, dan menjawab:

Kamu diam saja, tenang. Uang yang kita rampok kan banyak, kalau kita hitung pasti lama. Kita tunggu saja di TV, pasti ada mengenai jumlah uang yang kita rampok.”

(Hal ini disebut: Experience – Pengalaman)

Pengalaman merupakan hal penting lainnya, selain dari pendidikan secara formal.

Sementara, sang manager bank yang di rampok berkata kepada Kepala Cabang nya untuk segera lapor kepada polisi. Tetapi, kepala cabang tersebut berkata:

Tunggu dulu Pak. Kita ambil dulu Rp 80.000.000.000,- untuk kita bagi dua. Nanti total nya kita laporkan sebagai uang yang di rampok sama polisi.”

(Hal ini disebut: Swim With The Ride – Ikuti Arus)

Mengubah kesulitan menjadi keuntungan pribadi semata.

Kemudian kepala cabang nya berkata:

Alangkah indahnya jika perampokan bank kita terjadi setiap bulan.”

(Hal ini disebut: Killing Bedroom – Menghilangkan kebosanan)

Kebahagiaan pribadi lebih utama dari pekerjaan anda.

Keesokan harinya, tersiar kabar di media televisi, bahwa hasil uang yang di rampok di bank tersebut berjumlah Rp 100 Milyar.

Perampok menghitung uang dan sangat murka, seraya berkata:

Kita susah payah merampok, cuma dapat Rp 20 Milyar. Sementara orang bank tanpa usaha dapat Rp 80 Milyar. Heuh,,,lebih enak jadi perampok yang berpendidikan rupanya.”

(Hal ini disebut: Knowledge is worth as much as gold – Pengetahuan lebih berharga dari pada emas)

Dan di tempat lain, sang manager dan kepala cabang bank tersebut, tersenyum bahagia karena mendapat keuntungan dari perampokan yang dilakukan oleh orang lain, tanpa harus bersusah payah menjadi bulan-bulanan aparat kepolisian.

(Hal ini disebut: Seizing the opportunity – Berani mengambil resiko dengan memanfaatkan kesempatan)

Apa hikmah yang bisa kita petik dari cerita di atas?

Kita (Anda) yang bisa memberikan jawabannya menurut versi anda sendiri.

Bandung,

07 September 2015

Adiwiyata Mandiri 2014 Kota Bandung

Sebuah prestasi tertinggi yang diraih oleh sebuah institusi pendidikan di Tanah Air kita (Indonesia), dari sisi Lingkungan Hidup, yakni Penghargaan Sekolah Adiwiyata Mandiri.

Sebuah upaya yang penuh dengan segala macam hiruk pikuk perjuangan dengan penuh rasa tanggung jawab dan ketulusan yang tidak terganti dengan apapun bentuknya.

Penghargaan hanyalah sebuah hasil, karena yang terpenting adalah proses perjalanan menuju atau meraih sebuah capaian. Dengan segenap hati dan ketulusan yang dijalankan, proses pemberian wewenang, pembelajaran, sampai kepada titik pembiasaan mulai dari pimpinan sekolah sampai kepada tataran teknis lapangan, termasuk kepada siswa yang menjadi ‘pemeran utama’ guna implementasi nyata dan edukasi secara berkelanjutan.

DSC09821

Dengan sebuah prestasi yang diraih, kami haturkan SELAMAT, semoga bisa menjadikan pemicu bagi prestasi lain di bidang lainnya, yang akan membawa lebih ‘harum’ nama sekolah.

SELAMAT mendapatkan penghargaan SEKOLAH ADIWIYATA MANDIRI di 2014 ini, kepada:

SD BPI Kota Bandung

SMPN 28 Kota Bandung

SMAN 8 Kota Bandung

Salam sukses selalu…