Berikut adalah petikan dari episode sebelumnya:
“Nak, telefon dari rumah sakit, tumben telefon kerumah, biasanya kan ke hp mu?” Kata sang Ibu sambil mendekati Rausan yang sedang menikmati sarapan.
Lalu, Rausan pun menuju ke tempat telefon disimpan dan menjawab telefon tersebut. Setelah ditutup gagang telefon tersebut, wajah Rausan sedikit agak berbeda, “apa yang tengah ia dapati ketika ditelefon tadi?” Dalam
benak Ibunya bertanya.
“Assalamu’alaikum Warahmatullah” Rausan memulai pembicaraan di telefon.
Lalu dijawabnya di ujung telefon tersebut: “Waalaikumsalam dok.”
“dok, maaf mengganggu jadwal libur dokter. Saya Helen dok. Begini, tadi pagi pasien yang dokter kunjungi pada waktu malam kemarin, meminta dokter untuk datang, katanya ada sesuatu yang ingin dia sampaikan langsung pada dokter.” Kata Helen sang perawat di telefon.
“Kemudian, kamu sudah bilang kalau hari ini saya jadwalnya libur?” Kata Rausan
Lalu perawat tadi melanjutkan pembicaraan: ” Sudah saya katakan dok, tapi ibu tersebut bersikukuh mau bertemu dokter.” Tegasnya..
Lalu Rausan pun dalam pikiran yang bingung, ia harus memutuskan haruskah berangkat atau diam saja. Karena hari ini, adalah jadwal terapi Ibunya yang sedang menjalani pengobatan yang cukup serius dan mengharuskannya di kemoterapi, namun ia menolaknya dan lebih memilih untuk melakukan penyegaran dan menjalani pengobatan alami saja.
Dan seketika Rausan pun menjawabnya: “Saya akan hubungi beberapa menit lagi untuk kepastiannya, karena hari ini adalah jadwal Ibu saya terapi juga. Nanti saya hubungi kepastiannya ya? Terima kasih. Wassalamu’alaikum Warahmatullah.”
Dan telepon pun terputus ketika ucapan salam terucap.
Seketika itu pula, Ibu Rausan langsung menghampiri ketika melihat mimik anaknya dalam kebingungan dan pertanyaan yang ada dalam benaknya juga.
“Ada apa nak? Adakah sesuatu yang sangat urgen disana?” Tanya Ibu Rausan sembari memegang pundak putra semata wayangnya.
Rausan pun menjawabnya dengan nada agak berat: “Ya Bu, aku harus ke rumah sakit karena ada pasien yang ingin menemuiku, katanya ada sesuatu yang ingin ia sampaikan kepadaku. Tetapi hari ini adalah waktunya aku mengantar Ibu untuk terapi di taman seperti biasanya?” Jawab Rausan sembali bertanya kepada Ibunya.
“Sudahlah nak, kamu lebih baik temui dahulu pasien tersebut, karena dia membutuhkan kehadiranmu sekarang ini. Dan, biarlah Ibu menunggumu sampai kamu pulang dari sana untuk terapi.” Dengan sangat bijak Ibu Rausan menjawab.
Kemudian Rausan pun menjawabnya: “Bukankah Ibu juga harus terapi untuk kesehatan Ibu, karena selama sepekan ini aku berada di luar rumah, dan hari ini adalah jadwalku merawat Ibu.” Dengan kebingungan masih menyelimuti pikirannya.
“Sudahlah nak, Ibu tidak mengapa terlambat untuk diterapi, yang penting sekarang, kamu berikan yang terbaik kepada pasienmu. Ibu sangat beruntung memiliki anak yang senantiasa bisa memberikan dengan ketulusan hatinya bukan karena profesinya.” Jawab Ibu Rausan dengan penuh ketenangan dan sendu.
Lalu, Rausan pun mengangkat telefon genggamnya dan menelefon kepada perawat yang tadi menelepon nya: “Baiklah, saya akan datang menemuinya. Terima kasih Helen.”
Kemudian Rausan pun berpamitan kepada Ibunya sembari mencium tangan dan kedua pipinya. “Aku berangkat dulu Bu, Ibu jangan kemana-mana sebelum aku kembali lagi.” Dia berpamitan dan berpesan kepada Ibunya.
Sang Ibu hanya menganggukan kepalanya pertanda menyetujuinya.
Kemudian Rausan berangkat dan singkat cerita, ia sampai di rumah sakit tersebut, lalu mendatangi Helen yang tadi memberikan informasi tersebut dan berbincang sebentar di ruangannya guna mengetahui awal dan detail dari maksud pasien tersebut.
“Begini dok. Ibu ini besok harus menjalani kemoterapi, tetapi dia menolaknya karena ia sangat takut, selain itu…..dari biaya pun, dia tidak sanggup untuk menjalankannya dok.” Kata Helen sang perawat menjelaskan alasannya mengapa ia menelepon dr.Rausan.
Dan Rausan pun menjawabnya dengan sangat lembut: “Baiklah kalau begitu, saya akan coba memberikan solusi bagi pasien tersebut. Kamu temani saya menemuinya supaya jelas duduk perkaranya juga ya?.” Sembari meminta ditemani Helen untuk menemui pasien tersebut.
“Baiklah dok, mari dok?” Helen mengajak dr. Rausan langsung menemui pasien tersebut.
Setibanya di ruangan pasien, Rausan pun menghampiri Ibu tadi dan mengucapkan salam khas nya: “Selamat pagi. Kabar sehat tentunya?.”
“Senang bertemu kembali dengan Ibu yang sudah nampak lebih baik dari hari ke hari.” Tambah Rausan sambil memotivasi pasiennya.
Kemudian pasien tersebut menjawabnya: “Betul dok, saya harus senantiasa lebih baik dari sebelumnya. Makanya saya kangen dengan sapaan dokter yang selalu memberi semangat pagi setiap hari saya dok. Terima kasih ya dok?”
“Ah Ibu ini bisa saja, saya kan hanya menyemangati saya saja supaya tidak malas Bu?” Rausan sambil tersenyum menjawabnya. “Dan yang paling penting adalah Ibu pun bisa merasakan semangat pagi setiap hari dimanapun dan dalam keadaan apapun Bu.” Menambahkannya.
Lalu Ibu ini pun seolah-olah tidak sabar ingin menceritakan apa yang saat ini sedang ia pikirkan.
“Begini dok. Saya besok rencananya akan di kemo, cuma saya takut dan tidak ada biaya yang bisa menjamin saya untuk membayarnya.” Dengan nada lirih dan sambil menitikan sebagian aliran air yang turun dari matanya, pasien tersebut bercerita.
“Apakah dengan di kemo, saya akan kembali normal dan sehat seperti semula dok? Apa jaminannya?” Tanya pasien tersebut kepada dr.Rausan
Dengan senyuman yang manis dari seorang dr.Rausan, ia pun menjawabnya: “Saya tidak bisa memberikan jaminan atas kesembuhan penyakit Ibu, karena yang berhak menjamin adalah Sang Pemilik Hidup ini Bu, dan kemo itu adalah salah satu metode pengobatan yang disarankan untuk memberikan kesehatan bagi penyakit yang sedang Ibu dapatkan sekarang.”
Dan pasien tersebut menimpalinya: “Lalu menurut dokter, adakah solusi lain selain cara ini dok?”
Rausan pun menjawab sembari menceritakan tentang kondisi Ibunya sekarang: “Insya Allah ada Bu. Karena Ibu saya pun sekarang tidak menjalani kemoterapi, tetapi terapi yang dilakukan adalah setiap minggunya kami berdua berjalan-jalan di taman dan bercerita tentang Ibu saya akan hal-hal yang terjadi semasa hidupnya sampai bercerita tentang saya kecil dulu Bu.” Dengan mengindahkan bahwa cerita ini seharusnya tidak di expose kepada pasiennya, karena melanggar etika kedokteran dalam profesinya sekarang.
“Namun, hal itu bisa dilakukan apabila Ibu sudah mendapatkan izin pulang dari sini. Dan saya belum bisa memberikan izin tersebut, karena saya harus berkoordinasi dengan dokter lainnya yang merawat Ibu juga.” Rausan menambahinya.
“Jadi, kapan kira-kira saya bisa pulang dari sini dok?” Tanya pasien tersebut kepada dr.Rausan.
dr.Rausan pun menjawab: “Besok pagi akan kami diskusikan bersama bagaimana keputusannya ya Bu, karena saya tidak bisa memutuskan sendiri perihal kondisi Ibu sekarang. Tetapi yang paling penting bagi Ibu adalah, selama Ibu berada disini adalah tanggung jawab kami yang berada di rumah sakit terhadap segala jenis perawatan yang berhak Ibu dapatkan, serta semua fasilitas yang ada disini. Tetapi ketika Ibu sudah dinyatakan pulang dari sini atas hasil kami berembug, maka sepenuhnya hal tersebut adalah tanggung jawab Ibu dan keluarga di rumah.” dr.Rausan mempertegas jawabannya.
“Baiklah dok kalau begitu.” Jawab pasien tersebut setelah mendapat penjelasan dari dr.Rausan.
Lalu pasien tersebut pun masih ingin bertanya lebih kepada dr.Rausan : “Ehm,,,kalau boleh tahu apakah penyakit Ibu dokter, sama dengan saya dan sudah berapa lama dok?” Pasien mulai perlahan menelisik apa yang sebenarnya terjadi di dalam kehidupan pribadi dr.Rausan.
Dengan sangat tenang, Rausan pun menceritakan kisah Ibunya dan keluarganya. “Penyakit yang di derita Ibu saya, hampir sama dengan yang Ibu alami sekarang, namun beliau memang tidak masuk rumah sakit, karena waktu itu dalam benaknya yang penting semuanya sehat dan semua kebutuhan keluarga kami bisa tercukupi. Jangankan untuk biaya rumah sakit kala itu, untuk kebutuhan sehari-hari kami pun sangat terbatas, sehingga kami harus bekerja lebih keras lagi untuk tetap hidup di dunia ini dengan segala kemampuan yang kami miliki.” Tandasnya.
“Dan penyakit Ibu saya baru terdeteksi ketika saya sudah menyelesaikan studi saya di kedokteran. Kemudian saya menawarkannya untuk dirawat, tetapi beliau tidak mau Bu. Dan akhirnya beliau banyak dirumah dengan terapi berjalan kaki di taman yang biasa kami kunjungi, dan hal itu dilakukannya rutin sampai sekarang. Setelah saya di terima bekerja di rumah sakit ini, waktu saya untuk bersama melakukan terapi dengan Ibu saya adalah satu hari dalam seminggu. Dan itu saya lakukan pada hari libur praktek, yaitu hari ini.” Rausan melanjutkan ceritanya.
Kemudian pasien tersebut menyela: “Waduh, saya kalau begitu mengganggu jadwal terapi Ibu dokter ya? Maaf dok kalau begitu saya tidak tahu dok?” Seraya merasuk perasaan berdosa dari tampak wajahnya.
“Tenang saja Bu, Ibu tidak perlu merasa waktu saya tersita karena saya harus menjumpai Ibu sekarang, toh saya sudah mendapat izin dari beliau,,bahkan beliau lah yang menyuruh saya untuk menemui Ibu sekarang. Dan selepas saya bertemu Ibu, saya akan tetap menemani Ibu saya terapi di taman bersama Bu.” Jawab Rausan sembari tersenyum dan memancarkan rasa bahagianya bisa memberikan semua penjelasan ini kepada pasiennya.
Lalu Rausan pun memberikan saran kepada pasien tersebut: “Sekarang Ibu fokuskan pada kesehatan Ibu, semoga diberikan kesembuhan oleh-Nya, dan besok akan saya diskusikan dengan dokter yang lain tentang apa yang menjadi pikiran Ibu sekarang ini ya Bu?” Sembari memegang pundak pasien tersebut penuh kehangatan.
“Baiklah dok kalau begitu, saya akan mengikuti apa yang menjadi saran dokter. Sampaikan salam saya kepada Ibu dokter, semoga lekas pulih juga dok? Dan sampaikan permohonan maaf saya karena telah mengganggu jadwal beliau bersama dokter.” Kata pasien tersebut sambil memandang mata dr.Rausan.
Dan Rausan pun menjawab dengan penuh sabar: “Pesan dan saran dari Ibu akan saya sampaikan tentunya, dan Ibu juga lekas pulih kembali ya Bu. Kalau begitu saya permisi untuk kembali Bu. Assalamua’laikum Warahmatullah” Sembari pergi meninggalkan pasien tersebut dengan ditemani Helen sang perawat yang mendengarkan pembicaraan mereka.
Kemudian mereka sampai di ruangan perawat dan Rausan pun berpesan kepada perawat untuk mencatat segala hal yang tadi telah disampaikannya untuk dijadikan pertimbangan besok berunding dengan dokter yang lain.
Lalu Rausan pun berangkat pulang kembali menuju rumahnya, dan di tengah jalan ia menyempatkan untuk menelepon Ibunya.
“Tut,,,tut,,,tut,,,” Suara dering telepon tersambung dari telepon genggamnya, namun setelah sekian lama tidak ada jawaban dari Ibunya, karena biasanya Ibunya langsung menjawab ketika ada suara telepon berdering di rumahnya.
“Kemanakah Ibunya kok tidak menjawab teleponnya?” Dalam benak Rausan mulai khawatir dengan kondisi Ibunya.
Apakah yang terjadi?
Kita akan lanjutkan pada Segelas Susu Eps.5
Bandung, 30 Oktober 2012 With Love: Dicky Supriatna
0.000000
0.000000